User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

1. Persoalan

Dewasa ini kita dihadapkan dengan pelbagai tantangan dalam hidup iman dan hidup rohani kita sebagai umat beriman Katolik. Salah satunya ialah “Meditasi Kristiani.” Begitu banyak menu yang ditawarkan dalam meditasi tersebut. Dari yang memang sungguh diperoleh dari tradisi iman dan kerohanian Katolik, hanya sekedar duduk diam, bahkan sampai pada titik ekstrim, “gado-gado”, artinya terjadi sinkretisme antara doa dalam tradisi Kristen dengan meditasi yang berasal dari tradisi religius yang lain.

Hal ini menyebabkan, kita mengalami kekaburan makna tentang meditasi. Kita juga belum paham arti meditasi. Dengan demikian, kita belum tentu menghayati meditasi Kristiani dengan baik dan benar. Kita dapat jatuh dalam dua ekstrim yang bertolak belakang satu sama lain, di satu pihak, karena kurangnya pengertian yang benar, orang meninggalkan hidup rohani. Tetapi, di lain pihak, orang terbawa arus zaman. Semua metode diambil dan diserap. Kita menerima dan menghayatinya bukan dalam sikap iman yang kritis.

Padahal, begitu banyak umat yang haus akan Allah dan membutuhkan sarana yang tepat menuju persatuan dengan Allah dalam Kristus dan Roh Kudus melalui kekayaan tradisi kerohanian Gereja Katolik. Itulah sebabnya, kita membutuhkan pengertian dan penghayatan yang benar dan tepat tentang meditasi Katolik. Kita memahami sarana yang perlu kita ambil sekaligus kita menghindari segala hambatannya supaya dengan hati bebas dan murni, kita datang, mendekat dan masuk dalam aliran kasih Allah Tritunggal seturut ajaran Kristus dan Gereja.

2.  Hakekat Hidup Rohani

Dalam permulaan hidup rohani, kita mengalami panggilan Allah, “kita jatuh cinta kepada Allah.” Inilah kebenaran iman kita, “Bukan kita yang mengasihi Allah, tetapi Allah terlebih dahulu mengasihi kita” (bdk. 1 Yoh 4: 19). Kemudian, kita bertobat, meninggalkan dosa dan kejahatan, dan kita menerima Sakramen-sakramen Gereja, seperti Pembaptisan, Pengakuan Dosa, Ekaristi, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Perkawinan Katolik dan Imamat.

Berdasarkan pengalaman kasih akan Allah yang dialami dalam Gereja, kita mengalami kebenaran kata-kata S. Agustinus, “Engkau menciptakan kami untuk-Mu, ya Tuhan dan hati kami akan senantiasa gelisah sebelum beristirahat dalam Dikau”. Hal yang sama diungkapkan dalam Konsili Vatikan II: “Makna paling luhur martabat manusia terletak pada panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah” (GS 19).

Itulah sebabnya, kita dipanggil dengan bantuan rahmat Allah dan penuh keberanian menanggapi anugerah Allah dengan “memasuki perjumpaan dengan Allah dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus secara terus menerus dan makin mendalam.” Perjumpaan inilah yang mengubah seluruh hidup kita secara baru.


2.1. Yesus Kristus sebagai Teladan Hidup Rohani

Supaya kita mampu membina relasi yang mendalam dengan Allah dan mencapai persatuan cinta kasih Allah “sudah dalam hidup ini dan sesudah hidup di dunia ini”, kita memandang Allah dari muka ke muka dalam cinta kasih (bdk. 1 Kor 13: 12), maka betapa pentingnya kita memahami teladan Tuhan Yesus, sebagai guru doa dan teladan dalam hidup doa.

Yesus adalah pendoa yang sejati. Dalam seluruh hidupNya Ia mempunyai hubungan yang mesra dengan BapaNya. Kita melihat dalam Injil : Yesus sering pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa (Mrk 1:35); Yesus berdoa di atas gunung Tabor bersama murid-muridNya (Luk 9:28-30); dalam pelayananNya kepada orang banyak Yesus selalu berdoa; ketika mengadakan perbanyakan roti Yesus menengadah ke langit, mengucap syukur kepada BapaNya; Yesus berdoa di taman Getsemani ketika akan menghadapi ajalNya (Luk 22:39-46). Jadi dapat disimpulkan bahwa doa Yesus memancar keluar dari hubunganNya yang mesra dengan Allah Bapa.

Semakin Yesus bergaul mesra dengan BapaNya, semakin nyata bahwa Yesus selalu hidup di hadirat Bapa, seperti dikatakan dalam Injil Yoh 4:34 “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku.” dan dalam Yoh 5:19 “Apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.” Yesus juga mengundang kita semua untuk mengambil bagian dalam hubungan-Nya yang mesra dengan BapaNya ini. Ia mengutus RohNya supaya dalam kuasa Roh itu kita dijadikan anak-anakNya dan mengambil bagian dalam misteri hubungan yang mesra dengan Allah Bapa. “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh 17:2).

2.2. Perkembangan Hidup Rohani

Seturut ajaran Kristus dan Gereja, maka kita pun belajar dan berani untuk mulai menghayati hidup rohani. Itu berarti, kita masuk dalam perkembangan hidup rohani yang dimulai dengan doa, meditasi dan kontemplasi. Pertama, dalam doa, kita mengucapkan kata-kata dalam iman, kendati ini baru permulaan. Ini disebut dengan doa lisan. Kita mengucapkan doa-doa dasar, seperti Aku Percaya, Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, Doa Tobat, Doa Pagi dan Malam dan sebagainya. Kita juga mengenal devosi jalan salib, rosario, koronka, dan sebagainya. Tak dapat dilupakan kita berdoa dari Mazmur, hal ini kerap dilakukan para imam dan para religius dalam ibadat harian.

Kemudian, dalam meditasi, kita tak hanya sekedar merenungkan dalam akal budi saja, melainkan kita juga memahami “dari budi menuju hati”, sebagai persiapan kontemplasi. Singkatnya, doa semakin bersifat intuitif, membatin, spontan, dan keluar dari pengalaman Allah dalam lubuh terdalam jiwa. Demi mencapai ini, kita mengenal doa Yesus, meditasi Kitab Suci atau Lectio Divina, dan meditasi teresiana. Metode-metode dalam meditasi ini akan dijelaskan pada bagian penghayatan meditasi Katolik. Apabila kita setia, kita akan memasuki kontemplasi, suatu bentuk doa yang lebih mendalam lagi.

Kontemplasi dalam kata bahasa latin “contemplare”, berarti memandang. Kita memandang Allah dalam iman, pengharapan dan cinta kasih. Dalam hal ini, tak lagi melibatkan pemikiran dan sejenisnya, melainkan kita memandang Allah, “dari Roh ke roh”. Pada saat ini, kita mengalami kehadiran Allah yang melampaui pengertian kita di kedalaman hati kita. Maka, benar apa yang dikatakan S. Paulus: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Kor. 3: 16). Maka, penting pula, kita memahami tanda-tanda dalam kontemplasi: tak mampu meditasi seperti biasanya, keengganan untuk memikirkan hal-hal rohani, dan tinggal diam dalam keheningan bersama Allah. inilah pasifitas aktif, walau diam, kita terbuka pada bimbingan Allah dalam doa. Pentingnyanya iman!


3.  Penghayatan Meditasi Katolik

Demi mencapai hidup rohani yang mendalam, menghasilkan buah rohani yang berkelimpahan, kita perlu mendalami pengertian tentang meditasi Katolik dan menghayati secara benar serta tepat sasaran. Kita membutuhkan metode atau sarana yang perlu untuk melakukan meditasi Katolik ini.

3.1.  Doa Yesus

3.1.1.  Arti Doa Yesus

Doa Yesus berasal dari Gereja Timur. Doa ini amat sederhana dan doa ini dapat membawa kita pada hidup rohani yang mendalam serta menguduskan hidup kita. Hanya dengan satu kata tunggal, namun dalam penuh iman dan kasih, kita menyerukan nama Yesus. Rumusan banyak, dari Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, kasihanilah aku orang berdosa, atau Tuhan Yesus Kristus, kasihanilah aku, atau hanya nama “Yesus” saja (bdk. Kis. 2: 21; Luk. 18: 38; Luk. 18: 13).

Cara mempraktekkan amat mudah. Cukup menarik nafas sembari menyerukan “Ye…” dan menghembus nafas sambil menyerukan nama: “sus..” Bisa pula, kita menyerukan nama Yesus dalam hati. Orang dapat menyerukan doa Yesus dalam kegiatan sehari-hari yang tak melibakan peran budi, misalnya berjalan, memasak, menyapu dan sebagainya. Namun, kita perlu menyempatkan waktu dengan setia, dari 5-10 menit setiap pagi dan sore, hingga 20-30 menit setiap pagi dan sore.

Motivasi doa Yesus ialah bukan perkara duniawi bahkan rohani. Kita harus mempunyai kerinduan untuk menyenangkan hati Tuhan. Kita menyadari panggilan Tuhan dan kita menjawabnya dengan berdoa Yesus dalam iman, pengharapan dan kasih. Sebab, Allah layak dicintai demi dirinya sendiri, dan bukan banyak berpikir tentang Allah, tetapi banyak mencintai, demikian kata S. Teresia Avila.

3.1.2.  Sikap Tubuh

Ada dua sikap yang perlu diperhatikan. Pertama, sikap duduk:

  1. Dengan dingklik
  2. Duduk di atas tumit
  3. Sikap LotusDuduk di kursi dengan punggung tegak.
    1. Lotus penuh. Kaki kanan diletakkan di atas paha kiri, sedangkan kaki kiri diletakkan di atas paha kanan. Punggung tegak, pandangan ke depan.
    2. Lotus setengah. Salah satu kaki diletakkan di atas paha.
    3. Lotus istirahat. Semua kaki diletakkan di bawah, lutut menempel di lantai (untuk keseimbangan).
  4. Duduk di kursi dengan punggung tegak

Kedua, sikap tangan:

  1. Barometer. Kedua ibu jari dilekatkan, kemudian di atas diletakkan di atas pangkuan. Biasa bila pikiran kita tak fokus, maka kedua ibu jari tangan akan terlepas.
  2. Ibu jari dilekatkan dengan jari telunjuk. Kedua tangan diletakkan di atas pangkuan, cara ini berfungsi sama, bila pikiran melantur, jari telunjuk akan terlepas.
  3. Tangan terbuka. Diletakkan dia atas pangkuan, melambangkan bahwa kita mau membuka hati kepada Yesus.

3.1.3.  Buah-buah Doa Yesus

Bila kita setia dan tekun melakukan doa Yesus, kita akan mengalami buah-buahnya:

  1. Doa ini membantu kita mengarahkan perhatian kita pada satu titik, yaitu Allah.
  2. Doa ini memberikan ketenangan dan kedamaian yang besar dalam hidup.
  3. Doa ini membantu kita mengalami penyembuhan batin dan mengatasi kelemahan dan dosa kita.
  4. Doa ini membantu mencapai hidup yang suci.


3.2.  Lectio Divina (Meditasi Kitab Suci)

Ambillah suatu teks Kitab Suci yang sudah kaukenal dan kaupersiapkan sebelumnya. Bisa juga sesuai dengan penanggalan liturgi. Lakukan lectio divina dalam 4 langkah:

  1. Lectio atau bacaan. Bacalah penuh perhatian, perlahan-lahan. Bertanyalah: Apakah arti teks itu dalam konteksnya dan menurut konteks kebudayaan waktu itu?
  2. Meditatio atau peresapan. Resap-resapkan teks atau kalimat tersebut, khususnya yang menyentuh hatimu. Engkau dapat bertanya: Apa yang dikatakan Tuhan kepadaku secara pribadi melalui teks ini? Apa jawabanku pribadi? Kemudian teks atau kalimat yang menyentuh hatimu itu dapat kauulang-ulangi sampai puas hatimu.
  3. Oratio atau doa. Berdasarkan teks tersebut bicaralah dengan Tuhan dari hati ke hati dan ungkapkan isi hatimu kepada-Nya. Ingatlah, dalam doa yang terpenting bukanlah banyak berpikir tentang Tuhan, melainkan banyak mencintai. Itulah pesan Santa Teresa Avila.
  4. Contemplatio atau kontemplasi. Sesudah berbicara sejenak, belajarlah diam, mendengarkan Tuhan, sambil memandang dengan iman Dia yang hadir dalam dirimu atau di hadapanmu. Bila perhatianmu tidak dapat terpusat lagi pada Tuhan yang hadir, kembalilah ke langkah pertama dan mulai dengan teks atau ayat berikutnya. Proses itu diulangi seperti di atas sampai waktu yang ditentukan untuk doa telah selesai.

3.3.  Meditasi Teresiana

Apabila kita sulit doa Yesus atau lectio divina, ada alternatif, yakni meditasi teresiana. Meditasi ini dikembangkan oleh S. Teresia dari Avila dan S. Teresia dari Kanak-kanak Yesus. Bahkan dalam situasi yang amat menuntut berdoa, tetapi seolah kita tak mampu berdoa, atau dalam keadaan yang sulit, kita dapat mendoa secara perlahan-lahan, memahami setiap kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan seluruh doa, yaitu doa Bapa Kami, dan atau Salam Maria, dapat pula ditambahkan doa Kemuliaan. Bisa juga divariasikan dengan Aku Percaya. Jika demikian, permulaan doa, kita mohon bimbingan Roh Kudus, lalu kita mendoakan Aku Percaya, lalu mengulang-ulang doa Bapa Kami dan atau Salam Maria sampai waktunya cukup, dan ditutup dengan Kemuliaan.


4.  Petunjuk Praktis

Apapun bentuk metode meditasi yang kita butuhkan, ada satu hal yang perlu diperhatikan. Ingat dan sadari, bahwa dalam meditasi ibarat kita mendaki gunung dengan begitu banyak  pemandangan, bila tak sadar kita akan berhenti akan tujuan hidup kita, yaitu Allah. Tak mengherankan banyak orang berhenti berdoa. Tetapi, di lain pihak, kita memasuki alam roh, dunia rohani, yakni Allah dan para malaikat, roh jahat dan diri kita sendiri. Oleh sebab itu, kita harus memperhatikan, mematuhi, dan mengikuti petunjuk ini:

  1. Jangan pernah mengikuti godaan duniawi. Jangan berdoa untuk kepentingan dunia, meskipun itu boleh. Tapi, yang terutama, cari Allah dalam segala sesuatu. Bukankah Yesus bersabda: “Carilah Kerajaan Allah dan segala kebenarannya, maka yang lain-lain itu akan ditambahkannya kepadamu” (bdk. Mat. 6:33).
  2. Jangan memperhatikan hal-hal gaib, seperti penampakan, penglihatan, wahyu, pernyataan, rasa rohani, apalagi suara-suara yang tak jelas objeknya (sebab dalam hal ini, bisa jadi suatu kekurangan psikologis). Sebab amat sulit membedakan asalnya, apakah dari Tuhan, setan, atau diri kita sendiri. Selain itu, hati-hati jangan sampai kita tertipu dengan jebakan setan, yang menyamar sebagai malaikat terang. Itu Tuhan, tetapi hantu! Hati-hati dan waspadalah.
  3. Jalan kita satu-dan yang paling aman serta benar ialah jalan iman. Kita harus melangkah dalam iman, pengharapan dan cinta kasih, yang terutama dan terbesar adalah cinta kasih (bdk. 1 Kor. 13:13). Hanya dalam jalan iman, harap dan kasih, kita sampai kepada Allah. Hanya dalam iman, harap dan kasih, kita mencapai persatuan dengan Allah. Camkan nasehat bijaksana dari S. Yohanes dari Salib: “lupakanlah segala sesuatu, peliharalah damai batin, dan arahkan segala adamu hanya kepada Allah.”

5.  Kesimpulan

Demikianlah pemahaman kita tentang Meditasi Katolik. Tentu masih ada kekurangan, tak ada gading yang tak retak bukan. Tetapi, kita belajar dari para kudus yang telah mencapai gunung Allah, telah masuk kemuliaan surgawi, jalan yang telah teruji, jalan yang benar, yang berdasar pada iman kepada Kristus dan Gereja-Nya. Waspadalah terhadap meditasi yang di dalamnya tak satu pun menyerukan Allah Tritunggal dalam Pribadi Yesus Kristus, sebab itu bukan meditasi Katolik. Melalui kesetiaan dan ketekunan, kita sampai pada tujuan hidup kita, yaitu kasih kepada Allah dan sesama, dan kasih itulah yang menyelamatkan kita. Tuhan memberkati kita semua.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting