User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

1. Pengantar

Dalam Kitab Suci baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, kita jumpai adanya orang-orang yang disebut sebagai imam. Siapakah mereka, dan apa yang mereka lakukan sebagai seorang imam? Kemuliaan imamat terletak dalam hal, bahwa imamat merupakan suatu perantaraan antara Allah dan manusia. Imamat adalah suatu karunia Allah bagi manusia. 


2. Imamat dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama seringkali dilukiskan betapa berbahayanya jika seseorang mendekati Allah. Dikatakan bahwa dengan memasuki wilayah ilahi berarti mati (lih. Kel 33: 20). Saat Musa turun dari bukit penampakan Allah dan masih hidup, umat Israel begitu terheran-heran, sehingga mereka pun berseru, “hari ini kita melihat Allah berbicara dengan manusia, dan ia masih hidup.” (Ul. 5 : 24) 

Hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupan bangsa Yahudi, terutama dalam perayaan silih. Mereka tidak berani menghadap Allah kecuali melalui wakil-Nya di dunia. Di sinilah kemudian muncul adanya aspek imam, yakni memasuki hadirat ilahi demi kepentingan umat. Imam menjadi wakil mereka untuk melaksanakan apa yang ingin mereka lakukan dan tidak bisa mereka lakukan, yaitu berhubungan dengan Yang Ilahi.

Imamat dalam Perjanjian Lama yang terkenal adalah imamat Harun, dan di mana selanjutnya seorang yang dapat ditahbiskan menjadi imam adalah mereka yang menjadi keturunan Harun. Bagi orang yang akan ditahbiskan menjadi imam harus dapat menunjukkan identitas yang jelas bahwa dia adalah keturunan dari Harun. Dan saat ia dapat membuktikan maka ia pun akan ditahbiskan menjadi imam. Jika tidak maka selama-lamanya orang itu tidak akan dapat menjadi imam. Seperti ketika bangsa Yahudi kembali dari pembuangan Babel ke Yerusalem, ada keluarga imam yang tidak dapat menunjukkan surat asal-usulnya dengan jelas. Oleh karena itu, maka mereka tidak dapat menjadi imam untuk selama-lamanya (Ezr. 2 : 61-63; Neh. 7 : 63-65). Jadi dalam hal ini garis keturunan menjadi sebuah syarat yang mutlak bagi mereka yang ingin menjadi imam. 

Selain garis keturunan yang jelas-jelas menjadi syarat utama dalam menentukan imam menurut peraturan Harun dalam Perjanjian Lama, maka sebenarnya masih ada banyak hal yang membuat seseorang tidak layak untuk menjadi imam. Beberapa hal tertulis secara terperinci dalam Imamat 21:16-23,

... setiap orang dari antara keturunanmu turun-temurun yang bercacat badannya, janganlah datang mendekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya, karena setiap orang yang bercacat badan tidak boleh datang mendekat: orang buta, orang timpang, orang yang bercacat mukanya, orang yang patah kakinya atau tangannya, orang yang berbongkol atau yang kerdil badannya atau yang bulat matanya, orang yang berkedal atau berkurap atau yang rusak buah pelirnya....... karena badannya bercacat janganlah ia datang dekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya....”

Jadi banyak syarat yang berkenaan dengan fisik seseorang. Dikatakan bahwa mereka yang cacat boleh saja memakan persembahan-persembahan kudus, namun untuk datang sampai ke tabir dan mezbah adalah suatu hal yang pantang karena dianggap akan melanggar kekudusan tempat kudus Allah. 

Sedangkan untuk upacara pentahbisan imam diuraikan dalam Imamat 8, dengan berbagai macam syarat pula: 

  • ia dibasuh dengan air dan melalui upacara itu ia dianggap suci
  • ia mengenakan 4 jenis pakaian imamat; celana lenan sepanjang lutut, sehelai jubah lenan panjang, sabuk baju efod untuk dadanya, dan serban tutup kepala
  • ia diurapi dengan minyak
  • ujung telinga kanannya, ibu jari kanannya, ibu jari kaki kanannya, dijamah dengan darah korban yang sudah disediakan lebih dahulu

Setiap bagian dari upacara itu sangat berpengaruh pada tubuh sang imam. Sekali ia ditahbiskan, ia harus mentaati begitu banyak pembersihan dengan air, pengurapan dengan minyak, juga harus memotong rambutnya dengan cara tertentu. Semua hal tersebut mengenai imamat Yahudi ini tergantung pada hal-hal lahiriah, sedangkan untuk watak, kemampuan, dan juga kepribadian tidak ada sangkut pautnya sama sekali. 

3. Imamat Perjanjian Baru

3.1. Imamat Menurut Peraturan Melkisedek

Imamat dalam Perjanjian Baru berbeda dengan imamat dalam Perjanjian Lama, yang diatur menurut peraturan Harun. Suatu peraturan yang amat terkenal yaitu imamat menurut peraturan Melkisedek sangatlah berbeda dengan peraturan Harun. Telah kita lihat beberapa hal yang menjadi dasar dalam penentuan seorang imam dalam Perjanjian Lama. 

Imamat yang didasari oleh peraturan Melkisedek tidak berpegang pada garis keturunan. Jika dulu orang Yahudi yang dapat menjadi imam adalah mereka yang terbukti keturunan dari Harun, maka peraturan Melkisedek tidaklah demikian. Syarat bukan lagi ditekankan pada garis keturunan. Kita tahu bahwa Melkisedek adalah seorang imam yang sering disebut-sebut dalam surat Ibrani. Dilihat dari keturunan, maka Melkisedek tidak mempunyai asal-usul, ia tidak berbapa dan tidak beribu (Ibr7:3). Pernyataan ini memang tidak lazim dalam Kitab Suci, memang dalam Kitab Suci tidak disebutkan asal-usul Melkisedek. Hal ini merupakan kebalikan dari kebiasaan dalam Kitab Kejadian yang sebenarnya sangat menonjolkan cerita asal-usul, namun nama Melkisedek muncul begitu saja tanpa asal-usul. Dan yang lebih lagi, bahwa ini merupakan kebalikan dari peraturan Harun mengenai imamat yang sepenuhnya tergantung pada garis keturunan. Inilah perbedaan pertama yang menonjol yaitu bahwa imamat menurut peraturan Melkisedek tidak tergantung pada garis keturunan, melainkan tergantung pada kualitas pribadi belaka. Imamat menurut Melkisedek didasarkan pada pribadi seseorang.

Ciri-ciri utama Melkisedek kemudian ditulis dalam Ibr. 7 : 1-3. Nama Melkisedek secara harafiah berarti Raja Kebenaran. Kata Salem artinya damai, maka Melkisedek diartikan sebagai Raja Damai. Karena kita tidak mengetahui asal-usulnya, kita tidak tahu kapan ia mulai dan mengakhiri imamatnya, kapan ia lahir dan mati, maka dapat kita katakan bahwa imamat Melkisedek berlangsung selama-lamanya. Dalam hal ini kita dapat menemukan lima sifat agung dari imamat Melkisedek:

  • suatu imamat kebenaran
  • suatu imamat damai
  • suatu imamat raja, karena Melkisedek adalah raja
  • suatu imamat yang bersifat pribadi dan bukan karena keturunan, karena Melkisedek tidak mempunyai asal-usul
  • suatu imamat yang abadi karena ia tidak lahir dan tidak mati, dan imamatnya tidak mempunyai awal dan akhir

Lalu di manakah letak keunggulan imamat Melkisedek dibandingkan dengan imamat Harun seperti dalam Perjanjian Lama? 

Untuk menjelaskan hal ini maka kita dapat melihat dari apa yang ditulis dalam surat Ibrani, di mana dikemukakan 2 hal dari cerita tentang Melkisedek yang ada dalam kitab Kejadian. Kisah itu yaitu ketika Abraham mempersembahkan sepersepuluh dari semuanya kepada Melkisedek (Kej 14:20). Kita tahu bahwa para imam dalam Perjanjian Lama juga memungut sepersepuluh sebagai persembahan. Namun di situ ada perbedaannya. Para imam Perjanjian Lama itu mengambil sepersepuluh dari kaum Yahudi, dan mereka melakukan pungutan itu sebagai pelaksanaan hukum. Sedangkan Melkisedek memungut persembahan sepersepuluh itu dari Abraham yang sama sekali tidak ada hubungan darah dengan Melkisedek. Malahan sebenarnya Abraham adalah pendiri kaum Yahudi. Kemudian Melkisedek memungut sepersepuluh itu bukan dari wewenang hukum, melainkan atas dasar wewenang pribadi yang tak dapat diragukan. Maka dengan alasan seperti ini menempatkan Melkisedek jauh di atas imamat biasa.

Kemudian cerita selanjutnya yaitu ketika Melkisedek memberkati Abraham (Kej 14:19-20). Kita tahu bahwa biasanya atasanlah yang akan memberkati bawahannya. Dengan alasan itu maka dapat dikatakan bahwa Melkisedek berada di atas Abraham. Lalu kita tahu bahwa Abraham adalah leluhur bangsa Yahudi, pendiri bangsa yang besar itu. Kalau Abraham sebagai bapa bangsa Yahudi berada di bawah Melkisedek, maka tentulah para imam Yahudi berada jauh di bawah Melkisedek. Imamat Melkisedek menempati kedudukan yang lebih tinggi dari imamat yang lainnya. Jadi dari kedua cerita di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa imamat Melkisedek ini bukanlah imamat biasa, ia lebih tinggi dari semua imamat yang pernah ada, dia membawahi imamat-imamat yang lainnya. 


3.2. Imamat yang baru

Oleh karena imamat yang lama belum dapat membawa manusia ke hadirat Allah, maka diperlukan suatu imamat yang baru. Imamat yang baru ini telah dijanjikan oleh Tuhan kepada umat-Nya karena sebenarnya imamat Lewi belumlah sempurna (Ibr 7:11).

Jika menuruti hukum Perjanjian Lama atau peraturan Harun, maka semua imam haruslah merupakan keturunan Harun, berasal dari suku Lewi. Namun imam yang baru ini bukanlah dari suku Lewi, Ia adalah orang Yehuda. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sistem yang lama telah diubah. Suatu pembaharuan telah datang. Dan inilah imamat yang baru itu:

  • imamat yang baru adalah untuk selama-lamanya (Ibr 7:15-19). Dulu para imam akan mati dan tidak ada yang tetap, namun sekarang telah datang seorang imam yang hidup selama-lamanya
  • imamat yang diperkenalkan dengan sumpah Allah sendiri. Dalam Mazmur 104:4 dikatakan, “Tuhan  telah bersumpah dan Ia tidak akan menyesal : Engkau adalah imam untuk selama-lamanya menurut Melkisedek.” Dengan perkataan ini kita dapat menyimpulkan bahwa imamat yang baru ini merupakan sesuatu yang luar biasa, yang lain dari pada biasanya, karena tidak mudah Allah mengucapkan sumpah jika bukan suatu hal yang luar biasa.
  • Imam yang baru tidak  mempersembahkan korban untuk diri-Nya sendiri (Ibr. 7 : 27). Imam lainnya biasanya mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri terlebih dahulu sebelum ia berbuat begitu untuk dosa umat. Namun Imam yang baru adalah yang tak berdosa, Ia tidak mempersembahkan korban bagi diri-Nya sendiri
  • Imam yang baru tidak perlu mengulang-ulang persembahan korban-Nya (Ibr. 7 : 27). Ia mempersembahkan satu korban yang sempurna dan itu telah membuka jalan menuju Allah untuk selamanya.

3.3. Yesus Sang Imam Baru

Dengan segala yang dipaparkan dalam surat Ibrani mengenai suatu imamat yang baru, dan imamat yang didahului dengan sumpah Allah sendiri, maka Yesuslah yang akhirnya menjadi satu-satunya Imam Besar yang baru yang melampaui segala imam yang pernah ada. Yesus menjadi Imam Besar berdasarkan ketetapan Allah. “Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.” (Ibr 5:10) “Tidak seorang pun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti terjadi dengan Harun.” (Ibr 5:4) “Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya, ‘Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini’, sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain, “Engkau adalah imam untuk selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek.” (Ibr. 5 : 5-6)

Yesus sebagai seorang Imam Besar dapat kita uraikan dalam beberapa pokok pemikiran yang akan semakin memperjelas imamat baru ini.

  • Yesus adalah Imam Besar, yang imamat-Nya tidak tergantung pada hak keturunan, melainkan hanya pada diri-Nya sendiri
  • Yesus adalah Imam Besar yang hidup untuk selama-lamanya
  • Yesus adalah Imam Besar yang tanpa dosa dan tidak pernah memerlukan persembahan korban untuk dosa-Nya sendiri
  • Yesus adalah Imam Besar yang dalam mengorbankan diri-Nya sendiri telah mempersembahkan korban yang sempurna, yang satu kali untuk selama-lamanya membuka jalan kepada Allah. Maka tidak perlu ada persembahan korban lagi.

Jika tadi dikatakan bahwa imamat yang lama belumlah sempurna karena belum dapat membawa manusia bersatu dengan Allah, maka lain halnya dengan imamat baru ini. Yesus Sang Imam Agung dapat melakukan apa yang tak pernah dapat dilakukan oleh imamat yang lama. Yesus membawa manusia kepada Allah. 

Manusia selama ini selalu terhalang oleh segala ketakutan yang ada untuk datang kepada Allah. Dalam pikiran manusia seringkali timbul gagasan bahwa Allah itu menakutkan dan tidak mudah untuk didekati, manusia seringkali ragu-ragu untuk membawa diri kepada Allah karena sudah ada suatu gambaran yang menakutkan tentang Allah. Itu yang terjadi sekian lama yang tidak pernah dapat diselesaikan oleh para imam Yahudi.

Yesus datang untuk menghancurkan semua gambaran menakutkan tadi. Yesus datang untuk memperlihatkan kepada manusia kasih lembut yang dimiliki oleh Allah sebagai Bapa. Yesus memperkenalkan Allah kepada manusia sebagai seorang Bapa yang penuh kasih, perhatian, dan tidak perlu ditakuti. Yesus telah menjembatani hubungan manusia dengan Allah yang terpisah jauh. Melalui Yesus Sang Imam Besar kita disadarkan bahwa Allah sungguh menginginkan kita kembali kepada-Nya bukan untuk dihukum melainkan untuk diperbaharui, disambut oleh tangan kasih-Nya. Yesus telah membuka selubung yang ada di hadapan kita selama ini, dan membuat kita berani datang kepada Allah sebagai seorang anak datang kepada Bapanya. 

Yesus Sang Imam Besar juga menghancurkan segala rintangan dan hambatan yang ada di antara manusia dengan Allah yaitu hambatan dosa. Dengan persembahan kurban sempurna saat Dia memberikan diri-Nya wafat di atas kayu salib, maka rintangan yang besar pun dipatahkan. Oleh karena pengurbanan-Nya maka dosa-dosa kita pun tertebus, rasa takut akan Allah menjadi sirna, dan yang ada adalah suatu jalan yang terbentang lebar yang akan membawa kita menuju kepada Allah.

Kita mengetahui bahwa imamat yang baru ini telah ditetapkan dengan sumpah, maka Yesus Sang Imam Baru telah menjadi suatu jaminan bagi perjanjian yang baru, yaitu suatu jenis persekutuan yang baru antara Allah dan manusia. Perjanjian yang lama didasarkan pada ketaatan dan hukum, sedangkan perjanjian yang baru ini didasarkan atas kasih dan pengurbanan Yesus yang sempurna. Jika perjanjian yang lama didasarkan atas usaha dan apa yang dicapai manusia, maka perjanjian yang baru ini didasarkan atas kasih Allah sendiri. 

Yesus sebagai Imam Besar yang baru jauh lebih unggul daripada imam-imam yang lain karena imamat-Nya yang tetap selama-lamanya. Imamat yang lama tidak ada yang tetap. Mereka yang menjadi imam akan meninggal dan harus ada yang menggantikannya. Akan tetapi lain dengan imamat Yesus ini karena tidak pernah berakhir dan tidak perlu ada pengganti. Imamat Yesus adalah sesuatu yang tidak pernah dapat diambil dari pada-Nya, sesuatu yang tidak dapat dimiliki oleh orang lain, suatu hal yang tetap lestari seperti hukum kodrat alam semesta. Yesus adalah jalan satu-satunya kepada Allah dan senantiasa tidak akan pernah berubah. 

Jadi imamat baru ini adalah misteri abadi dalam Allah, yang ditetapkan untuk mendamaikan, mempersatukan, dan memuliakan seluruh ciptaan dalam diri Putera-Nya. Yesus, Imam Besar itu hadir dan memasuki sejarah hidup manusia di dunia ini ketika Maria mulai mengandung-Nya. Sejak saat itu imamat agung ini tak pernah lagi berkesudahan. Di surga, Yesus tetaplah sebagai Imam Agung kita yang berdoa bagi kita di tahta kemurahan Allah. Sedangkan di dunia imamat agung Yesus itu dibagikan kepada manusia melalui Sakramen Imamat. 


4. Imamat umum

Yesus juga yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan imam-imam bagi Allah. “Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” (Kel. 19:6) Yesus memberi kita hak kerajaan dan Ia menjadikan kita anak-anak Allah yang sejati. 

Yesus menjadikan kita imam-imam. Apa maksudnya? Kita tahu bahwa dalam peraturan lama hanya imam yang mempunyai akses kepada Allah. Pada saat seorang laki-laki Yahudi memasuki Bait Suci, ia boleh memasuki ruang orang bukan Yahudi, ruang kaum perempuan, ruang kaum Israel, dan berhenti di sana. Ia tidak boleh memasuki Ruang Kaum Imam, tidak boleh mendekati Ruang Mahakudus. Lalu dalam penglihatan mengenai masa agung yang akan datang, Yesaya mengatakan, “Kamu akan disebut imam Tuhan.” (Yes. 61:6) Dalam masa itu setiap orang akan menjadi imam dan mempunyai akses langsung kepada Allah. Inilah yang dimaksudkan bahwa kita dijadikan sebagai imam-imam. Karena Yesus, maka jalan menuju Allah telah terbuka, dan keimamam menjadi milik semua orang. Dengan berani kita menghampiri tahta kasih karunia (Ibr. 4:16), karena bagi kita tersedia jalan yang baru dan yang hidup untuk memasuki hadirat Allah (Ibr. 10 : 19-22). “... kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri.....” (1 Ptr. 2:9) 

Imamat dalam Gereja Katolik mempunyai peranan yang sangat penting. Imamat yang baru yang dibawa oleh Yesus telah menghantar kita ke dalam suatu kebahagiaan abadi yang ada dalam diri-Nya. Dalam Gereja saat ini para imam juga melakukan tugas imamat Yesus itu untuk membawa umat masuk ke dalam persatuan yang bahagia dengan Sang Imam Agung. Tugas imamat ini adalah suatu tugas cintakasih, suatu pelayanan seperti yang dikatakan sendiri oleh Yesus, “Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.” (Mt. 20:28; Mk. 10:45)

Pelayanan seperti ini ditanamkan oleh Yesus dalam Gereja-Nya, di mana kita semua ini adalah anggota Tubuh Kristus. Sebagai anggota kita pun ikut serta dalam setiap tugas dan karya dari semua anggota yang lain. Dan inilah imamat yang disebut imamat umum. Tiap anggota dipanggil untuk melayani anggota Tubuh Kristus supaya seluruh Tubuh Agung itu berkembang ke arah kesempurnaan dalam Kristus. Selain itu juga semua anggota Tubuh Kristus dipanggil untuk melayani umat manusia yang belum dipersatukan dengan Kristus. Di sinilah tugas yang luhur itu dilakukan yaitu untuk membawa seluruh dunia bersatu di dalam Kristus. 

Akan tetapi di samping kita sebagai anggota Tubuh Kristus menjalankan tugas imamat umum ini, maka ada juga di dalam Gereja orang-orang yang secara khusus ditahbiskan menjadi imam. Mereka inilah yang akan lebih intensif menjalankan martabat imamat Yesus. Mereka inilah yang akan membantu umat untuk dapat sampai kepada Sang Imam Agung. 


5. Penutup

Yesus Sang Imam Agung yang baru telah datang untuk memberikan suatu pembaharuan dalam kehidupan kita, dan kedatangan-Nya telah meruntuhkan semua penghalang antara manusia dengan Allah. Maka sungguh patutlah kita bersyukur atas segala kebaikan Sang Imam Agung yang telah membawa kita kepada suatu kehidupan baru yang penuh sukacita, kehidupan baru yang dipenuhi oleh kasih Allah.

Kita bersyukur karena kita adalah orang-orang yang dikasihi-Nya, dan untuk itulah kita juga mau ikut ambil bagian dalam karya imamat Kristus.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting