User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

PERINTAH JANGAN MEMBUNUH

Perintah “jangan membunuh”, ditegaskan oleh Tuhan Yesus kepada si pemuda kaya yang bertanya kepada-Nya: “Guru, perbuatan baik manakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup kekal?” Yesus menjawab: “Kalau engkau ingin memasuki hidup, laksanakanlah perintah-perintah Allah…Jangan membunuh…” (Mat 19: 16-18). Jadi unsur terdalam dalam perintah Allah untuk melindungi hidup manusia sebagai hukum utama, hukum cinta kasih yaitu menghormati dan mencintai tiap orang dan hidup tiap orang. Bila manusia melakukan pembunuhan berarti manusia mengambil alih hak Allah, Tuan dan Pencipta kehidupan. Ini merupakan sebuah kesombongan.

Kain memang tidak mau berpikir tentang adiknya dan menolak tanggung jawab yang ada pada tiap orang terhadap sesamanya. Firman Tuhan kepada Kain, “Di mana Habel adikmu itu?” Kain menjawab, “Aku tidak tahu” (Kej 4: 9). Padahal tidak mungkin ia tidak tahu sebab Kain sendirilah yang memukul Habel adiknya hingga ia mati (bdk. Kej 4:8). Dewasa ini banyak orang menolak tanggung jawab atas saudara-saudari mereka, seperti tiadanya solidaritas terhadap anggota-anggota masyarakat yang paling lemah, terhadap orang yang lanjut usia, orang sakit, anak-anak, dan lain lain.

Situasi dunia dewasa ini muncul suatu budaya yang oleh Paus Yohanes Paulus II disebut dengan budaya maut (Culture of Death) yang pada dasarnya menentang kehidupan. Dalam mentalitas ini, bayi maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap sebagai ‘beban’ sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya….” (Ul 30:19-20).

 

Pembunuhan pada Awal Kehidupan

   Hidup manusia itu keramat dan tidak dapat diganggu gugat, termasuk pada tahap awal sebelum kelahiran. Paus Yohanes Paulus II mengutip pandangan Paus Pius XII yang menolak semua pengguguran langsung, yakni setiap tindakan yang secara langsung dimaksud untuk menghancurkan hidup manusia dalam rahim (EV 62).

Beberapa alasan terjadinya pengguguran: oleh karena alasan kesejahteraan keluarga, melindungi kesehatannya sendiri atau menginginkan mutu hidup yang layak bagi anggota-anggota keluarganya lainnya, bayi yang akan dilahirkan cacat, tekanan-tekanan yang kadang-kadang datang dari lingkungan keluarga yang lebih luas dan dari teman-teman, kehamilan di luar nikah. ditinggalkan pasangan, kemiskinan, tidak punya rumah, kekerasan, pendidikan kurang, pengangguran, masalah-masalah emosional, inses, perkosaan, dll.

Ada dua kelompok yang memperdebatkan Aborsi, yaitu kelompok “pro-choice” yang mengacu kepada hak ibu untuk ‘memilih’ nasib dirinya dan bayi yang dikandungnya. Alasan kedua berkaitan dengan awal kehidupan manusia. Kapan manusia disebut manusia? Mereka tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia. Sedangkan kelompok “pro-life” berusaha untuk memperjuangkan kehidupan manusia terutama janin dan menentang legalisasi aborsi. Kelompok ini mempercayai bukti yang diperoleh dari ilmu genetika modern, bahwa sejak tahap pertama (pembuahan sel telur oleh sel sperma) sudah tersusun program bagaimana mahluk hidup itu adanya di masa mendatang, sebagai seorang pribadi individual dengan aspek-aspek yang karakteristik.

 

Pembunuhan pada Masa Akhir Kehidupan

Eutanasia yang artinya mengendalikan maut dan mendatangkannya sebelum waktunya dan dengan halus mengakhiri hidupnya sendiri atau hidup orang lain (eutanasia berarti “kematian bahagia”). “Pembunuhan orang tidak pernah diperbolehkan. Juga kalau orang itu menginginkannya, atau bahkan memintanya, karena terombang-ambing antara hidup dan maut ia meminta tolong dalam membebaskan jiwa yang bergulat mau melepaskan ikatan-ikatan raga dan ingin dibebaskan. Tidak diperbolehkan juga kalau membunuh orang sakit yang sudah tidak mampu hidup lagi.” (Evangelium Vitae/EV 66). Bukankah Allah itu satu-satunya yang berdaulat atas hidup dan maut, “Akulah yang mendatangkan baik maut maupun hidup” (Ul 32: 39).

Seringkali terjadi bahwa keluarga tidak tahan lagi melihat penderitaan dan “berbelaskasihan”, mereka meminta kepada dokter untuk mengakhiri kehidupannya. Ini belaskasihan semu. Sebenarnya, yang dibutuhkan oleh manusia pada umumnya adalah jalan cintakasih dan belaskasihan yang sejati, yang harus disinari oleh cahaya yang selalu baru dan memancar dari iman akan Kristus Sang Penebus yang wafat dan bangkit mulia.

 

Bunuh Diri

Bunuh diri bertentangan dengan kecondongan kodrati manusia supaya memelihara dan mempertahankan kehidupan. Itu adalah pelanggaran berat terhadap cinta diri yang benar, sesama serta bertentangan dengan cinta kepada Allah yang hidup.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting