User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

5.  Tanggung Jawab atas Pembaruan Karismatik

Sebagai pelayan-pelayan Kristus kita juga bisa lepas dari tanggung jawab kita atas pembaruan karismatik pada umumnya dan di tempat kita khususnya. Dari satu pihak kita harus berusaha supaya pembaruan itu berkembang secara posotif, dan dari pihak lain juga berusaha menghilangkan penghambat-penghambatnya, khususnya yang datang dari pihak itu sendiri.      

Di samping segala kesukaran yang telah dibahas di atas, kita sendiri harus pula mawas diri, karena sadar, karena kita pun mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, juga dalam pembaruan itu sendiri. Di Indonesia pembaruan itu sudah cukup meluas, namun hambatan dan perlawanan juga masih banayk sekali. Hal itu sebagian juga karena disebabkan oleh kita sendiri. Menghadapi situasi seperti ini, kita, para pelayan (saya lebih suka memakai istilah pelayan daripada pemimpin, karena kita harus melayani seperti Kristus) pembaruan karismatik, harus juga mawas diri. Dengan jujur kita sendiri harus mawas diri dalam hal apakah kita telah bersalah, sehingga pembaruan itu tidak diterima. Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa, tetapi baiklah kita juga berusaha memperbaiki apa yang menjadi sandungan bagi saudara kita yang lain. Pada hemat saya ada beberapa hal yang harus sungguh-sungguh mendapat perhatian kita  a.l:          

5.1.  Kekatolikan Pembaruan Karismatik

Karena pengaruh ekumene yang tidak sehat, tokoh-tokoh karismatik tertentu memberikan batu sandungan kepada umat, karena mereka de facto meremehkan dan bahkan berbicara dengan nada menghina Bunda Maria. Karena pengaruh ekumene mereka tidak bisa lagi menghargai Bunda Maria dan sakramen-sakramen. Khususnya dalam sakramen tobat, orang mengatakan, “Mengapa harus mengaku pada pastor, kan dia juga hanya orang yang berdosa? Lebih baik aku langsung kepada Allah saja!” Celakanya tokoh-tokoh inilah yang sering berkeliaran di seluruh Indonesia membawa nama karismatik, dan dengan demikian merusak nama karismatik itu sendiri.

5.2.  Menyadari Keterbatasan Ungkapan Kultural Karismatik

Dalam pembaruan karismatik kita harus dapat membedakan intinya dari ungkapannya yang lebih bersifat kultural dan terbatas oleh suatu kebudayaan tertentu. Perlahan-lahan terciptalah suatu kebudayaan rohani tertentu yang menjadi ungkapan pembaruan itu. Inti pembaruan karismatik sesungguhnya ialah apa yang dapat kita sebut dengan istilah “Hidup dalam Roh”, yaitu suatu pengalaman nyata akan kehadiran dan kuasa Roh Kudus yang memimpin hidup kita. Ungkapannya yang bersifat kultural dan karenanya juga terbatas ialah a.l. tepuk tangan, jargon-jargon tertentu, dan lain sebagainya. Pengalaman itu tentu saja akan membawa nada-nada tersendiri dan kadang-kadang juga ikut menciptakan ungkapan kultural, namun tidak identik dengan ungkapan tersebut. Kalau kita tidak dapat membedakan antara inti dan ungkapannya yang terbatas, kita berada dalam bahaya akan memutlakkan hal-hal tertentu yang bersifat kultural saja. Dengan demikian tanpa dikehendaki kita justru ikut menghambat perkembangan pembaruan itu sendiri.

5.3.     Kritik yang Destruktif terhadap Gereja

Sering kali orang-orang tertentu melancarkan kritik dengan nada sombong terhadap Gereja, seolah-olah tidak ada Roh Kudus lagi dalam Gereja Katolik kecuali di antara para karismatik saja. Ada yang dengan sombong mengatakan, bahwa imam-imam yang bukan karismatik tidak mempunyai Roh Kudus. Hal itu sangat menyakitkan hati pihak lain dan jelas ucapan seperti itu, walaupun diucapkan oleh orang yang menamakan dirinya karismatik, bukanlah dari Roh Kudus asalnya. Memang harus diakui bahwa banyak hal yang masih belum memuaskan dalam Gereja. Namun marilah kita mengubah situasi bukan dengan kritik tajam dan destruktif melainkan dengan penghayatan iman kita yang rendah hati dan pertisipasi kita secara konstruktif dalam kehidupan Gereja lokal di mana Allah menempatkan kita. Dengan partisipasi yang konstruktif kita membuktikan bahwa memang Roh Allahlah yang menjiwai kita.

5.4.  Menyadari Tujuan dengan Jelas

Dalam pembaruan kita harus selalu sadar akan tujuan yang ingin kita capai, yaitu pembaruan hidup kristiani kita. Tujuan pembaruan bukanlah untuk memperoleh karunia-karunia Roh Kudus, walaupun itu sangat penting dalam pelayanan kita, namun itu bukan tujuan. Tujuannya ialah pembaruan hidup kita seluruhnya sehingga seluruh hidup kita berada dalam kuasa Roh Allah. Bila kita sadar akan tujuan tersebut dan betapa kita masih jauh dari cita-cita tersebut, kita akan menjadi rendah hati dan penampilan kita juga akan semakin menarik bagi orang lain.

5.5.  Mencari Dasar Teologi yang Kuat dan Sehat

Ada juga yang dengan sombong mengatakan, bahwa segala filsafat dan teologi yang dipelajarinya dahulu sama sekali tidak berguna. Mungkin tidak berguna bagi dia pribadi karena ia mempelajarinya secara salah, tetapi bisa amat berguna bagi orang lain, bila dipelajari secara benar. Saya seorang doktor teologi dan saya bersyukur kepada Allah karena teologi yang telah saya pelajari dan tetap saya pelajari sangat membantu saya untuk berkembang dalam pembaruan karismatik. Teologi menunjukkan jalan yang benar kepada Allah dan juga membantu mengontrolnya supaya tidak menyimpang. Namun harus segera saya tambahkan bahwa teologi saja, tanpa iman, tidak membantu mengantar orang kepada Allah sebab teologi tanpa iman tidak ubahnya dengan tubuh tanpa jiwa. Sayang sekali, bahwa ada teologi yang bukannya menolong iman, melainkan justru merongrongnya. Tapi kalau demikian yang salah bukan teologi sebagai teologi, melainkan teologi yang diselewengkan. Sebaliknya, teologi yang sehat membantu kita tumbuh dan berkembang dalam iman, sehingga hidup kita semakin berkenan kepada Allah. Karena itu sebenarnya kita selalu membutuhkan teologi yang sehat jika kita jumpai penyelewengan Jim Jones, Charles Manson, dan lain sebagainya yang berakibat tragis sekali.

Pembaruan Karismatik Katolik di Indonesia pada umumnya kurang bersandar pada teologi yang sehat dan kuat. Karena itu seringkali tujuan pembaruan itu sendiri menjadi kabur bagi para pengikutnya sehingga orang kadang-kadang lebih mencari dan mengutamakan hal-hal yang tidak hakiki daripada yang hakiki. Oleh sebab itu perlu adanya pengertian yang jelas tentang tujuan hidup kristen kita. Banyak kekurangan-kekurangan yang tersebut di atas, yang juga disebabkan oleh kurangnya dasar teologi yang sehat dan kuat.

Akhirnya semoga uraian ini mendorong kita semua untuk mawas diri yang sehat untuk menyingkirkan hal-hal yang kurang sehat yang ada dalam pembaharuan itu sendiri serta menciptakan pembaruan yang sungguh-sungguh sehat, sungguh-sungguh katolik, tetapi sungguh-sungguh karismatik. Dengan demikian kita akan seumpama seorang yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya (bdk. Mat 13:52). Kekayaan rohani Gereja Katolik yang begitu besar, yang dewasa ini masih terpendam dan kurang dimanfaatkan akan dapat mengalami suatu semarak baru melalui dan dalam pembaruan karismatik ini. Amin.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting