User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 

Banyak yang mengatakan, "Apa sih untungnya kalau mau menjadi murid Kristus?" Untungnya? Banyak sekali. Salah satunya bahwa dengan menjadi murid Kristus kita memperoleh suatu kehidupan yang baru, menjadi bangsa yang baru, seperti dikatakan St. Petrus, "Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, ..." (1Ptr 2:9). Sadarkah Anda akan martabat Anda yang begitu besar sebagai bangsa yang terpilih dan imamat rajani?


Seringkali kita—orang-orang Katolik/Kristen—kurang menyadari martabat yang indah dan agung yang telah menjadi milik kita. Akibatnya, kita juga kurang menghargainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kita mau bersama-sama melihat apa sebenarnya yang menjadi panggilan kita sebagai orang Kristen dan apa martabat kita di hadapan Allah.

Dalam Kel 19:2-6 Allah mengatakan kepada bangsa Israel, "Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus" (Kel 19:6). Ini dikatakan Tuhan kepada bangsa Israel bukan karena mereka adalah bangsa yang besar: “Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa mana pun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu -- bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?” (Ul 7:7). Memang pada kenyataannya bangsa Israel itu bangsa yang kecil sekali jika dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Bisa diumpamakan negara lain adalah bangsa gajah dan Israel adalah bangsa semut. Gajah itu besar dan semut itu kecil sekali. Akan tetapi, yang ajaib justru bangsa yang semut tadi yang dipilih oleh Allah, dan yang lebih ajaib lagi semut ini bisa mengalahkan gajah. Kita perlu menyadari ini, karena kita—oleh St. Paulus—disebut sebagai pewaris dari Israel. Kita adalah Israel rohani maka kita juga mewarisi kerajaan ini. Oleh karena itu, panggilan kita sebagai orang Kristen yang paling pokok dan indah ialah bahwa kita semua dipanggil untuk menjadi murid-murid Kristus.

Ketika Yesus bangkit dari antara orang mati, Ia memberikan perintah kepada murid-murid-Nya, “Karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat 28:19-20). Perintah Yesus kepada murid-murid-Nya bukan sekedar supaya mereka membaptis. Memang pembaptisan adalah tanda pertobatan dan tanda iman menghapus segala dosa, tetapi apa gunanya dibaptis hari ini dan besok berbuat dosa lagi. Ini tidak ada artinya. Maka, Yesus mengatakan, "Jadikanlah semua bangsa murid-Ku" (Mat 28:19).

Sebelum kebangkitan, Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan" (Mat 10:7-8), lalu sesudah kebangkitan-Nya dan sebelum naik ke surga Yesus masih memberikan pesan, "Jadikanlah semua bangsa murid-Ku" (Mat 28:19). Jadi, kita semua—yang percaya kepada nama Yesus Kristus—dipanggil menjadi murid Yesus. Coba bayangkan “Anda adalah murid Yesus!” Apakah kenyataan ini tidak hebat? Kadang-kadang ada orang merasa bangga karena menjadi murid seorang profesor/doktor. Kenapa menjadi murid Yesus tidak merasa bangga? Seharusnya kita merasa bangga menjadi murid Yesus Kristus, Anak Allah sendiri. Mungkin kita tidak bangga karena tidak sadar akan hal ini, atau mungkin karena kita tidak menjadi murid Yesus, melainkan hanya menjadi “penonton dari luar”.

Tahukah Anda bahwa kata “murid-murid Yesus” disebut sampai 250 kali dalam Kitab Suci. Jadi, istilah murid atau realitas para murid di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru itu begitu penting sehingga berkali-kali disebutkan. Para pengikut Yesus kadang-kadang disebut “murid-murid” atau “murid-murid Tuhan” (misalnya dalam Kisah Para Rasul) karena “murid” mempunyai arti yang lebih dalam. Kita menjadi murid setelah kita percaya kepada Yesus dan dibaptis. Pembaptisan adalah ungkapan/pernyataan dari iman dan kepercayaan kita bahwa kita menerima Yesus. Oleh karena itu, syarat pertama untuk dibaptis adalah percaya. Siapa percaya dan dibaptis akan diselamatkan. Jadi, sekedar dibaptis saja tidak ada artinya, karena yang menguduskan dalam pembaptisan bukan airnya atau caranya, tetapi imannya.

Yesus berkata, "Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (Mat 28:19), tetapi dewasa ini ada orang-orang yang mengatakan, “Kalau kamu belum dibaptis selam kamu belum Kristen”. Menurut mereka, baptisan yang tidak dengan cara diselam itu tidak sah dan tidak benar. Ini omong kosong. Kita tahu dan percaya bahwa Paus adalah orang Kristen, padahal dia tidak pernah dibaptis selam. Coba bayangkan kalau baptisan harus dengan cara diselam supaya sah: hanya Yohanes yang membaptis di sungai Yordan, Yesus tidak pernah membaptis di sungai Yordan. Dan, kalau orang Rusia dibaptis di sungai pada musim dingin, keluar dari sungai bisa-bisa sudah menjadi mayat. Selain itu, apakah orang-orang yang dibaptis selam menjadi kudus seperti Mother Theresa yang tidak pernah dibaptis selam? Bukan airnya yang menguduskan, maka biarpun diselam beberapa kali yang bersih cuma badannya, jiwanya tetap kotor.

Ada suatu cerita menarik, di suatu kota kecil ada seorang pendeta yang fanatik sekali. Semua orang di sana dipaksa untuk menerima Yesus dan dibaptis selam. Ketika ada seorang ibu yang tidak mau dibaptis selam, beberapa orang yang tegap membawa ibu tadi ke sungai dan dibaptis. Waktu diselam ibu itu ditanya, "Kamu percaya atau tidak?" Karena menjawab "Tidak", ibu tersebut diselam lagi. Namun, ketika ditanya lagi, "Kamu percaya atau tidak?", ia tetap menjawab, "Tidak." Maka, untuk ketiga kalinya ia diselam lagi dengan lebih lama, sampai ia tidak bisa bernafas. Lalu, pendetanya bertanya, "Kamu percaya atau tidak?" Ibu itu pun menjawab, "Percaya." Pendeta bertanya lagi, "Percaya apa?" Ibu tadi menjawab, "Percaya bahwa kamu gila!"

Saudara yang terkasih, bukan airnya yang menguduskan. Jika Anda saya rendam sepuluh kali di sungai, Anda pasti belum menjadi Kristen. Baptisan adalah tanda bahwa kita mau menerima Yesus Kristus. Jadi, air merupakan suatu lambang, sedang yang menguduskan adalah iman dan kepercayaan. Dan, jika hanya baptisan selam yang sah, maka Mother Theresa, St. Theresia, Padre Pio, Paus, semua orang suci, dan Anda adalah orang-orang kafir.

Setelah kita percaya dan dibaptis, kita dijadikan murid Yesus. Dibaptis juga merupakan suatu penyerahan kepada Tuhan Yesus. Kita masing-masing dipanggil oleh Allah untuk menjadi murid Kristus, bukan menjadi murid Lucifer (kepala iblis). Anda dipanggil, dikeluarkan dari kuasa kegelapan, untuk masuk ke dalam kerajaan Allah.

St. Paulus mengatakan, "Sebab di dalam Dia (Yesus) Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan" (Ef 1:4). Allah telah memilih kita! Yakinkah Anda bahwa Anda dipilih Allah? St. Petrus mengatakan, “... di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari” (2Ptr 3:8). Artinya, bagi Allah tidak ada masa lampau maupun masa yang akan datang. Bagi Allah semuanya hadir saat ini. Kita yang sekarang ini hidup, hidup dalam waktu. Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan dan kita dipilih bukan untuk berbangga-bangga atau menyombongkan diri, melainkan “supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Ef 1:4). Inilah martabat kita, supaya dengan demikian kita bisa menjadi bangsa yang terpilih. Ini adalah suatu panggilan dan kalau Allah memanggil maka Dia juga akan memberikan kemampuan dan sarana untuk dapat melaksanakan apa yang diminta-Nya. Untuk itu Ia mengutus Roh Kudus-Nya.

Karena kita menjadi murid-murid Yesus, maka Yesus juga akan menjaga dan melindungi kita secara istimewa. Dalam Yoh 10:29 Yesus mengatakan, “Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa." Luar biasa bahwa Anda diberikan oleh Bapa kepada Yesus. Jika kita tetap percaya dan bersandar pada-Nya, tak ada yang dapat merebut kita dari tangan Tuhan. Maka St. Paulus berkata, “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Rm 8:35). “Tidak” (bdk. Rm 8:39). Hanya satu yang bisa memisahkan kita dari Allah, tetapi yang satu ini pun tergantung dari keputusan/persetujuan kita sendiri, yaitu: dosa. Bukan dosa-dosa kecil, melainkan dosa maut (dosa-dosa besar). Namun, dosa-dosa kecil juga bisa melemahkan. Orang bisa membunuh tubuh kita, tetapi tidak bisa membunuh jiwa kita. Bagi murid Yesus: kalau dia hidup, dia hidup bagi Kristus, dan kalau dia mati, dia bersatu/berkumpul bersama Kristus. Karenanya dia tidak bisa dipisahkan dari Kristus. Seandainya badannya dipisahkan sementara pun, jiwa kita akan tetap dalam Allah selamanya.

Banyak yang mengatakan, "Apa sih untungnya kalau mau menjadi murid Kristus?" Untungnya? Banyak sekali. Salah satunya bahwa dengan menjadi murid Kristus kita memperoleh suatu kehidupan yang baru, menjadi bangsa yang baru, seperti dikatakan St. Petrus, "Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, ..." (1Ptr 2:9). Sadarkah Anda akan martabat Anda yang begitu besar sebagai bangsa yang terpilih dan imamat rajani?

Anda termasuk kaum imam, artinya bahwa kita semua, sebagai murid-murid Kristus, mengambil bagian dalam imamat Yesus Kristus sendiri. Dalam arti tertentu Anda adalah imam-imam Allah di hadapan Kristus. Hal ini tidak berarti Anda naik ke altar dan mempersembahkan misa. Ini soal lain. Ada imamat yang disebut imamat umum. Kita adalah imam karena kita mengambil bagian di dalam imamat Yesus sendiri. Imam artinya pengantara antara Allah dan manusia. Anda diberi bagian pada imamat Kristus mengandung arti sebagaimana Kristus bisa berdoa kepada Bapa untuk umat manusia, demikian juga Anda. Karena Anda mengambil bagian dari rahmat Yesus Kristus, Anda juga bisa berdoa kepada Allah untuk orang lain, maupun untuk diri Anda sendiri. Sedangkan mereka yang kita sebut para imam yang terpilih secara khusus, mereka mengambil bagian dalam Kristus sebagai kepala Gereja yang mempunyai tugas khusus tadi. Itulah perbedaannya.

Di antara para murid Yesus ada perbedaan-perbedaan: ada kelompok inti yang hanya terdiri dari tiga orang. Ketiga orang ini—Petrus, Yohanes, dan Yakobus—selalu diajak oleh Yesus ke mana-mana. Oleh St. Paulus, kelompok ini disebut soko guru atau tiang-tiang penopang. Ada kelompok/lingkaran yang lebih besar: dua belas rasul, yaitu orang-orang yang diandalkan Yesus. Ada lagi murid-murid yang lebih banyak yang disebut tujuh puluh murid, tetapi sebenarnya tidak terbatas tujuh puluh, walaupun mereka juga disebut khusus. Dan, masih ada banyak lagi murid yang lain, di antaranya ada yang disebut “orang banyak”. Kita semua dipanggil untuk menjadi murid Yesus Kristus, tentu bukan bagian dari para rasul yang kedudukannya sangat istimewa dan khas bagi mereka. Sekarang para rasul dilanjutkan oleh para uskup, dalam kesatuan dengan uskup Roma, yaitu Paus sendiri.

"Kamulah bangsa yang terpilih, imamat rajani, bangsa yang kudus". Kita telah dikuduskan oleh pembaptisan bagi Allah. Oleh karena itu, kita bisa disebut bangsa yang kudus. Dalam pikiran/pandangan Allah, Allah melihat final  kita, yaitu bahwa kita semua menjadi bangsa yang kudus. Ia melihat kita bukan seperti ada kita sekarang ini, tetapi bagaimana kita nanti setelah diproses, dipoles, dipahat, menjadi indah. Jadi, Anda adalah orang-orang kudus dalam proses. Terserah Anda mau mengikuti proses yang mana? Mau proses ke kanan—makin lama makin kudus, atau proses ke kiri—makin lama makin curam. Tuhan tetap memberi kebebasan, walaupun Dia rindu supaya kita ikut proses untuk semakin hari semakin serupa dengan-Nya.

Kalau seorang seniman/pemahat melihat sebatang kayu, dalam hatinya ia berkata, “Kayu ini nanti akan menjadi patung yang bagus dan tinggi sekali nilainya.” Akan tetapi, kalau kita yang melihat kayu itu, mungkin menurut kita kayu itu hanya bisa dibuang atau dibakar. Allah adalah Sang Seniman Yang Maha-agung. Ketika Dia melihat Anda ini, Dia mempunyai rencana: "Akan Saya jadikan indah."

Dalam pandangan Allah, kita semua sudah direncanakan dan mulai dibentuk, dipoles dan diproses. Namun, seringkali proses itu sakit. Seandainya kayu itu bisa berbicara seperti kita, maka ketika sang seniman sedang memahatnya, kayu itu akan berteriak, “Aduh, sakit! Jangan keras-keras!” Ia hanya tahu sakitnya, tetapi ia tidak melihat bagaimana akhirnya jika proses telah selesai. Seniman itu tetap bekerja, sehingga akhirnya terbentuk sebuah patung yang indah.

Demikian juga dengan kita. Kita seumpama kayu atau bahan-bahan itu. Sang Seniman Surgawi kadang-kadang potong sana, potong sini, pahat itu, pahat ini, dan karena “kayu/bahan” ini hidup, maka baru saja disentuh sudah berteriak, “Aduh, sakit! Jangan keras-keras, Tuhan!” “Proses pemahatan” ini sulit bagi kita karena selama dalam proses kita belum melihat apa-apa dan kita tidak melihat bentuk kita sendiri. Hanya Sang Seniman yang sudah melihat sebelumnya, bagaimana keseluruhannya dan bagaimana Anda masing-masing.

Tuhan adalah seniman yang luar biasa lihainya. Ia bisa memakai bermacam-macam bahan untuk memotong/memoles kita. Kadang-kadang Ia membiarkan kesukaran, masalah, tantangan, godaan, kekecewaan, dan sebagainya, supaya kita tumbuh dalam iman, kasih, dan kesabaran. Misalnya, jika kita mengalami kesukaran, lalu Tuhan melepaskan kita dari kesukaran itu, maka kita menjadi bersyukur dan menyadari kuasa Tuhan. Ini bukan berarti Tuhan merencanakan yang tidak baik dan mau mencobai kita. Tuhan tidak mencobai orang dan tidak dicobai oleh yang jahat, tetapi kita dicobai oleh hawa nafsu kita sendiri (bdk. Yak 1:13-14). Karena manusia hidup di dunia yang penuh dosa, maka—mau tidak mau—selalu ada percobaan-percobaan. Tuhan tidak selalu mengambil begitu saja semua godaan itu untuk membuat kita bertumbuh. Seumpama dalam perjalanan, kadang-kadang orang menginjak batu tajam atau tersandung sehingga berdarah, berdarah sedikit tidak apa-apa supaya dapat sampai ke tujuan. Tuhan membiarkan supaya akhirnya kita sampai pada tujuan perjalanan kita. (Bersambung)

“Kamulah Bangsa Terpilih!” (Bagian 2)

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting