User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Maka dari itu, mistikus memainkan peran sentral dalam kehidupan dunia. Ia menggemakan kalimat besar dari Konsili Vatikan II: ‘Sukacita dan harapan, kesedihan dan kegelisahan orang zaman ini, teristimewa mereka yang miskin dan yang tersiksa entah bagaimana caranya, ini pun adalah sukacita dan harapan, kesedihan dan kegelisahan para pengikut Kristus.’

(Gaudium et Spes, Prakata 1; Dokumen Konsili Vatikan II)

1. PANGGILAN ANAK-ANAK ALLAH KEPADA HIDUP MISTIK

Berkat kasih Allah semata-mata kita dijadikan anak-anak Allah: “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh 3:1). Dengan apakah Allah menjadikan kita anak-anak-Nya? Dengan Roh Kudus-Nya yang dicurahkan ke dalam hati kita (bdk. Rm 5:5), yakni sewaktu kita dibaptis. Lalu apa konsekuensinya bagi kita agar pantas disebut anak-anak Allah? Jawabannya kita temukan pada wejangan St. Paulus, yaitu kalau kita menyerahkan hidup kita untuk dibimbing oleh Roh Kudus (bdk. Rm 8:14, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah”). Dipimpin Roh Allah, inilah spiritualitas utama dari anak-anak Allah. Apakah makna di balik spiritualitas yang luhur ini?

Panggilan hidup mistik berada tersembunyi di balik spiritualitas ini. Roh Kudus ialah Roh Bapa dan Roh Putra. Roh Kudus diberikan Allah untuk bersemayam di dalam diri kita untuk membantu kita dalam mengenal Bapa dan Yesus, Sang Putra. Tujuan Roh Kudus tidak lain ialah agar kita semakin mengenal Bapa dan Putra secara mendalam dan mesra. Pengenalan tersebut terjadi tidak saja lewat akal budi, tetapi lebih secara eksperiensial (lewat pengalaman). Sebagaimana Roh Kudus sendiri berada dalam kekerabatan yang amat mendalam dan mesra dengan Bapa dan Putra, begitu pula Dia menghendaki kemesraan yang sama terdapat pula di dalam relasi kita dengan Bapa dan Putra. Singkatnya, misi utama Roh Kudus ialah agar kita mengalami pengenalan Allah yang mendalam secara pribadi dan eksperiensial.

Pengalaman akan Allah yang mendalam, inilah yang dimengerti sebagai hidup mistik dalam teologi Katolik. Hidup mistik merupakan pengalaman batin yang mendalam akan Allah. Mistik dalam teologi Katolik, bukan dimaksudkan sebagai segala perkara yang berbau gaib, klenik, magis. Bukan, melainkan suatu pengalaman akan Allah yang amat mesra dan mendalam, tidak saja lewat akal budi melainkan juga lewat pengenalan batin. Jadi, jelaslah bahwa Roh Kudus sebenarnya bermaksud membimbing kita kepada hidup mistik. Dengan demikian, anak Allah yang sejati seharusnya seorang mistikus.

Hanya dengan menjadi seorang mistikus, anak-anak Allah baru bisa menjadi citra Allah yang sempurna. Begitu luhur panggilan kita sebagai anak-anak Allah. “Hidup mistik mempunyai nilai yang tak ada bandingnya dan yang akan menuntun kepada kebenaran suci dan kebahagiaan batin,” demikianlah seru St. Teresa dari Avila, seorang mistikus dan pujangga Gereja yang besar. Coba kita bayangkan dan renungkan: Demi apakah Allah memberikan Roh-Nya sendiri ke dalam hati kita? Bukankah Roh Kudus ialah anugerah Allah yang amat berharga dan tak ternilai? Roh Kudus dianugerahkan bukan demi tujuan yang sepele, melainkan demi suatu karya ilahi yang besar. Roh Kudus dicurahkan Allah agar menjadi Guru Mistik bagi kita, yakni agar kita juga bisa menghayati dan mengalami hidup yang sama tak ternilai dan amat berharganya, yakni hidup mistik.

2. KARAKTER SEORANG MISTIKUS

Seorang mistikus bukanlah orang yang “wah”, hebat dan luar biasa secara lahiriah. Mereka bisa jadi orang yang biasa-biasa saja, namun yang memiliki cinta yang luar biasa kepada Allah dan sesama. Pengalaman mistik mereka berbeda satu dengan yang lain, ada yang amat mendalam dan ada yang biasa-biasa saja, tergantung panggilan pribadi mereka masing-masing. Dasar persamaannya ialah batin mereka yang begitu erat bersatu dengan Allah, entah dia seorang yang hidup dengan pelayanan aktif maupun seorang kontemplatif.

Pertama, kita soroti mereka yang amat mendalam pengalaman batinnya, sehingga sering mengalami gejala ekstase, levitasi (tubuh terangkat), bilokasi (menampakkan diri di dua lokasi pada saat bersamaan), visiun. Bahkan ada yang sampai pada tingkat tertinggi dari pengalaman mistik: perkawinan rohani. Masuk dalam golongan ini ialah Santa Teresa dari Avila dan St. Yohanes dari Salib (mistikus dan pujangga Gereja, seorang Karmelit dari Spanyol; mereka berdua hidup sezaman). Seorang mistikus yang sampai pada taraf perkawinan rohani sungguh bernilai bagi Gereja dan dunia. Seorang yang mencapai taraf ini jauh lebih berguna bagi Gereja dan dunia ketimbang seribu teolog brilian namun yang bukan mistikus ataupun sejuta orang sukses lainnya yang namun kafir. Sebab mereka sudah mencapai persatuan cinta yang sempurna dengan Kristus, sehingga seluruh perbuatannya merupakan gerak ilahi, yang menguduskan dan menyelaraskan dunia. Akibatnya doa dan kurban-kurban mereka pun sungguh menyenangkan hati Allah sehingga bisa menyilih dosa dunia.

Kedua, ada pula yang tidak mengalami pengalaman mistik yang hebat-hebat seperti yang dialami kedua mistikus Karmelit di atas. Misalnya, Muder Teresa dari Kalkuta (meninggal September 1997) yang merupakan the living saint yang pernah hidup pada zaman ini. Beliau bisa dikatakan seorang mistikus dalam kategori ini. Semua orang yang pernah berjumpa dengan Muder Teresa mengakui kesalehan dan kesucian hidupnya. Wajahnya memancarkan aura cinta kasih yang mendalam. Pembawaannya tenang, rendah hati dan bersahaja. Dari ceritanya kita tahu bahwa dia tidak pernah mengalami ekstase, levitasi, visiun. Namun dari “karya cinta kasihnya terhadap orang miskin”, tak seorang pun yang membantah pancaran hidup mistiknya yang mendalam. Seperti diungkapkannya sendiri, pengalaman mistik ini sebenarnya ditimba dari meditasi dan devosi yang mendalam terhadap Ekaristi. Bagi Muder Teresa, waktu setelah menyambut Tubuh Kristus dalam Komuni merupakan saat-saat kedekatan mistiknya dengan Kristus. Tak aneh, kata-kata dan tindakannya pun punya wibawa dan kuasa, sebab mengalir dari hati yang tersentuh oleh pengalaman langsung akan kasih Allah. Paus Yohanes Paulus II sebenarnya bisa pula dikatakan sebagai seorang mistikus dalam kategori ini. Beliau juga seorang yang amat saleh dan mendalam hidup doanya.

Selain kedua gambaran di atas, sebenarnya banyak mistikus lain yang hidupnya tersembunyi. Mereka ialah anak-anak Allah yang saleh, yang menghayati Injil dengan otentik dan konsekuen. Memang banyak di antara mereka tidak dikenal. Ada yang awam, ada pula kaum biarawan-biarawati. Hidup mereka banyak yang ter-sembunyi dalam kemesraan batin yang mendalam seperti yang dialami Perawan Maria di desa terpencil Nazaret. Mungkin mereka tidak mempunyai karya yang membuat nama mereka mencuat. Namun, hanya Allah yang tahu betapa hidup mereka, walaupun tersembunyi, sesungguhnya amat menggarami dan menerangi dunia, membawa kekudusan bagi dunia! Mereka adalah pendoa-pendoa, anak-anak Allah yang bersatu secara mistik dengan Allah. Apa jadinya dunia ini bila tidak ada mereka? Sebagaimana dosa mempunyai dimensi sosial − melukai kesucian Gereja dan dunia − begitu pula kesalehan dan kesucian juga menguduskan Gereja dan dunia.

Karakter kuat dari seorang mistikus ialah seorang pendoa. Akan tetapi, dia bukanlah seorang pendoa yang suka mencari waktu sendirian dalam arti tidak lagi peduli terhadap dunia, yang dengan sengaja lari dari dunia demi dirinya sendiri. Memang ada orang tertentu dengan panggilan istimewa − para pertapa atau eremit, misalnya para bapa padang gurun, yang ditarik Roh Kudus, Sang Guru Mistik, kepada hidup kesunyian yang total. Seorang mistikus tidak harus lari dari dunia. Dia bisa tetap tinggal di dalam dunia (hidup aktif) sembari batinnya terus berdoa. Prinsipnya tergantung panggilan pribadi mereka masing-masing. Walaupun demikian, seorang mistikus biasanya seorang kontemplatif. Meskipun seakan-akan menganggur dalam kesunyian hidup doa, sebenarnya mereka sedang menjalani misi rahasia dari hidup mistik seperti yang terungkap dalam refleksi Santa Klara ini: “Jika engkau seorang kontemplatif, cintamu menjangkau keluar ke seluruh dunia, dan engkau mengangkat semua kesakitan, penderitaan, dan kebingungan dunia ke dalam doa dan cintamu. Engkau merupakan bagian dari setiap orang dan segala sesuatu, dan engkau merasakan secara nyata keterikatanmu dengan semua ciptaan. Siapakah kiranya merasa sepi, di tengah begitu banyaknya hal untuk dicintai, begitu banyak hal untuk diperhatikan, begitu banyak kebutuhan untuk disampaikan kepada Bapa?”

Maka dari itu, mistikus memainkan peran sentral dalam kehidupan dunia. Ia menggemakan kalimat besar dari Konsili Vatikan II: ‘Sukacita dan harapan, kesedihan dan kegelisahan orang zaman ini, teristimewa mereka yang miskin dan yang tersiksa entah bagaimana caranya, ini pun adalah sukacita dan harapan, kesedihan dan kegelisahan para pengikut Kristus.’ (Gaudium et Spes, Prakata 1; Dokumen Konsili Vatikan II). Dan seperti kata William Johston dalam bukunya Teologi Mistik, para mistikus adalah orang-orang kreatif. Tidak semua orang mistikus itu aktif, karena beberapa di antaranya hidup dan meninggal dalam ketersendirian, tetapi semuanya kreatif.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting