User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Yesus datang ke dunia dan menjadi manusia seperti kita justeru untuk menyelamatkan kita. Yesus menyelamatkan kita dengan mengalahkan maut dan setan. Bagaimana dia mengalahkan mereka? Sengsara, wafat dan kebangkitanNya adalah sebuah kemenagan yang luar biasa atas maut dan setan. Suatu cara yang tidak kita mengerti, tetapi itulah cara Allah yang tidak kita pahami. Yang harus kita amini sekarang bahwa Allah sungguh mengasihi kita dengan memberikan puteraNya sendiri untuk menyelamatkan kita.


Dalam Injil Matius 16 : 21-27 ada beberapa hal yang sangat penting untuk kita. Dalam perikop ini dimulai dengan kata-kata "Sejak waktu itu". Kata-kata ini merupakan suatu tanda bahwa di dalam kehidupan Tuhan Yesus ada suatu tahap yang baru dimulai lagi. Kalau pada permulaan kita jumpai: Yesus yang mewartakan, Yesus yang menyembuhkan, Yesus yang mengadakan mujizat-mujizat besar untuk menunjukkan bahwa Dia memang Mesias, Dia yang diutus oleh Bapa, tetapi mulai sekarang satu periode baru dalam perjalanan Tuhan Yesus mulai nyata dengan dikatakan "sejak waktu itu".

 Yesus mulai menyatakan diri kepada murid-murid-Nya bahwa Dia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan. Yesus harus menyelamatkan umat manusia dengan suatu cara yang telah ditentukan oleh Allah sendiri. Dia harus menyelamatkan manusia, berarti menyelamatkan kita semua dengan cara yang sudah ditentukan oleh Allah sebelumnya. Dia harus pergi ke Yerusalem, karena Yerusalem adalah pusat ibadat orang Yahudi, pusat di mana orang-orang yang mengenal Allah datang untuk beribadat. Karena pada waktu itu, hanya orang-orang Yahudi saja mengenal Allah yang benar.

Yerusalem juga ibu kota dari bangsa perjanjian. Allah mengadakan perjanjian dengan bangsa Israel. Lalu dikatakan "Dia menanggung banyak penderitaan". Jalan keselamatan yang harus ditempuh oleh Yesus bagi kita yaitu melalui banyak penderitaan dan Dia akan dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Suatu kenyataan bahwa Dia harus banyak menderita dan kemudian dibunuh, tetapi itu bukan segala-galanya, karena setelah Dia menderita dan dibunuh, Dia akan bangkit pada hari ketiga. Di mata manusia Yesus telah kalah, Yesus telah dilenyapkan, Yesus telah mati, tetapi sebetulnya justru itulah permulaan kemenangan Yesus yang sejati. Oleh karena itu dikatakan "Dia akan bangkit kembali".

Kalau dalam pandangan manusia Yesus telah disingkirkan oleh lawan-lawan-Nya, ditangkap, disiksa, dan kemudian dibunuh sehingga seolah-olah sudah tamat riwayat-Nya, tetapi sebenarnya yang tamat adalah riwayat musuh-musuh-Nya, karena dengan wafat-Nya di kayu salib sebetulnya Yesus telah mengalahkan musuh terbesar umat manusia yaitu dosa, setan, dan maut. Semua itu sudah dikalahkan oleh Tuhan Yesus melalui wafat dan kebangkitan-Nya. Oleh karena itu Yesus yang bangkit adalah Yesus yang jaya, yang telah mengalahkan segala sesuatu. Sehingga sejak waktu itu kita semua berharap dan percaya bahwa Yesus ditentukan bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi Yesus telah menang khususnya untuk kita semua.

Dia menang karena menanggung sengsara, derita, dan kemudian bangkit bukan untuk diri-Nya, Yesus tidak memerlukan semuanya itu karena Ia sudah sejak semula bersama dengan Bapa dalam kemuliaan. Akan tetapi Dia telah mengalahkan dosa, setan, dan maut untuk kita semua.

Dalam Matius 16:22 dikatakan, "tetapi Petrus menarik ke samping dan menegor Dia, katanya: Tuhan kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Mungkin kalau kita berada di posisi Petrus apa yang akan kita katakan juga sama. Padahal Petrus baru saja mengatakan, "Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup", dan kemudian Yesus berkata, "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang mengatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga.” Memang Petrus yang mendapat wahyu itu, tetapi rupanya dia masih dikuasai oleh cara berpikir manusiawi, Petrus masih dikuasai oleh cara berpikir dunia ini sehingga ia melontarkan perkataan seperti pada ayat 22 tadi.

Secara manusiawi kalau ditanya apakah ada di antara kita yang mau menderita, pasti tidak ada. Tidak ada manusia yang mau menderita dan sengsara. Maka yang selalu ditawarkan oleh dunia ini melalui berbagai iklan adalah kemewahan dan kenikmatan. Banyak dari iklan-iklan yang ada di berbagai media massa adalah untuk merangsang nafsu-nafsu kita, untuk memiliki yang terbaik, untuk memiliki yang terindah, untuk memiliki yang paling nyaman, dan lain-lain. Oleh karena itu kita lihat di sini pikiran Petrus pun masih sangat manusiawi; maksudnya baik, dia mau melindungi Yesus jangan sampai Yesus menderita, jangan sampai wafat, jangan sampai terjadi seperti apa yang dikatakan-Nya.

Kita ingat yang dikatakan oleh Petrus, hampir sama yang dikatakan oleh Iblis ketika menggoda Yesus di padang gurun. Iblis mau menawarkan kepada Yesus jalan mudah menuju kesuksesan. Maka pikiran orang di dunia ini selalu terarah kepada kesuksesan. Dan seringkali saya juga kalau berjabatan dengan orang yang mengatakan, "Selamat Romo, semoga Romo sukses." Sukses itu apa? Kalau sebagai orang Kristen maka sukses itu berarti disalib. Sukses menurut dunia ini, atau sukses menurut pandangan Allah, itu lain sekali. Bagi manusia sukses itu berarti dipuji, dihormati, disanjung, kaya raya, mobilnya banyak, rumahnya banyak, dan lain-lain.

Sukses menurut dunia belum tentu sukses menurut Allah, bahkan sebaliknya seringkali apa yang dianggap dunia sukses, namun bagi Allah justru merupakan kegagalan, bahkan kegagalan total. Oleh karena itu Petrus yang berpikir dan berkata, "Tuhan mengapa Engkau berpikir dan berkata begitu, jangan itu terjadi, Engkau tidak boleh menderita, Engkau tidak boleh mati disalib", seperti juga Iblis yang mengatakan kepada Yesus, "Kalau Engkau Putera Allah, jatuhkan diri-Mu dari bumbungan atap itu dan nanti malaikat-malaikat akan menatang Engkau, dan orang-orang akan percaya kepada-Mu.” Ini merupakan jalan mudah tanpa kesusahan, tetapi Tuhan menyatakan lain.

Oleh karena itu kita tahu reaksi Yesus yang mengatakan, "Jangan engkau mencobai Allah Tuhanmu". Perkataan Iblis dikalahkan dengan sabda Tuhan. Kemudian godaan Iblis yang kedua dengan membawa Yesus ke atas gunung yang tinggi, sehingga bisa melihat segala kecemerlangan dunia ini. Dan Iblis berkata kepada Yesus, “Semuanya itu telah diberikan kepadaku, (sebetulnya dia pembohong bukan diberikan kepada dia, Iblis hanya mencoba menguasainya, tetapi tidak diberikan kepadanya) kalau Engkau menyembah aku maka semuanya ini akan kuberikan kepada-Mu.” Hal ini merupakan godaan-godaan yang biasa terjadi sampai saat ini. Dapat kita lihat berapa banyak orang yang menjual jiwanya kepada Iblis. Coba kita lihat ada yang secara formal menjual jiwanya kepada Iblis, sehingga mengadakan perjanjian-perjanjian dengan Iblis yaitu dengan menyerahkan dirinya. Saya pernah bertemu dan mengenal beberapa orang yang terang-terangan menyerahkan dirinya untuk Iblis dengan perjanjian darah, supaya diberi kekayaan, kemashyuran, kesuksesan, dan lain-lain. Tentu saja sukses bukan menurut Allah, sukses menurut Iblis yang akhirnya berakhir ke neraka! Itulah sukses menurut Iblis, oleh karena itu jangan mencarinya, karena akhirnya yang akan kita dapat adalah penderitaan.

Terhadap perkataan Petrus kemudian Yesus berkata, "Enyahlah! engkau Iblis." Mengapa Yesus berkata seperti itu? Ini karena Petrus tidak berpikir menurut pandangan Allah, tetapi menurut pandangan duniawi, manusiawi semata-mata yang bertentangan dengan pikiran Allah. Oleh karena itu perlu sekali kita memperbaharui pikiran kita. Kita harus memohon kepada Tuhan supaya kita diberi kebijaksanaan untuk mampu membedakan mana yang berguna, mana yang merugikan, dan mana yang mencelakakan.

Kita perlu belajar dari pengalaman Petrus ini. Dia tidak melihat segala sesuatu dari pandangan Allah, tetapi semata-mata dari segi pandang manusia. Jadi walaupun maksudnya baik, tetapi kalau dituruti maka hasilnya dapat berakibat fatal. Oleh karena itu seringkali sahabat-sahabat, teman-teman yang memberi nasihat seperti ini harus diingat bahwa tidak semua nasihat baik, mungkin maksudnya baik, tetapi kenyataannya belum tentu baik. Karena nasihat-nasihat teman itu bisa membahayakan juga kalau nasihatnya hanya berdasarkan pikiran duniawi belaka, karena belum benar menurut pandangan Allah. Kalau kita pikir-pikir sebenarnya Yesus juga aneh, saat Petrus mengatakan maksudnya itu,  reaksi Yesus keras sekali sampai mengatakan, "Enyahlah engkau Iblis!" Ini semua lagi-lagi karena Petrus tidak berpikir menurut pandangan Allah, memikirkan apa yang dipikirkan Allah, tetapi memikirkan apa yang dipikirkan manusia. Karena seringkali yang dipikirkan manusia itu bertentangan dengan apa yang dipikirkan Allah.

Jika kita lihat perkataan Yesus selanjutnya pada ayat 24, itu ditujukan juga untuk kita semua. "Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Begitu sering kita mendengar kata-kata ini, sehingga akhirnya kata-kata itu sudah tidak mempunyai arti lagi, tetapi bagi para murid Yesus waktu itu, mereka tahu apa artinya memikul salib. Yang dimaksud Yesus memikul salib waktu itu secara harafiah yaitu benar-benar memikul salib, karena dalam Kerajaan Romawi ada dua cara hukuman mati. Penjahat-penjahat warga negara Romawi tidak boleh dihukum mati dengan cara disalib, karena salib adalah hukuman yang paling hina dan kejam serta amat menyakitkan. Kematian di salib itu berarti mati secara perlahan-lahan. Mereka hanya mati dihukum pancung atau dipenggal kepalanya sehingga tidak lama menderita. Sedangkan di luar warga negara Romawi, hukumannya adalah disalibkan. Murid-murid Yesus waktu itu mengerti memikul salib secara harafiah untuk menjalani hukuman. Siapa yang mau menjadi pengikut Yesus hendaklah menyangkal dirinya, artinya menomorduakan dirinya dan menomorsatukan Allah. Menghargai Allah lebih dari dirinya bahkan hidupnya sendiri dan kemudian mengikuti Yesus. Mengikuti Yesus ke mana? Tak lain adalah ke salib, karena Yesus lebih dahulu mengalami itu mendahului kita tergantung di atas kayu salib.

Oleh sebab itu menjadi murid Yesus kadang menuntut suatu keputusan yang mungkin bagi orang-orang sekarang ini agak sukar. Mengapa? Karena kita seringkali sudah  dicuci otak, seringkali kita tidak sadar sudah terpengaruh hal-hal negatif dengan menonton TV, film-film, internet, dan sebagainya. Semua yang ditayangkan itu adalah cara pikir, cara pandang yang duniawi, sehingga tanpa disadari otak kita mulai terpengaruh.

Yesus berkata, kalau kita mau menjadi murid-Nya, maka harus menyangkal diri. Kita harus menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Menyangkal diri, dengan menolak segala keinginan-keinginan yang tidak teratur. Kalau kita ingin dihormati lalu ada orang yang menyakiti kita, mungkin sakitnya bisa satu minggu. Kalau kita begitu ingin dihargai dan diperhatikan, namun tiba-tiba dicemoohkan, sakitnya bisa satu bulan. Kalau kita mau mendapat keuntungan, tiba-tiba hanya sedikit saja, maka susahnya bukan main. Inilah contoh keinginan-keinginan yang tidak teratur. Bukankah kebahagiaan yang ditawarkan dunia itu seperti makan yang enak, tidur yang enak, menikmati segala kenikmatan dan keindahan dunia ini, tanpa penderitaan, tanpa susah-susah, serba instan, kalau butuh sesuatu tidak usah repot-repot. Namun ingat bahwa semua yang tersedia secara instan itu juga akan lenyap secara instan saudara.

Sedangkan kebahagiaan yang datang dari Allah tidak demikian, lain sama sekali. Dikatakan dalam Injil bahwa, "karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." Inilah hal penting yang harus kita ketahui. Kita tidak akan tumbuh dan berkembang kalau kita tidak mengenal Dia. Justru dengan ini maka perkembangan yang sejati akan kita dapatkan lewat penyangkalan diri, lewat salib, dan lewat kematian. Kalau kita tidak mati, kita tidak bisa bangkit. Maksudnya bagaimana? Seringkali kita menuruti keinginan-keinginan kita, selalu “ya”, namun akibatnya apa?  Karena keinginanku tidak sama dengan keinginanmu terjadilah konflik. Demikian juga yang terjadi dalam rumahtangga selalu ada konflik, karena masing-masing hanya mau mengikuti keinginannya sendiri. Misalnya istri mempunyai keinginan sendiri, suami mempunyai keinginan sendiri, karena tidak sama maka jadilah konflik lalu terjadilah perang tanding. Pernah dalam konseling ada seorang ibu menceritakan bahwa suaminya begini, begitu, dan macam-macam, lalu saya katakan, “Ibu, kalau ibu mau suamimu berubah, mulailah dari diri sendiri, kalau Anda berubah perlahan-lahan pasanganmu juga akan berubah.”

Saya juga ingat kesaksian seorang ibu, suatu saat ia terjamah oleh rahmat Allah dan mulai berubah, mula-mula dia menginjili suaminya, lalu suaminya mengatakan semua itu omong kosong karena ia melihat masih ada sifat-sifat buruk istrinya. Ibu itu terkejut, lalu minta ampun kepada Tuhan, dan ia berjanji kepada Tuhan untuk berubah. Dia mulai lebih memperhatikan suaminya, memperhatikan anak-anaknya, dan mengasihi mereka jauh lebih dalam lagi. Perlahan-lahan suaminya melihat perubahan itu, dan mulai berpikir mengapa istrinya banyak berubah. Dia tidak seperti dulu lagi. Lama-lama suaminya penasaran dan tidak tahan, dia bertanya kepada istrinya apa yang membuatnya berubah. Lalu ibu itu bercerita bahwa dia telah mengalami kasih Yesus melalui retret awal. Mendengar itu suaminya juga mengatakan ingin mengalami hal yang sama. Dengan demikian karena suaminya melihat istrinya telah mengalami kasih Yesus, maka dia pun ikut berubah.

Saya juga mendengar kesaksian seorang istri yang dipertobatkan suaminya. Suaminya sangat mengasihi istrinya, suatu saat entah bagaimana istrinya menyeleweng, dan suaminya tahu. Karena suaminya itu seorang yang beriman, dia mengatakan demikian, "Istriku membutuhkan kasih yang lebih besar." Karena dia tahu istrinya membutuhkan kasihnya, maka ia lebih mengasihi, dia lebih memperhatikan istrinya, dan memberikan tanda-tanda kasih kepadanya. Sampai suatu saat, istrinya tidak tahan lalu dia berkata kepada suaminya, “Seandainya engkau tahu apa yang aku perbuat”, lalu suaminya mengatakan, “Aku sudah lama tahu, justru karena itu aku mau mengasihi engkau lebih lagi.” Mendengar perkataan itu, rahmat Tuhan mengalir dalam hati istrinya; ia menangis tersedu-sedu lalu ia sungguh-sungguh bertobat dan keluarga mereka menjadi harmonis kembali. Kesaksian ini diceritakan oleh istrinya sendiri kepada saya.

Hal-hal inilah yang dinamakan penyangkalan diri, kalau kita mau supaya orang lain berubah mulailah dengan mengubah diri sendiri. Kalau Anda mau menuntut pasanganmu harus berubah, mungkin yang menyebabkan dia begitu adalah Anda, maka Anda dululah yang harus berubah, dirimu sendirilah yang mulai berubah, maka pasti dia juga akan berubah. Kalau Anda mau memperbaharui dunia ini, bukan dari orang lain dulu, tetapi mulai dari dirimu sendiri. Perbaharui dirimu sendiri maka dunia sekelilingmu akan berubah. Seringkali kesalahan yang fatal dan besar adalah bahwa orang mau supaya orang lain berubah, tetapi tidak memperhatikan dirinya yang terlebih dahulu harus berubah.

Dalam ayat 26 dikatakan, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya dan apa yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya." Seandainya kita memenangkan seluruh dunia, memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawa apa artinya semua itu? Ketahuilah apa yang dikatakan oleh Kitab Pengkotbah, "mata tiada puas-puasnya memandang, telinga tidak puas-puasnya mendengar." Misalnya seseorang mempunyai sepeda, lalu dia  melihat orang lain mempunyai motor, maka mulailah ia berpikir untuk memiliki motor. Setelah dia memiliki motor, lalu melihat orang lain memiliki mobil dan tidak kehujanan, mulailah ia berpikir kalau mempunyai mobil pasti akan senang. Kemudian setelah berhasil membeli mobil kecil, masih saja ia tak puas karena melihat orang lain mempunyai mobil besar. Begitu seterusnya, orang ini tak akan pernah merasa puas. Karena mata tidak puas-puasnya memandang, telinga tidak puas-puasnya mendengar. Dulu orang mengatakan mata keranjang, tetapi sekarang rasanya bukan lagi mata keranjang melainkan mata parabola, sehingga seluruh dunia bisa ditelannya, bahkan kalau mungkin seluruh dunia mau dimiliki. Akan tetapi, apakah semua itu membawa kebahagiaan? Yesus mengatakan demikian, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya." Selama orang belum mengenal Kristus, selama orang belum menerima Yesus sebagai Tuhan dan penyelamatnya, serta belum mengalami kasih Tuhan itu, dia akan mempunyai prioritas-prioritas yang berbeda; mencari kenikmatan di dunia ini, mencari yang menyenangkan, pokoknya apa yang dapat memanjakan badan kita, serba nikmat, serba mudah, serba instan. Selalu mencari yang mewah.

Akan tetapi kalau orang sudah mulai mengenal Yesus Kristus, dia akan menilai segala sesuatu menurut keabadian. Maksudnya bukan mencari kesuksesan di dunia ini, yang seringkali justru di mata Allah adalah kegagalan, tetapi dia akan melihat dan mengukur segala-galanya menurut pandangan keabadian, menurut nilai-nilai yang abadi. Sebab hidup kita di dunia ini sebetulnya hanya sementara, kehidupan kita sekarang ini sangat menentukan untuk kehidupan yang akan datang, kehidupan kita sekarang ini hanya pengantar untuk kehidupan yang kekal. Seandainya tidak ada kehidupan yang kekal maka para imam, frater-frater, dan suster-suster adalah orang-orang yang paling konyol. Seandainya hidup kekal itu tidak ada, maka cara hidup membiara ini adalah sesuatu yang konyol dan bodoh.

Sekarang semua terserah kita masing-masing. Mau pintar di hadapan dunia dan bodoh di hadapan Allah, atau sebaliknya. Baiklah kita bodoh di mata dunia ini, asal kita dipandang bijak di mata Allah. Dengan iman kita boleh melihat bahwa tidak ada apa-apa di dunia ini yang kekal.

Kalau kita mengenal Yesus Kristus, kita akan menilai segala sesuatu menurut perspektif keabadian. Coba bayangkan seandainya tidak ada keabadian apa gunanya Tuhan Yesus wafat disalib. Kalau hanya itu untuk dunia ini saja, yang hanya sementara saja. Justru karena adanya keabadian, Yesus yang sungguh-sungguh mengasihi kita rela wafat disalib supaya kita bisa diselamatkan. Apa yang kita miliki sekarang itu akan lenyap, apa yang kita pegang sekarang ini suatu saat akan hilang dan hancur, dan pada suatu saat kita tidak berdaya lagi. Lalu untuk apa semua yang kita miliki sekarang ini? Semua tak ada gunanya jika saatnya tiba bagi kita untuk meninggalkan dunia ini.

Oleh karena itu kita juga harus berusaha latihan-latihan supaya kita mendapat juara yang abadi di hadapan Tuhan. Inilah piala kekal yang disediakan Tuhan bagi mereka yang mengasihi Dia, yang tidak akan dimakan ngengat dan karat. Kalau kita mau mengabdi Allah untuk berkenan kepada-Nya dan tidak berkenan kepada manusia, maka kita akan selalu puas, selalu bahagia, sukacita, dan damai. Sudah mulai di dunia ini hidup kekal itu, di mana kita bisa bahagia, sukacita, damai, dan sungguh mengasihi Allah. “Sebab Anak manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat-Nya. Dan pada waktu itu Ia akan membawa setiap orang menurut perbuatannya." (ay. 27) Maka tidak ada seorang manusia pun yang dapat bertahan di hadapan Tuhan karena Dia akan mengadili orang yang hidup dan yang mati. Yesus akan datang dalam kemuliaan, maka lebih baik kita dikatakan bodoh dalam pandangan dunia, tetapi bijaksana dalam pandangan Allah. Sehingga dengan demikian kita memperoleh keselamatan kekal yang Tuhan janjikan. Suatu kebahagiaan untuk selama-lamanya di surga. Barangsiapa berpaut kepada Tuhan dan mengasihi Dia saja dalam hidupnya, maka ia akan berbahagia bersama Tuhan baik di dunia ini maupun kelak di surga.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting