User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Incest merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat yaitu dalam keluarga. Penyimpangan terjadi karena berbagai faktor yang menyebabkannya. Hubungan ini sangat mengganggu kehidupan bersama. Jika peristiwa ini diteruskan akan menimbulkan kekacauan kehidupan moral dan lebih jauh lagi, dapat menumpulkan suara hati manusia yang benar. Jelaslah bahwa perbuatan itu tidak sedap didengar dan merusak masa depan para korban. Mereka akan mengalami kesuraman, stres, bahkan tidak mempunyai makna hidup lagi.

Bagaimanakah pandangan iman kita berkaitan dengan incest”?Moral Kristiani tidak memberikan toleransi atas penyimpangan ini. Gereja tidak membenarkan perbuatan semacam ini, bahkan Gereja sungguh-sungguh telah menolaknya. Oleh karena perbuatan ini jelas-jelas keliru, maka dengan sendirinya perbuatan itu tidak bisa dilanjutkan. Mengapa Gereja menolak perbuatanincest”?Ada berbagai alasan yang sangat logis dan praktis. Oleh karena itu melalui tulisan ini kita akan melihat bersama satu persatu dari semua itu. Akan tetapi sebelumnya, kita akan melihat terlebih dahulu, apa sebenarnya yang dinamakanincest” itu.

Incest adalah tindakan hubungan seksual dengan seseorang yang berasal dari keluarga dekat, misalnya antara ayah dan putrinya, ibu dan putranya atau di antara saudara sekandung. Jadi bisa kita katakan bahwa perbuatan incest adalah suatu penyimpangan seksual, pelampiasan hawa nafsu seksual yang sasarannya adalah anggota keluarganya sendiri. Kebanyakan ahli di dunia ini, umumnya sepakat bahwa tidak ada satupun suku bangsa di dunia ini yang membenarkan dan mengizinkan hubungan seksual atau perkawinan di antara keluarga dekat. Mengapa demikian? Karena memang dari fakta yang ada incest dapat mendatangkan kerugian yang besar pada keturunan yang akan dihasilkan dari hubungan itu. Incest sebenarnya dapat merupakan tanda atau gejala dari adanya suatu masalah dalam kehidupan rumah tangga, misalnya, si istri sakit. Jadi dalam arti tertentu incest dapat disebut sebagai akibat dari keadaan dalam rumah tangga itu. Atau bisa juga karena adanya dorongan seksual yang meletus (dorongan impulsif), yakni dorongan yang sangat kuat dan tak tertahankan lagi sehingga daya akal budi si pelaku menjadi gelap. Dia tidak bisa memandang lagi siapa pun orang itu. Dan apabila hal ini terjadi maka akan merugikan baik pelaku maupun orang yang menjadi korban. Di berbagai masyarakat di dunia, larangan incest dalam kenyataan konkret tergantung dari tradisi budaya dan kadangkala larangan itu lebih berciri adat kebiasaan daripada hukum normal. Akan tetapi dengan adanya ciri itu, pelanggaran terhadap larangan incest biasanya dipandang sebagai pelanggaran sangat berat, khususnya bila hal ini terjadi di antara kakek-nenek, orangtua dan anak, dan antara saudara-saudari.

Berdasarkan penelitian, prosentasi incest yang terjadi dapat diperkirakan seperti data-data sebagai berikut:hubungan ayah dengan putrinya (85%), kakek dengan cucu perempuan (5%), ayah dengan putranya (5%), Ibu dengan putranya (4%) dan ibu dengan putrinya (1%). Umur kurban sekitar 13-15 tahun.


 

Bagaimana konkritnya pandangan Kitab Suci tentang incest? Kita perlu melihat terlebih dahulu pandangan Kitab Suci tentang hal ini karena seperti kita ketahui, Kitab Suci adalah dasar dari iman Gereja.

Kitab Suci bukan saja melarang incest menurut pengertian yang sudah kita lihat sebelumnya yaitu hubungan dengan keluarga terdekat. Kitab Suci malahan melarang hubungan incest dalam lingkungan yang lebih luas daripada ikatan keluarga. Misalnya perkawinan dengan ipar. Hal ini dapat kita lihat dalam Injil Markus bab 6 ayat 17-18. Dalam ayat ini Yohanes Pemandi mencela perkawinan Herodes dengan iparnya yaitu istri saudara lelakinya, “Sebab memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri.Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!"

Kemudian dalam surat kepada umat di Korintus bab 5 ayat 1-13, kita dapat melihat tindakan Paulus mengekskomunikasi seorang laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan ibu tirinya. Dengan diekskomunikasi berarti orang itu dibuang dari lingkungan masyarakat. Dan masyarakat dilarang bergaul dengan dia. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat mendatangkan hukuman ekskomunikasi juga bagi dirinya.

Jadi Kitab Suci sendiri sudah menunjukkan kepada kita bahwa praktik incest adalah suatu perbuatan cela dan menjadi sandungan bagi masyarakat. Perbuatan itu semata-mata karena kegilaan nafsu manusia tanpa memandang siapa orang itu. Nafsu dan dorongan yang tak teratur ini menutup segala pikiran yang benar dan tidak memandang lagi siapa yang dihadapi. Dan perbuatan itu bukan hanya tidak berkenan di hadapan manusia tetapi perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, yang menyaksikan segala perbuatan kita meski ditempat yang tersembunyi sekalipun. Oleh karena itu sangatlah masuk akal kalau kita menyaksikan reaksi Yohanes terhadap perbuatan Herodes.

Bagaimanakah sekarang pandangan Gereja tentang hal Incest ini? Tentunya tidak akan jauh dari pandangan Kitab Suci. Mungkin ada di antara kita yang pernah mendengar istilah atau buku tentang Hukum Gereja, yaitu suatu buku yang memuat semua peraturan agar kita dapat hidup sebagai orang Kristen yang baik. Kita akan melihat pandangan Gereja berdasarkan buku ini. Kalau Anda membuka dan membaca buku itu, Anda tidak akan menemukan istilah incest sama sekali, karena memang buku ini tidak menggunakan istilah incest.

Yang bisa kita jumpai dalam Kitab Hukum ini adalah berbagai halangan untuk perkawinan Katolik yang sah. Dan Incest secara tidak langsung dimasukkan sebagai halangan utama untuk perkawinan ini. Hal itu disebut secara khusus dalam nomor 1091. Apa saja yang disebutkan dalam nomor tersebut? Mari kita lihat satu persatu.

1.  Halangan pertama adalah adanya hubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah, baik itu legitim maupun yang alami, adalah halangan utama untuk perkawinan kristiani yang sah. Apakah yang disebut dengan hubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah? Yaitu hubungan menurun atau menaik misalnya dari kakek – ayah - ibu – anak – cucu – cicit dan seterusnya. Kata-kata legitim dan alami dalam nomor 1091 dari Kitab ini menunjukkan bahwa halangan nikah ini berlaku baik di antara mereka yang berhubungan darah secara alami ataupun yang berhubungan karena diangkat secara resmi, misalnya anak angkat secara resmi dan sebagainya.

2.  Halangan kedua adalah adanya hubungan garis keturunan menyamping sampai dengan hubungan tingkat 4. Misalnya, perkawinan tidak dapat dilangsungkan antara seorang paman atau tante dengan keponakan dan putra-putri dari keponakannya.

3.  Perkawinan di antara sepupu pada lapis pertama juga merupakan perkawinan yang tidak sah. Mengapa? Karena hubungan di antara sepupu masih merupakan hubungan menyamping tingkat ke 4. Misalnya Bapak A bersaudara dengan Bapak B, maka putra-putri dari Bapak A tidak bisa menikah dengan putra-putri Bapak B.


 

Bahkan nomor 1091 ini menyebutkan adanya sedikit keraguan saja tentang ada atau tidaknya hubungan sedarah pada 1 pasang calon pengantin, sudah bisa menggagalkan suatu perkawinan Katolik yang sah.

Kemudian di nomor 1092 disebutkan bahwa hubungan semenda dalam garis lurus juga dapat menggagalkan perkawinan. Apakah yang disebut dengan hubungan semenda? Tidak lain adalah hubungan yang diperoleh karena adanya pernikahan, atau hubungan dengan ipar. Jadi seorang ayah atau ibu mertua tidak bisa menikah dengan menantunya. Demikian juga seorang pria atau wanita tidak bisa menikah dengan saudara iparnya.

Dari penjelasan tentang halangan nikah itu, kita bisa melihat bahwa incest sangat ditentang dalam kehidupan Gereja. Mungkin ada yang merasa dan berpikir bahwa Gereja terlalu ketat, mau mengatur segalanya, dan lain sebagainya. Sebenarnya larangan incest yang dikeluarkan oleh Gereja adalah upaya dan juga merupakan wujud kepedulian Gereja akan terciptanya keturunan yang sehat, keluarga yang normal, dan stabilitas kehidupan sosial yang harmonis. Dengan mengharuskan anak untuk mencari pasangan di luar keluarga dekatnya, maka kita akan mendukung anak muda untuk menjadi anggota masyarakat secara keseluruhan dan mencegah terpusatnya kesatuan keluarga yang tidak diinginkan dan penuh keanehan.

Mengapa dikatakan bahwa larangan incest bisa membantu terciptanya keturunan yang sehat? Karena memang pada kenyataannya banyak keturunan cacat mental yang berasal dari orang tua incest. Bahkan banyak juga yang memiliki cacat fisik atau penyakit yang berat. Misalnya kalau dalam garis keturunan terdekat itu, ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, hal ini akan menjadi penyakit keturunan untuk generasi selanjutnya. Jadi pengaruhnya adalah sangatlah negatif, baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Singkat kata, hubungan ini tidak sesuai dengan moral yang berlaku umum dalam masyarakat. Lebih dari itu perbuatan tadi dapat menumpulkan suara hati yang baik dan menodai relasi kita dengan Tuhan. Bahkan nafsu tidak hanya menumpulkan suara hati yang baik tetapi juga berakibat pada kerusakan pola hidup yang sehat dan normal.

Orang yang percaya kepada Tuhan pasti dapat membedakan dengan baik mana perbuatan yang benar dan mana yang salah, baik berdasarkan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat maupun berdasarkan norma-norma moral dan iman. Seperti misalnya yang dilakukan oleh Paulus dalam 1 Korintus bab 5 ayat 1 sampai dengan 13, yaitu saat dia mengekskomunikasi seorang pria yang melakukan hubungan seksual dengan ibu tirinya sendiri.

Tindakan apakah yang seharusnya diambil oleh orang-orang yang sudah terjebak di dalam penyimpangan seksual ini? Pertama-tama, dia hendaknya memikirkan dan merefleksikan dengan baik segala perbuatannya dan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya itu baik terhadap dirinya maupun di hadapan Tuhan. Setelah itu, dia harus berusaha untuk meningkatkan komunikasi yang penuh kasih antar anggota keluarga, terutama antara ayah, ibu, dan anak. Keakraban dalam keluarga justru akan mengalirkan cintakasih yang baik dalam keluarga itu sendiri. Segala usaha ini akan menumbuhkan sikap jujur terhadap diri sendiri termasuk segala gejolak yang terjadi dalam dirinya. Hal lain yang tak kalah pentingnya untuk diusahakan adalah menghayati ajaran agama dengan baik. Pengaruh yang diberikan oleh penghayatan ajaran iman ini sangat kuat. Penghayatan agama yang baik akan menumbuhkan iman yang baik pula. Dan memang penghayatan nilai-nilai iman memiliki peran penting dalam proses membenahi diri sehingga segala perbuatan yang dilakukan akan banyak dipengaruhi oleh penghayatan iman tersebut.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting