Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Para Martir dari Inggris

Henry VIII, raja Inggris yang terkenal kejam itu, memisahkan Gereja di Inggris dari Roma, sebab Sri Paus tidak bersedia mengesahkan perceraiannya dengan istrinya yang pertama. Ia lalu mengangkat dirinya menjadi kepada Gereja Inggris. Ia menuntut supaya semua pihak mengakuinya sebagai Kepala Gereja. Mereka yang membangkang diancam hukuman mati. Mula-mula sedikit saja yang menentang raja seperti John Fischer, uskup yang diangkat menjadi Kardinal ketika berada di penjara; lalu Thomas Moore, kanselir dan sastrawan. Pertama-tama John Houghton, Abbas biara Kartus London, dan Lincoln, bersama dengan 18 rahibnya dan imam-imam projo dibunuh dengan kejam.

Tidak kurang dari 950 biara ditutup dan segala harta miliknya disita oleh raja yang menginginkan tanah dan milik gereja itu. Puluhan gedung Gereja dihancurkan. Di bawah pemerintahannya, Henry membunuh dua dari enam orang istrinya, dan 50 martir menemui ajalnya. Penganiayaan yang lebih kejam lagi dilakukan oleh putrinya Ratu Elisabeth I. Ia tegas-tegas menuntut agar diakui sebagai kepala Gereja Inggris (1559). Semua uskup dipenjarakan dan rakyat dipaksa mengikuti ibadat Angilkan. Sekalipun Elisabeth begitu kejam, namun dari 188 martir waktu itu tidak satu pun yang tidak loyal terhadap dia sebagai ratu. Sungguhpun demikian ratu memerintahkan bawahannya supaya menyiksa mereka dengan cara-cara paling ngeri dan tidak berperikemanusiaan. Semua imam ditangkap dan dibunuh dan orang-orang awam yang memberi penginapan kepada mereka digantung. Akan tetapi ancaman ini tidak berhasil mencegah banyak pemuda Inggris yang berani mengungsi ke daratan Eropa dan belajar teologi, lalu pulang ke negerinya untuk melayani umat. Setiap gerak langkah mereka dibuntuti oleh dinas Intelejen ratu, sehingga sesudah beberapa tahun mereka ditangkap, disiksa, digantung dan sebelum mati dipotong untuk dicincang-cincang.

Di antara mereka dikenal Edmund Campion SJ (pesta: 1Des), yang ketika menjadi mahasiswa pernah mengelu-ngelukan ratu dengan sajak pujian di Universitas Oxford; Cuthbert Mayne Pr yang disalahkan karena membawa surat Paus ke dalam negeri. Margaret Clitherow ditindih dengan batu besar sampai mati, karena memberikan penginapan kepada seorang imam dan tidak mau membocorkan nama imam itu kepada polisi; P. Robert Southwll SJ (pesta: 1Des), penyair dan imam yang disekap dalam kandang penuh tahi dan kotoran sesudah disiksa selama 4 hari.

Ayahnya yang Protestan itu segera meminta kepada ratu agar selekasnya menghukum mati anaknya. Kadang-kadang para martir di bunuh dalam sel penjara yang sudah penuh sesak dan tak pernah boleh dibersihkan itu. Mereka tidak boleh keluar barang sebentarpun untuk memenuhi kebutuhannya. Jarum-jarum ditusukkan di bawah kuku Aleksander Braint SJ (pesta: 1Des), supaya mengkhianati imam-imam temannya. Bruder Nikolaus Owen SJ (pesta: 1Des), yang dipanggil ‘Little John’, disiksa dengan kejam sekali karena pandai membuat tempat-tempat persembunyian bagi para imam. Lagi pula ia tidak mau membocorkan nama para imam maupun tempat mereka bersembunyi. Richard Gwyn, seorang awam dan guru, dibunuh dan menjadi martir pertama di Wales. Filip Howard, bangsawan pengiring ratu, bertobat karena menyaksikan keberanian dan kepandaian Edmund Campion di depan pengadilan. Ia sendiri kemudian ditangkap dan meringkuk selama 10 tahun di Tower London, sampai akhirnya diracuni atas perintah ratu yang mengingikan kekayaannya. Roger Wrenno, seorang penenun kain, digantung pada tahun 1616 di Lancaster. Namun talinya putus, sehingga ia terjatuh. Ketika sadarkan diri, pendeta-pendeta mendesaknya supaya murtad saja. Tetapi Roger dengan cepat naik tangga lagi dan meminta algojo supaya memasang tali yang lebih kuat. Ketika ditanya mengapa ia begitu buru-buru, Roger menjawab: “Seandainya anda melihat apa yang baru saya lihat, anda pasti juga ikut terburu-buru.” Ia telah melihat cahaya Ilahi menantikan kedatangannya. Anna Line, seorang janda, sewaktu dipenggal berseru: “Alangkah baiknya seandainya saya memberi penginapan kepada seribu orang imam daripada kepada seorang saja.” Sampai masa pemerintahan Charles II, darah dari 78 martir masih disemburkan karena berpegang teguh pada iman dan ajaran Katolik. Baru seusai pembunuhan atas uskup Oliver Plunket dari Irlandia (1681), penganiyaan yang ganas mengendor. Gereja Inggris bangga atas begitu banyak putra-putrinya yang berani melawan diktator raja-raja dan parlemen. Sejumlah 192 martir sudah dinyatakan ‘Kudus’ secara resmi oleh Gereja sampai tahun 1965

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting