User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Engkau bertahta diatas altar dan Rm. Yohanes, hamba-Mu berdiri di podium menunggu titah-Mu. Kudengar Romo Yohanes berkata :”Saudara-saudaraku, letakkanlah tanganmu ditempat di mana engkau ingin Tuhan menyembuhkan sakitmu dan bagi mereka yang mengharapkan karunia-karunia rohani silangkanlah tanganmu di dada dan marilah kita berdoa”.

Pelan-pelan kuletakkan tanganku di pinggang dan kakiku sambil mengikuti doa yang didaraskan Romo Yohanes. Dalam keheningan, kunanti Engkau menghampiriku. Hanya sebaris doa yang kupanjatkan “Tuhan Yesus, asal kujamah saja jubah-Mu, maka saya akan sembuh”. Selebihnya hanya air mata pengharapan.

Sekian waktu berlalu, dari podium kudengar Romo Yohanes berkata:
“Pada saat ini Tuhan Yesus sedang menyembuhkan seorang wanita yang menderita sakit HNP   (ohh..itu kan saya!). Ibu  itu merasakan suatu getaran seperti aliran listrik dari sampai kaki.”Tuhan menyembuhkan saya! Tuhan telah menyembuhkan saya! Terima kasih Tuhan Yesus! Terima kasih Tuhan Yesus!

Selesai misa Gedung Serba Guna ramai dipadati oleh orang yang minta pelayanan doa. Aku ingin berterima kasih kepada Tuhan atas kesembuhan ini, maka aku pergi ke kapel. Dan di kapel yang sunyi, aku larut dalam sujud syukur….., kubenamkan kepalaku sampai ke tanah…, sesuatu yang sejak enam bulan yang lalu tak pernah dan tak berani kulakukan karena sakitku. Puji Tuhan, aku tak merasakan apa-apa baik di pinggang maupun di kakiku. Terima kasih Tuhan Yesus!


Iman yang penuh harapan

  Retret Penyegaran Rohani berlangsung dari hari Kamis sampai Minggu. Rencanaku selesai session terakhir aku langsung pulang untuk menghindari macet. Seluruh acara retret dapat kuikuti dengan baik meskipun aku harus ekstra hati-hati dengan pinggang dan kakiku. Memang sepintas orang tak menyangka aku sakit. Jika kelihatan sehat itu karena  fisioterapi yang teratur kujalani dan obat-obat yang kumakan tetapi sesungguhnya aku seperti menunggu bom waktu untuk operasi.

Minggu pagi selesai doa, kaki terasa sakit dan semakin menjadi-jadi saat berjalan. Saya bingung, dalam hati bertanya apa rencana Tuhan saat ini? mungkinkah Tuhan berkenan menyembuhkan saya secara total dalam misa hari ini? Aku percaya selama ini Tuhan turut bekerja  dalam setiap fisioterapi dan latihan tubuh yang dijalani juga dalam setiap obat yang dikonsumsi. Tapi mungkinkah hari ini Tuhan memiliki rencana yang lain? Bila demikian aku harus misa di Cikanyere karena hari ini di sini ada misa penyembuhan.

Dengan keadaan kaki yang sakit seperti ini, sesampainya di Bekasi aku harus segera fisioterapi atau ke dokter padahal di sini ada “Dokter” paling hebat. Paling hebat dibandingkan dengan bila seluruh dokter sedunia bersatu sekalipun! Maka kupanjatkan doa yang selama ini tak pernah berani kuucapkan “Tuhan Yesus, sembuhkanlah saya”.  Dan sebuah suara di kedalaman jiwaku seakan berkata “Ahh..akhirnya berani juga kau minta sembuh pada-Ku, inilah yang dinamakan iman yang penuh harapan”.  Memang sejak sakit pada bulan April 2004 yang lalu, aku tak berani ikut misa penyembuhan, mungkin karena aku takut kecewa Tuhan tidak mengabulkan doaku. Selain itu, aku  juga percaya Tuhan Yesus Maha Kuasa dan Maha Pengasih sehingga aku pikir tanpa diminta pun Tuhan Yesus akan memberikan kesembuhan lewat jalur-jalur medis yang aku jalani.  Ternyata keliru,  rupanya selama ini Tuhan menungguku mengucapkan permohonan “Tuhan, sembuhkanlah saya”, yang diucapkan dengan iman, harapan dan kesungguhan hati.


Engkau mengerti pikiranku dari jauh

HNP adalah istilah klinis, singkatan dari herniasi nucleus pulposus. Awam sering menyebutnya jepitan atau iritasi  pada syaraf  tepi. Dalam kasusku, nyeri di pinggang akibat iritasi  2 discus (L4 dan L5)  pada tepi syaraf  itu menjalar sampai ke paha dan tungkai kaki. Berdasarkan hasil test MRI, dokter menganjurkan operasi tapi aku ingin mencoba dengan fisioterapi dulu. Setelah menjalani fisioterapi sekitar 30 kali, nyerinya memang berkurang tapi setiap siang sampai malam  kaki kananku sangat tidak nyaman seperti ada beban dan tekanan. Setiap hari aku mesti melakukan latihan-latihan untuk menguatkan bagian pinggangku. Aku juga mesti selalu menjaga sikap tubuh  agar tidak membebani daerah pinggang. Untuk aktivitas-aktivitas tertentu aku mesti pakai korset khusus. Tak ada yang menyangka aku sakit tapi sakitku ini cukup menjadi beban, belum lagi membayangkan jika fisioterapinya dihentikan aku tak tahu apa yang akan terjadi.

Suatu saat aku pernah berandai-andai, tidak sungguh-sungguh berdoa tetapi dalam hati aku berkata demikian: “Tuhan Yesus, jika kelak Engkau menyembuhkan saya dengan mukjizat misalnya dalam misa penyembuhan di Cikanyere, saya mau Tuhan menyebutnya dengan bahasa klinis HNP dan bukan dengan sakit pinggang atau sakit kaki, supaya saya yakin sayalah yang Tuhan maksud.”  Maka dari itu betapa kagetnya aku ketika mendengar Romo Yohanes berkata bahwa Tuhan Yesus sedang menyembuhkan seorang wanita yang sakit HNP. Aku langsung yakin akulah yang dimaksud. Aku jadi teringat akan hari ketika aku berandai-andai itu dan Mazmur 139  “Engkau mengerti pikiranku dari jauh.” Aku tak mampu berkata-kata, hanya takjub akan Kuasa Tuhan, lebih-lebih pada Kasih-Nya. Bagaimana mungkin kata-kata yang dalam hati kukatakan hanya sepintas lalu senantiasa diingat-Nya sampai berbulan-bulan? HNP, kata itu senantiasa menimbulkan perasaan hangat dihatiku dan akan  kukenang selamanya sebagai salah satu bukti Kasih Tuhan kepadaku. Ahh…betapa aku sangat berharga dimata-Nya.

Hampir tiga minggu berlalu sejak hari penuh kenangan itu. Hari pertama, rasanya bibirku tak bisa terkatup, senyum terus….., siapa yang tak bahagia menerima karunia sebesar itu ! Rasanya sepanjang hari hanya ada kata syukur dalam batinku. Hari-hari selanjutnya hidup seperti mimpi, sering kugerak-gerakkan pinggang dan kakiku, tak terasa apa-apa, rasa sakit itu telah hilang seluruhnya namun rasanya belum percaya kalau aku telah sembuh. Sempat juga terpikir sungguh-sungguh nyatakah ini, jangan-jangan ini cuma khayalanku saja, bagaimana  kalau nanti aku sakit lagi. Ternyata menerima mukjizat juga memerlukan rahmat iman yang sama besarnya seperti ketika memohonnya. Syukurlah, dalam situasi seperti itu aku langsung ingat ke mana aku harus pergi mencari tempat perlindungan yang paling aman yaitu: Tuhan Yesus!  Mengandalkan kemampuanku sendiri, aku tak mampu. Iman adalah rahmat Allah dan aku harus selalu memintanya setiap hari, seumur hidupku. Kurasa pada hari Minggu pagi sebelum mukjizat itupun, tanpa rahmat Allah aku tak akan mampu berdoa “Tuhan, sembuhkanlah saya” dengan iman yang penuh harapan.

Oh ya, agar tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan, aku sudah test MRI lagi. Meskipun masih ada tonjolan yang sangat minim di L-5,  namun tak ada lagi iritasi discus terhadap syaraf tepiku. Apapun  yang kulihat dari hasil test MRI, ini adalah yang terbaik menurut Tuhan. Kini aku dapat melakukan setiap aktivitas seperti dulu sebelum sakit. Namun aku tetap latihan dan minum vitamin, namun bukan karena tak percaya aku telah sembuh melainkan sebagai salah satu bentuk syukur dan penghargaanku kepada Tuhan yang begitu penuh kasih sehingga aku merasa wajib memelihara kesehatanku dengan baik.

Sejak hari bersejarah itu, apa yang dulu tampak seperti bayang-bayang kini menjadi begitu nyata. Tuhan menjadi begitu hidup, begitu agung, begitu nyata. Kuasa-Nya tetap sama baik dulu, kini maupun di masa mendatang. Perayaan Ekaristi bukan lagi sekedar kegiatan ritual karena aku dapat merasakan kekuatan dan kehadiran-Nya. Komuni merupakan saat yang paling indah buatku. Aku tak lagi peduli akan suara-suara di sekelilingku, yang kurasakan hanya keheningan yang menentramkan jiwa. Bagaimana aku akan membagi perhatianku pada yang lain jika jiwaku sedang dikunjungi secara khusus oleh Sang Tamu Agung?  Sayang kalau aku harus melewatkan saat yang indah ini dengan kegiatan lain yang bisa kulakukan setelah misa selesai. Ada banyak hal yang dulu tampaknya membingungkan tetapi kini seperti ada suatu terang yang menyinari jiwaku. Sehingga seperti orang-orang Samaria dalam kisah “Percakapan dengan perempuan Samaria”, aku dapat berkata: Aku percaya tetapi bukan lagi karena apa yang mereka katakan sebab aku sendiri telah mengalami Dia dan tahu bahwa Dia sungguh-sungguh Juruselamat dunia! Segala kemuliaan bagi-Nya di tempat yang maha tinggi.

    

Dan sebagai penutup tulisan ini, dengan meneladan Bunda Maria

aku akan bermadah:

 

“Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bersuka ria karena Allah penyelamatku.
Sebab Ia telah memperhatikan daku hambanya yang hina ini.
Yang Maha Kuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku
dan namanya adalah Kudus.

Dia mengerti pikiranku dari jauh, Dia menyembuhkan segala penyakitku.
Dia mengampuni segala dosaku dan menebus hidupku dari lobang kubur dan
memahkotai aku dengan kasih setia dan rahmat.

Aku yang meratap telah Kau ubah menjadi orang yang menari-nari.
Tuhan, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagiMu!

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting