User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Dengan mengulangi kata-kata pertama Mazmur 22 dari Salib, Ëli, Eli, lama sabachthni?”- “Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46); dengan mengucapkan kata-kata Mazmur ini Yesus berdoa pada puncak penolakan diri-Nya oleh manusia, pada saat-saat Ia dicampakkan, Ia berdoa, bersama dengan pemazmur, dalam kesadaran akan kehadiran Allah, juga pada saat Ia merasakan drama kematian dalam kehidupan manusia.

Namun, suatu pertanyaan muncul dalam diri kita: bagaimana mungkin Allah yang mahakuasa tidak campur tangan untuk menyelamatkan Putera-Nya dari penderitaan yang mengerikan ini? Sungguh penting bagi kita untuk memahami bahwa seruan doa Yesus bukanlah seruan orang yang menghadapi kematian dengan putus asa, seruan ini juga bukan seruan orang yang merasa ditinggalkan. Pada saat ini Yesus menjadikan seluruh Mazmur 22, mazmur penderitaan orang Israel, sebagai milik-Nya sendiri. Dengan cara ini Ia tidak hanya membawa dosa-dosa umat-Nya, tetapi juga penderitaan semua pria dan wanita yang mengalami penindasan dari yang jahat, dan pada saat yang sama Ia menempatkan semua ini dihadapan hati Allah, dalam kepastian bahwa seruan-Nya akan didengarkan dalam Kebangkitan: “Seruan kesesakan yang mendesak ini, pada saat yang sama juga merupakanjawaban dari Allah, kepastian keselamatan- bukan hanya bagi Yesus sendiri, tetapi juga bagi “banyak orang””(Yesus dari Nazareth II, hlm. 213-214 Ignatius Press, San Francisco 2011).

Dalam doa Yesus ini terkandung kepercayaan-Nya yang amat besar dan penyerahan diri-Nya ke dalam tangan Allah, yang walaupun tampak tidak hadir dan dim, sesungguhnya Ia hadir dengan rencana-Nya yang tak terpahami oleh kita. Dalam Katekismus Gereja Katolik kita membaca: “Dalam cinta-Nya sebagai Penebus, yang sellau menghubungkan Dia dengan Bapa, Ia dengan sekian mesra menerima kita, yang hidup jauh dari Allah karena dosa-dosa kita, sehingga di kayu salib Ia dapat mengatakan atas nama kita: ‘Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’” (no. 603). Yesus mengalami persekutuan dalam penderitaan dengan kita dan untuk kita, persekutuan ini mengalir dari cinta dan didalamnya terkandung penebusan yang merupakan kemenangan cinta.

Mereka yang berdiri di kaki Salib Yesus gagal mengerti hal ini, dan malah berpikir bahwa seruan-Nya adalah permohonan yang ditujukan kepada Elia. Dalam peristiwa ini mereka mencoba untuk meredakan kehausan-Nya untuk memperpanjang hidup-Nya dan memastikan apakah nanti Elia akan datang membantu-Nya atau tidak, tetapi seiring dengan seruan nyaring yang menandai akhir hidup Yesus, berakhirlah juga keinginan dan rasa penasaran mereka.

Pada saat-saat yang terakhir, Yesus mengungkapkan kesedihan hati-Nya, tetapi pada saat yang sama Ia memperjelas arti kehadiran Bapa dan persetujuan-Nya kepada rencana keselamatan Bapa bagi manusia.

Kita juga harus menghadapi penderitaan dan diamnya Allah pada “masa kini”- kita juga sering mengungkapkan hal itu dalam doa-doa kita- tetapi kita juga kerap mengalami Kebangkitan pada “masa kini”, mengalami tanggapan Allah yang memikul penderitaan kita, dan memanggulnya bersama kita dan memberi kita harapan teguh bahwa suatu saat penderitaan itu akan teratasi (Spe Salvi, no. 35-40)

Sahabat terkasih, marilah kita meletakkan salib-salib kehidupan kita di hadapan Allah dalam doa-doa kita, dalam keyakinan bahwa Ia hadir dan mendengar kita. Seruan Yesus mengingatkan kita bahwa dalam doa kita harus melampaui batasan-batasan “ego”kita dan masalah kita serta membuka diri kita terhadap penderitaan dan kebutuhan orang lain.

Semoga doa Yesus yang sekarat di Salib mengajar kita untuk berdoa penuh cinta bagi banyak saudara-saudari lain yang tertekan oleh beban kehidupan sehari-hari, yang sedang menjalani saat-saat sulit, yang dalam penderitaan, yang tidak memiliki penghiburan; marilah kita menempatkan semua ini di hadapan hati Allah, agar mereka semua dapat mengalami cinta Allah yang tidak pernah meninggalkan kita. Terima kasih.

 Setelah menyapa umat beriman, Paus mengungkapkan keprihatinannya akan para korban cuaca dingin yang melanda sebagian Eropa.

Dalam beberapa pekan terakhir ini gelombang cuaca dingin dan suhu yang membeku telah melanda sebagian Eropa dan, sebagaimana kita tahu, telah menimbulkan banyak kesulitan dan kerusakan. Saya ingin mengungkapkan kedekatan saya dengan mereka yang terkena dampak cuaca buruk ini, dan saya meminta kalian juga untuk berdoa bagi para korban dan keluarganya. Saya juga mendorong solidaritas dengan para korban, supaya mereka yang terkena dampak peristiwa ini dapat menerima bantuan yang murah hati. (Audiensi umum ini diterjemahkan  dari ©L'Osservatore Romano - 15 February 2012 oleh Sdr. Daniel Pane)  

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting