User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

 “Tuhan… dalam mengarungi hidup ini

Kami sering menemukan kegembiraan dan penderitaan
Hidup kami diwarnai suka dan duka
Kegembiraan yang kami rasakan menumbuhkan pengharapan di dalam hati
Tetapi kegagalan yang kami jumpai dapat menimbulkan kekecewaan dan ketakutan
Tuhan tanamkanlah dalam hati kami pengharapan yang teguh
Akan cintakasih dan kebaikan-Mu
Pengharapan yang menjiwai seluruh hidup Putera-Mu Yesus Kristus
Pengharapan yang tumbuh berdasarkan keyakinan bahwa bahwa Engkau selalu beserta kami, bahwa kami boleh menyandarkan diri kepada-Mu dalam suka dan duka
Pengharapan yang menjadikan hidup kami tidak mengenal putus asa
Dalam penderitaan dan kekecewaan
Tuhan, semoga pengharapan yang demikian selalu menjiwai seluruh diri kami
Dalam pengharapan itu kami akan membangun hidup dan masa depan kami”
(doa agar kuat dalam pengharapan MB no : 9)

Dalam perjalanan menuju Puncak Kalvari, Yesus jatuh tiga kali, dan Ia bangkit lagi untuk meneruskan perjalanan. Jatuh dan gagal adalah peristiwa yang memalukan, apalagi diketahui oleh banyak orang. Namun, bagi orang yang menaruh harapan dan kepercayaan kepada Allah, peristiwa kejatuhan dan kegagalan merupakan kesempatan untuk bertumbuh dalam iman, pengharapan, dan kasih. Kita meneladan hidup Yesus yang memikul salib-Nya menuju Puncak Kalvari. Dia rela menanggung derita, malu, dan kesedihan umat manusia. Dia rela menanggung semuanya karena cinta. Kita manusia yang lemah ini sering jatuh bangun dalam menapaki jalan panggilan-Nya. Seratus kali jatuh, seratus kali bangkit kembali untuk meneruskan perjalanan dengan penuh harapan akan mencapai tujuan hidup yang abadi.

“Di luar Aku kamu tidak akan dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15 : 5)

Ketika kita menyadari segala keterbatasan, ketidakberhasilan, kegagalan, kelemahan kita, maka kita sungguh-sungguh dihadapkan pada suatu kebenaran bahwa “tanpa Dia, kita tidak dapat berbuat apa-apa dan tanpa bantuan rahmat-Nya kita hanya dapat berbuat kejahatan dan dosa belaka.” Kalau kita dapat melakukan suatu kebaikan, itu hanya karena rahmat-Nya semata-mata. 


Mengapa kita dibiarkan Tuhan jatuh tak berdaya?

Mengapa kita jatuh dan gagal, hal itu karena kita lengah dan tidak memusatkan perhatian kepada-Nya, kurang hidup di hadirat-Nya, lalai, atau mengandalkan kekuatan sendiri. Pada saat kita lengah itulah si musuh datang dan menyerang kita sehingga kita jatuh dalam dosa dan kegagalan. Setelah kita jatuh, Allah menghendaki agar kita bertobat dan kembali kepada-Nya. Kembali mengarahkan hati kepada-Nya, hidup di hadirat-Nya, dan menyerukan nama-Nya yang kudus di setiap nafas kehidupan kita. Kita dapat mengulang-ulangi seruan si buta dari Yerikho, sehingga seruan si buta ini dapat menjadi seruan kita pula, dan dengan penuh iman, harapan, dan cinta kita dapat berseru kepada-Nya, “Tuhan Yesus Kristus, kasihanilah aku orang yang berdosa ini.”

Demi suatu pemurnian, Allah dapat membiarkan kita mengalami kegagalan, kebodohan, dan bahkan dosa. Sebab Allah mau menunjukkan kasih-Nya yang tak pernah berubah, kasih-Nya yang Maharahim, yang dapat menghantar manusia kepada pertobatan. Bila kita jujur dan merefleksikan kehidupan rohani kita di masa silam, tidak jarang kita merasakan bahwa kita tidak maju selangkah pun, kita terpaksa mengakui bahwa kita masih melakukan kesalahan-kesalahan yang sama, segala usaha seakan tidak menghasilkan buah yang nyata, meskipun sudah lama kita melakukan laku tapa dan matiraga dan membangun hidup kerohanian kita.

Seringkali kita sungguh menyadari bahwa kita belum berbuat apa-apa untuk kemuliaan Tuhan, belum berbuat banyak untuk keselamatan jiwa-jiwa. Sebaliknya kita telah membuat banyak kerusakan dengan kehidupan yang memalukan dan ketidaksetiaan. Menyadari ini semua layaklah kita menerima hukuman daripada hiburan. Sebab tidak layaklah kita menerima hiburan-hiburan dari Allah dan manusia, sebab kita seringkali masih banyak berbuat kesalahan dan dosa, masih kurang bersyukur atas kasih dan kebaikan-Nya. Kita tidak setia melaksanakan kehendak-Nya, dan begitu banyak rahmat yang terbuang sia-sia. Banyak kali kita telah melukai hati Tuhan dan sesama.

Cahaya terang Allah yang menerangi jiwa membuat ruangan gelap menjadi terang benderang. Maka terlihatlah semua kekotoran jiwa berhadapan dengan kekudusan-Nya. Tak berdaya dan tak layaklah kita di hadapan kekudusan-Nya. Dan seperti wanita-wanita yang menangis dalam perjalanan salib Yesus, Yesus menegur wanita-wanita itu, “Tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu, tangisilah dosa-dosamu.” Kita menangis sebab kita sering mengabaikan seruan cinta-Nya yang mengatakan, “Aku haus”. Dia haus akan cinta kita, makhluk-makhluk-Nya yang hina. Namun, begitu seringnya kita mengabaikan jeritan-Nya yang kehausan. Allah sering mengemis cinta dari seorang pendosa seperti kita ini. Namun, kita sering tuli terhadap seruan-Nya.

Betapa kita sering tak berdaya untuk dapat membalas kasih-Nya. Betapa kita merasa tak layak di hadapan-Nya, tetapi sekaligus hati kita diliputi ketakutan dan kesedihan karena takut kehilangan Dia, yang telah mengurbankan Diri sehabis-habisnya untuk kita. Bila kita merasa tak mampu memberikan sesuatu pun yang baik kepada Allah, kita hanya bisa mengharapkan bantuan dari para kudus dan Bunda Maria yang selalu mau mendoakan dan menolong kita. Agar oleh doa-doa mereka, Allah menaruh belaskasihan-Nya kepada kita.

Betapa dahsyatnya cinta Allah pada kita, sekalipun manusia berdosa, Dia tak meninggalkan kita atau membiarkan kita binasa. Ia tidak membuang kita namun Ia memberikan hidup-Nya di salib untuk kita supaya kita hidup bagi Dia. Kelemahan, dosa, ketidaksetiaan tidak membatalkan kasih-Nya atau perjanjian-Nya. Namun, Ia datang untuk menebus dan menyelamatkan kita.

Yesus berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Luk. 5:31-32)

Inilah yang memberanikan kita untuk datang kepada-Nya, untuk berharap pada belaskasih dan kerahiman-Nya. Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Injil Lukas pasal 15:11-32, menunjukkan kemurahan hati Bapa kepada anak bungsu yang telah durhaka kepada bapanya. Sikap bapa yang murah hati dan penuh pengampunan menggambarkan sikap Allah yang Maharahim. Meskipun si bungsu telah melakukan kejahatan dan dosa, pergi ke negeri yang jauh, memboroskan harta milik ayahnya untuk berfoya-foya dengan para pelacur, namun Bapa selalu merindukan anak-Nya untuk pulang ke rumah. Hati Bapa tergerak oleh belaskasihan, sehingga ketika si bungsu sadar akan keadaannya yang menderita karena dosa-dosanya, ia bangkit dan kembali kepada Bapanya. Bapanya berlari mendapatkan dia, merangkul, dan mencium dia. Bapa menerimanya dengan tangan terbuka. Bapa menerimanya tanpa syarat. Tidak ada kemarahan, tidak ada caci maki, tidak ada kata penghukuman atau penghakiman. Bapa menyambut anaknya sepenuhnya tanpa memperhitungkan dosa-dosanya yang banyak di masa lalunya. 

Kita dapat berseru kepada Bapa dalam doa :

“Pimpinlah kami ya Tuhan dari kematian kepada hidup
Dari kesesatan kepada kebenaran
Pimpinlah kami dari keputusasaan kepada harapan
Dari ketakutan kepada kepercayaan
Pimpinlah kami dari kejahatan kepada kasih, dari kekacauan kepada damai
Penuhilah hati kami dengan damai-Mu, penuhilah bumi ini dengan kasih-Mu”

St. Theresia Lisieux, membimbing seorang novisnya yang begitu lemah dan rapuh karena masa lalunya yang buruk. Novisnya ini menjadi orang yang sulit. Sulit bergaul dan sangat sensitif, pandangannya negatif, dan kacamata hidupnya gelap, karena masa lalu yang membentuk kehidupannya. St. Theresia dengan sabar membimbing suster yang lemah ini dengan penuh kesabaran dan memahami keadaannya. St. Theresia juga yakin bahwa Allah sendiri yang memanggilnya dan mengasihi jiwa suster ini. Theresia melihat perjuangannya dan meyakinkan bahwa setiap orang dipanggil kepada kesucian. Menjadi suci, bukan berarti tidak pernah jatuh, bukan berarti tanpa kelemahan dan dosa. Menjadi suci berarti berani percaya akan cintakasih Allah yang Maharahim. Membiarkan Allah yang menguduskan dan menyucikan kita, membiarkan Allah menjadi kekudusan kita.

Theresia berusaha menumbuhkan kepercayaan suster yang lemah ini dengan menceritakan kisah seekor kelinci di tengah hutan yang berlari ketakutan karena dikejar-kejar oleh anjing-anjing yang mau menerkam dan memangsanya. Tiba-tiba si kelinci berjumpa dengan seorang pemburu. Dengan penuh keberanian dan kepercayaan si kelinci melompat dalam pelukan pemburu itu, yang dia yakini dapat melindunginya dari serangan anjing-anjing yang menyerangnya. Dengan kagum dan gembira si pemburu mengelus-elus kelinci yang ketakutan itu, dan sejak itu si kelinci menjadi milik si pemburu, ia sangat menyayangi kelinci tersebut karena dia mempercayakan diri pada perlindungannya dan kasih sayangnya. 

Demikianlah Allah akan melimpahkan kasih sayang-Nya apabila kita dengan berani percaya kepada-Nya. Melompat dengan iman dalam pelukan Allah yang penuh kasih bila kita merasa lemah, rapuh, berdosa, dan tak berdaya. 

Nyanyian si anak hilang:

“Bapa, kumohon ampun atas segala dosaku
Terlalu angkuh hatiku, andalkan kemampuanku
Kini aku tersesat, dalam semak dan duri
Ke mana harus kucari jalanku untuk kembali
Kurindukan belaian-Mu, dan kehangatan kasih-Mu
Kuingin selalu dekat-Mu
Dikaulah pengharapanku
Bapa tak layak aku, Kau sebut anak-Mu
Jadikan saja hamba-Mu, dan hapuskanlah dosaku.”

“Saya mengetahui dengan pasti bahwa jika saya dengan sadar melakukan semua dosa yang dapat diperbuat oleh manusia, saya akan pergi dan menerjunkan diriku ke dalam pelukan Yesus dengan sebuah hati yang terluka oleh pertobatan, karena saya tahu betapa girangnya Ia ketika anak-Nya yang hilang kembali kepada-Nya.” (St. Theresia Lisieux)

Di dunia ini ada banyak dosa dan kejahatan yang dilakukan manusia yang membuat manusia kehilangan harapan dan merasa putus asa. Namun, hati Allah bagaikan samudera luas tak terbatas yang menawarkan kemurahan hati dan belaskasih-Nya. Hati-Nya terbuka lebar menerima setiap jiwa yang terluka oleh dosa, yang kecewa dan tak berdaya. Di dalam hati-Nya yang Maharahim Allah mau membenamkan kita dalam lautan kasih agar kita disembuhkan dan dipulihkan. Allah dapat meminjamkan hati-Nya untuk kita, agar kita dapat membalas kasih-Nya dan mengasihi yang dikasihi-Nya. Marilah kita mohon agar Allah menambahkan iman, harapan, dan cintakasih-Nya bagi kita.

Tiga kebajikan yang membantu untuk mencapai tujuan hidup manusia, yaitu iman, harapan, dan kasih. Iman memampukan manusia melihat Allah yang tak kelihatan, di mana saja, kapan saja, dan di dalam segala sesuatu, serta dalam segala peristiwa. Pengharapan memberikan kekuatan kepada manusia untuk menanggung segala sesuatu di dunia ini demi Allah, mengingat janji Allah yang akan mengaruniakan hidup abadi bersama Dia, melihat Allah dari muka ke muka. Cintakasih, yang menyatukan pencinta dengan Sang Cinta, yaitu Allah sendiri, hidup dalam persatuan cintakasih dengan Allah sudah sejak di dunia ini, dan akan mengalami kepenuhannya kelak di surga. 

Kita adalah anggota Tubuh Mistik Kristus yang disatukan dalam kasih-Nya. Gereja mengenal tiga persekutuan kaum beriman: Gereja yang jaya, yakni mereka yang sudah menang dan hidup bersama Allah dan para kudus di surga. Gereja yang menderita di api penyucian. Gereja yang masih berjuang, yakni mereka yang masih dalam perjalanan hidup di dunia. Kita semua saling tolong-menolong, melalui doa, kurban, persembahan hidup, dan cinta kita kepada Tuhan, untuk memperoleh keselamatan abadi di surga. Sekalipun kita orang-orang yang berdosa, namun Allah memanggil kita untuk ikut serta dalam karya keselamatan-Nya. Misalnya dengan membantu jiwa-jiwa di api penyucian dan pertobatan orang-orang berdosa agar memperoleh pengampunan dan kehidupan kekal di surga. Kita juga membutuhkan doa-doa dari para kudus yang sudah berbahagia di surga, agar kita juga dikuatkan dalam iman, harapan, dan kasih dalam perjuangan hidup di dunia ini, agar kelak kita juga dapat berkumpul bersama di surga.

“Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya, bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Janganlah kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka.” (St. Yohanes Krisostomus)

Kita sering membaca atau mendengar melalui media massa, begitu banyak orang meninggal dunia karena bencana alam, kecelakaan, peperangan, ledakan bom, pembunuhan, sakit-penyakit, dan lain-lain. Berjuta-juta jiwa yang meninggal dunia dalam keadaan yang tidak siap atau dalam keadaan berdosa. Mereka semua membutuhkan doa-doa, kurban, dan silih bagi dosa-dosa mereka. 

Gereja meyakini bahwa orang yang meninggal dalam keadaan berahmat, dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya, pasti akan menerima keselamatan abadinya, namun ia masih harus menjalankan satu penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu, supaya dapat masuk dalam kegembiraan surga.

Kita harus percaya bahwa sebelum pengadilan, masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa kalau seseorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak. (Mat 12:32) Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, sedang dosa yang lain diampuni di dunia lain. (Gregorius Agung)

Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal, dan mengenai hal ini Kitab Suci sudah mengatakan, “Karena itu (Yudas Makabe) mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang yang sudah meninggal, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya.” (2 Mak. 12:45) Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang yang sudah meninggal, dan membawakan doa terutama kurban Ekaristi untuk mereka, supaya mereka disucikan dan memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang yang sudah meninggal.

Kita dapat menolong jiwa-jiwa di api penyucian melalui pemberian silih, melalui doa-doa kita, doa rosario, doa kerahiman ilahi, perayaan Ekaristi, menerima salib-salib kehidupan, menerima macam-macam penderitaan, kesedihan, kekecewaan demi cinta kepada Allah, Adorasi Sakramen Mahakudus, perbuatan-perbuatan cintakasih yang sederhana dalam hidup sehari-hari yang dipersembahkan demi cinta kepada Tuhan, demi keselamatan jiwa-jiwa di api penyucian, dan pertobatan orang-orang berdosa. Misalnya kita menyanyikan lagu pujian kepada Allah dengan sepenuh hati, demi cinta kepada-Nya, dan demi pertobatan jiwa-jiwa yang sedang berada dalam keadaan berdosa, jiwa-jiwa yang tersesat, agar oleh rahmat-Nya mereka mampu berbalik kepada Allah. Kita bersyukur bahwa dalam Gereja Katolik, melalui penerimaan Sakramen Tobat, jiwa-jiwa yang berdosa diperdamaikan kembali dengan Allah.

Selama kita masih di dunia ini, kita terus-menerus diberi kesempatan untuk berkembang dalam cintakasih kepada Allah dan sesama sampai tiba saatnya Allah memanggil kita kepada kehidupan abadi. Allah berkata tentang wanita yang mengurapi kaki Yesus dengan air mata dan menyeka dengan rambutnya, “Dosanya yang banyak itu telah diampuni, karena ia banyak berbuat kasih.” (Luk. 7:47)

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting