User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 

Kita sebagai manusia disempurnakan panggilannya dengan hidup di dalam Roh Kudus. Hidup di dalam Roh Kudus itu mencakup cinta kepada Allah dan solidaritas dengan manusia. Martabat manusia adalah manusia yang terus disempurnakan dalam panggilannya kedalam kebahagiaan Allah, sebab dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia saja, yang “mampu mengenal dan mencintai penciptanya” ialah “yang di dunia merupakan satu-satunya makhluk, yang Allah kehendaki demi dirinya sendiri” dan hanya manusialah yang dipanggil, supaya dalam pengertian dan cinta ikut mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Manusia telah diciptakan Allah untuk tujuan ini, dan hal itulah yang menjadi dasar utama bagi martabatnya.

“Apakah alasannya, maka Engkau meninggikan manusia ke martabat yang begitu mulia? Cinta yang tidak ternilai, yang dengannya Engkau memandang makluk-Mu dalam diri-Mu sendiri dan jatuh cinta kepadanya, sebab Engkau menciptakannya karena cinta, karena cinta Engkau memberi kepadanya satu kodrat, yang dapat merasakan kegembiraan pada diri-Mu, harta abadi (Katarina dari Siena, dial. 4,13).

1. Sabda Bahagia

"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.

Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu"(Mat.5:3-12).

Inti kotbah Yesus memuat tentang sabda bahagia. Mereka mengangkat kembali janji-janji yang telah diberikan kepada umat terpilih sejak Abraham dimana sabda bahagia ini menyempurnakan janji-janji tersebut, karena sabda bahagia ini tidak hanya diarahkan kepada kepemilikan satu tanah saja, akan tetapi kepada kerajaan surga. Sabda bahagia mengungkapkan suatu tata kegembiraan dan rahmat, keindahan dan perdamaian. Yesus memuji kegembiraan kaum miskin, karena mereka sudah memiliki kerajaan Allah. “Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah” (Mat5:3).

“Sabda, artinya Kristus, melukiskan kerendahan hati yang sadar dan pengurbanan roh manusia sebagai ‘kemiskinan dihadapan Allah’. Rasul sendiri menempatkan bagi kita kemiskinan Allah sebagai contoh, ketika ia berkata: “Ia membuat diri-Nya menjadi miskin demi kepentingan kita” (2Kor8:9)(Gregorius dari Nisa, beat.1).

Wajah Yesus Kristus dan cintakasih-Nya tercermin di dalam sabda bahagia. Mereka menunjukkan panggilan umat beriman, diikutsertakan di dalam sengsara dan kebangkitan-Nya. Mereka menampilkan perbuatan dan sikap yang mewarnai kehidupan Kristen, mereka merupakan janji-janji yang tidak disangka-sangka yang meneguhkan harapan di dalam berbagai kesulitan. Mereka menyatakan berkat dan ganjaran yang para murid sudah memeliki secara rahasia, mereka sudah dinyatakan dalam kehidupan perawan Maria dan semua orang kudus.

Sabda menjadi manusia, untuk menjadi contoh kekudusan bagi kita: “Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah pada-Ku” (Mat11:29).“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh14:6). Dan di atas gunung trasfigurasi, Bapa memerintah: “Dengarkanlah Dia” (Mrk9:7). Yesus adalah gambaran inti dari sabda bahagia dan norma hukum yang baru: “Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh15:12). Kasih menuntut penyerahan diri kita sendiri, dengan mengikutinya.

Pada awal kotbah Yesus dalam sabda bahagia dijelaskan langsung tentang harapan Kristen. Sabda bahagia mengarahkan harapan manusia ke surga sebagai tanah terjanji yang baru. Mereka menunjukkan jalan melalui percobaan-percobaan yang menantikan murid-murid Yesus. Akan tetapi, oleh jasa Yesus Kristus dan sengsara-Nya, Allah mempertahankan kita dalam harapan:”Tetapi harapan tidak mengecewakan” (Rm5:5).“Di dalam Dia kita memiliki sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita”, yang sampai ke tempat, “di mana Yesus telah masuk sebagai perintis bagi kita” (Ibr6:19-20).

Ia juga merupakan senjata yang membela kita dalam perjuangan demi keselamatan kita: “Baiklah kita sadar, berbaju zirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan” (1Tes5:8). Harapan memberi kepada manusia kegembiraan, meskipun didalam percobaan sekalipun: “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan” (Rm12:12). Ia mengungkapkan diri-Nya dalam doa dan dikuatkan oleh doa, yakni terutama, doa bapa kami. Doa ini merupakan kesimpulan dari segala sesuatu yang dirindukan kita dalam harapan.

2.Kerinduan akan kebahagiaan

Sabda bahagia merupakan suatu kesesuaian dengan kerinduan kodrati akan kebahagiaan yang berasal dari Allah. Ia yang telah menempatkannya di dalam hati manusia, supaya menarik mereka kepada diri-Nya, karena hanya Allah yang dapat memenuhinya. Manusia diciptakan oleh Allah dan untuk Allah sehingga Allah menanamkan kerinduan terhadap-Nya dalam setiap hati manusia. Kebenaran dan kebahagiaan hanya dapat kita temukan di dalam Allah itu sendiri. Kehidupan bersama Allah Tritunggal Mahakudus merupakan persekutuan kehidupan dan cinta bersama Allah, Perawan Maria, para malaikat dan seluruh orang kudus yang dinamakan surga. Surga merupakan tujuan terakhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan bahagia tertinggi dan definitif.

“Dengan cara mana aku mencari Engkau, ya Tuhan? Karena kalau aku mencari Engkau, Allahku, aku mencari kehidupan bahagia. Aku hendak mencari Engkau, supaya jiwaku hidup. Karena tubuhku hidup dalam jiwaku, dan jiwaku hidup dalam Engkau” (Agustinus, conf. 10,29).

Sabda Bahagia mengungkapkan arti keberadaan manusia. Tujuan akhir perbuatan manusia adalah kebahagiaan di dalam Allah. Allah memberikan panggilan ini tidak hanya kepada setiap manusia secara pribadi, akan tetapi kepada seluruh Gereja, kepada umat, yakni mereka yang telah menerima janji dan hidup di dalam iman.

3. Kebahagiaan Kristen

Dalam perjanjian Baru digunakan berbagai gagasan untuk mengungkapkan kebahagiaan, kemana Allah memanggil manusia, kedatangan kerajaan Allah, melihat Allah:”Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat5:8), masuk ke dalam kegembiraan Tuhan dan masuk ke dalam perhentian Allah. Misteri persekutuan berbahagia dengan Allah ini dan dengan semua mereka yang berada dalam Kristus, mengatasi setiap pengertian dan setiap gambaran. Kitab Suci berbicara kepada kita mengenai hal itu dalam bentuk gambar-gambar, seperti kehidupan, terang. perdamaian, perjamuan pernikahan meriah, anggur kerajaan, rumah Bapa, Yerusalem surgawi dan firdaus: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia"(1Kor2:9).

Seperti yang dikatakan Santo Agustinus:”Di sana kita akan berpesta dan melihat, melihat dan mengasihi, mengasihi dan memuji. Ya, pada akhirnya tidak akan ada titik akhir. Karena tujuan apakah yang kita miliki, kalau bukan untuk sampai kepada Kerajaan yang tidak memiliki titik akhir?” (Agustinus, civ. 22,30).

Setiap dari kita dipanggil oleh allah untuk masuk ke dalam keberadaan agar supaya kita dapat mengenal, melayani, mengasihi Dia, dan dengan demikian masuk ke dalam Firdaus. Kebahagiaan membuat kita mengambil bagian “dalam kodrat Ilahi” (2Ptr 1:4) dan dalam kehidupan abadi. Dengannya manusia masuk ke dalam kemuliaan Kristus dan ke dalam kesenangan kehidupan Tritunggal. Tujuan akhir seluruh kegiatan Ilahi ialah penerimaan makhluk ciptaan ke dalam persatuan sempurna dengan Tritunggal yang bahagia. Akan tetapi, sejak saat sekarang ini kita sudah mulai dipanggil untuk menjadi tempat tinggal Tritunggal Mahakudus. Tuhan mengatakan:"Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia”(Yoh14:23).

Kebahagiaan semacam itu melampaui akal budi dan daya-daya manusia. Ia dianugerahkan oleh rahmat Allah. Karena itu, orang menamakannya adikodrati, seperti rahmat, yang mempersiapkan setiap manusia untuk masuk ke dalam kegembiraan Allah.

Allah itu Mahaagung , oleh sebab itu Ia hanya dapat dilihat, dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, apabila Ia sendiri membiarkan manusia melihat misteri-Nya secara langsung dan menyanggupkannya untuk itu. Memandang Allah dalam kemuliaan surgawi-Nya secara demikian oleh Gereja dinamakan “pandangan yang membahagiakan” (visio beatifica).

“Betapa mulianya, betapa gembiranya, kalau engkau diizinkan untuk melihat Allah, kalau engkau mendapat kehormatan, menikmati kegembiraan kebahagiaan dan terang abadi bersama Kristus, Tuhan dan Allahmu … bersama orang-orang benar dan sahabat Allah dalam Kerajaan surga bergembira atas nikmat kebakaan yang dianugerahkan” (Siprianus, ep. 58,10,1).

“Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.

Dalam kemuliaan-Nya yang tak terkatakan, tidak ada seorang pun akan ‘melihat Allah dan hidup’ karena Bapa tidak dapat dimengerti. Dalam cinta kasih-Nya,dalam keramahtamahan-Nya terhadap manusia dan kemahakuasaan-Nya, Ia berlangkah begitu jauh sehinga Ia memberi kepada mereka yang mencintai-Nya, hak istimewa untuk memandang Allah … Karena, “apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah” (Ireneus, haer. 4,20,5).

Kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah menuntut keputusan-keputusan moral yang penting dari kita. Allah menguncang kita, membersihkan hati kita dari nafsu yang jahat dan berusaha supaya kita mencintai Allah di atas segala-galanya. Ia mengajarkan pada kita bahwa kebahagiaan sejati tidak terdapat dalam kekayaan dan kemakmuran, tidak dalam ketenaran dan kekuasaan , juga tidak dalam karya manusia, bagaimanapun juga nilainya seperti ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian dan juga tidak terdapat dalam salah satu makhluk, tetapi hanya terdapat di dalam Allah, sumber segala yang baik dan sumber segala cinta kasih.

Kepada orang-orang yang murni hatinya sudah dijanjikan bahwa mereka akan memandang Tuhan dari muka ke muka dan akan menjadi serupa dengan Dia. Hati yang murni adalah prasyarat untuk memandang Allah. Sudah dalam masa kini ia memungkinakan kita untuk melihat kenyataan dalam terang Allah dan menerima orang lain sebagai sesama. Ia menyanggupkan kita memandang tubuh manusia , tubuh kita sendiri serta tubuh sesama sebagai kenisah Roh Kudus, jejak keindahan Ilahi.

Kita percaya kepada Allah dalam setiap keadaan, juga dalam hal-hal yang mengganggu. Doa Santa Teresa dari Yesus mengungkapkan ini dengan sangat mengesankan:

Semoga tidak ada hal yang membingungkan engkau.

Semoga tidak ada hal yang menakutkan engkau.

Segala sesuatu akan berlalu,

Allah tidak berubah.

Kesabaran memperoleh sesuatu.

Siapa yang memiliki Allah tidak kekurangan sesuatu pun,

Allah sendiri mencukupi.

(poes. 30)

Dekalog, kotbah di bukit dan ajaran para Rasul menunjukkan kepada kita jalan menuju Kerajaan surga. Jalan ini kita lalui langkah demi langkah, di dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dimana rahmat Roh Kudus ikut menopangnya. Melalui Karya Sabda Kristus lambat laun kita menghasilkan buah di dalam Gereja demi kemuliaan Allah (bdk. Mat13:3-23).

Penutup

Seluruh yang telah dijanjikan oleh Allah sejak jaman Abraham telah diambil alih dan dipenuhi oleh Sabda Bahagia, dimana janji-janji tersebut diarahkan kepada Kerajaan surga. Sabda bahagia ini sesuai dengan kerinduan akan kebahagiaan yang oleh Allah telah diletakkan di dalam hati manusia. Melalui Sabda bahagia kita ditunjukkan kepada suatu tujuan akhir, yang mana kita dipanggil Allah untuk Kerajaan surga, memandang Allah dan ikut mengambil bagian dalam Kodrat Ilahi, kehidupan abadi, pengangkatan sebagai anak Allah dan perhentian di dalam Allah.

Kebahagiaan kehidupan abadi merupakan suatu rahmat Allah yang bersifat adikodrati, seperti rahmat pada umumnya yang mengantar dan membawa kepada-Nya. Selain itu, Sabda bahagia menuntut kita untuk membuat keputusan-keputusan penting yang ada hubungannya dengan kekayaan duniawi. Sabda bahagia juga membersihkan hati dan mengajarkan kita untuk mencintai Allah diatas segala sesuatu.

Maka sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa kebahagiaan surgawi menentukan ukuran-ukuran untuk penggunaan kekayaan duniawi ini sesuai dengan hukum Allah, sebab hanya dengan cara ini kita mampu memenuhi panggilan hidup menuju kebahagiaan.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting