Print
Hits: 26180

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

 

Dalam dunia modern yang mengutamakan rasio ini, kita jumpai macam-macam orang bila ditinjau dan sikap bersyukur, yaitu:

 

  1. Orang yang sama sekali menolak untuk bersyukur. ini ada pada orang-orang ateis. Mereka menganggap Allah tidak ada, maka kita sama sekali tidak bisa berbicara tentang syukur kepada mereka; kata syukur tidak ada dalam kamus mereka.
  2. Orang yang belum bisa bersyukur. Mereka adalah orang beragama yang tidak pernah atau belum merasa puas dengan hidupnya, bahkan menyesali hidupnya.
  3. Orang yang hanya bersyukur jika senang, tetapi memaki Tuhan bila susah.
  4. Orang yang penuh rasa syukur. Sebagai orang Kristen bagaimana sikap kita terhadap “bersyukur” ini, dan apa yang dikehendaki Allah dan kita dalam hal ini?

 

SIKAP YANG TIDAK BERSYUKUR ADALAH DOSA

Bersyukur kepada Allah berarti berterima kasih kepada Allah; mengucap syukur berarti mengucapkan terima kasih. Mengapa kita perlu berterima kasih kepada Tuhan? Banyak! Karena Tuhanlah yang menciptakan kita, yang memelihara kehidupan kita, yang mengangkat kita menjadi anak-Nya, dan yang memberikan kita hidup kekal di dalam Putra-Nya, Yesus Kristus. Singkatnya, kita perlu berterima kasth atas cinta Tuhan yang telah dicurahkan kepada kita. Dalam 1 Kor. 4:7, Paulus mengatakan: “Apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima?” Segala sesuatu kita terima karena kasih-Nya semata-mata, anugerah Allah, bukan karena kita sendiri yang mencapainya. Itu semua adalah penyelenggaraan Tuhan bagi hidup kita. Tidak pada tempatnya bila kita mempunyai sikap taken for granted (menganggap itu memang sudah semestinya), apalagi menuntut sebagai haknya. Jasa atau balasan apa yang dapat kita berikan atas karunia yang begitu besar ini. Di sini hubungan kita dengan Tuhan tidaklah sederajat seperti dalam transaksi dagang atau jual-beli, tetapi kita ada di pihak yang menerima dan Tuhan ada di pihak yang memberi. Maka sudah layak dan pantas bila kita bersyukur kepada Tuhan; tidak bersyukur berarti tidak tahu terima kasih. Sifat tidak tahu terima kasih mengabaikan atau menolak mengakui kasih Allah dengan rasa syukur dan menjawabnya dengan kasih balasan. Gereja Katolik dengan tegas mengajarkan bahwa ini adalah DOSA melawan kasih Allah (Katekismus Gereja Katolik no. 2094).

Dalam Rm. 1:18, Paulus menerangkan bagaimana manusia jatuh ke dalam dosa: “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya.” Perhatikanlah kalimat “mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya..” Selanjutnya dikatakan: “Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya.” Manusia berdosa karena menolak untuk memuliakan dan bersyukur kepada Allah, karena dosa adalah penolakan dan penyangkalan Allah sebagai Allah, tidak mau mengakui Allah, tidak memberikan apa yang menjadi hak-Nya, atau melecehkan Allah. Bukan dalam arti tidak tahu bahwa Allah itu ada, tetapi bertindak seolah-olah Allah tidak ada. Maka syukur itu bukanlah hal yang remeh — kalau ingat saya bersyukur, kalau tidak ya sudah — tetapi serius; syukur menunjukkan bagaimana Sikap kita dihadapan Allah. Dalam Luk. 17:11-19 Yesus sendiri kecewa terhadap 9 orang kusta yang telah disembuhkan-Nya, karena mereka tidak ingat lagi untuk bersyukur dan memuliakan-Nya.

Orang yang tinggi hati menganggap bahwa apa yang mereka dapatkan itu adalah semata-mata hasil usaha mereka sendiri dan tidak mengakui bahwa seluruh hidupnya bergantung pada Tuhan, sehingga merasa tidak perlu bersyukur. Walaupun dalam banyak hal memang diperlukan kerja keras dan pihak manusia untuk mendapatkan hal tersebut, namun itu semua terbatas. Tanpa berkat Tuhan (bdk. Flp. 2:13) dibalik semua usahanya itu walaupun ada kemauan, kesempatan, dan kekuatan, jangan harap ia mendapatkannya. Ini adalah suatu pandangan yang buta, rabun rohani. Diperlukan baik rahmat Tuhan maupun usaha manusia untuk mendapatkan sesuatu. Akan tetapi kalau manusia membuka matanya, begitu banyak aspek hidup lainnya yang manusia tidak bisa usahakan dan seluruhnya bergantung kepada Tuhan, contoh: ia tidak bisa memilih dimana dan kapan ia dilahirkan dan pada keluarga apa, tidak bisa membuat dirinya sehat (tidak cacat) walaupun punya uang untuk membeli obat, tidak bisa mencapai kepastian akan keadaannya Setelah mati, dan banyak hal lain dimana ia tidak bisa menentukan hidupnya.



BERSYUKUR ATAS SEMUA BERKAT YANG KITA TERIMA

Sebenarnya dalam kehidupan kita, kita telah menerima banyak sekali rahmat dan Tuhan: mengenal Tuhan sebagai sahabat dan Bapa kita; ditebus dan dijadikan anak Allah yang serupa dengan gambaran Putra-Nya sendiri; diciptakan sebagai manusia sesuai dengan gambar dan rupa Allah; kehidupan; keluarga, komunitas, sahabat; kedamaian, sukacita, kebahagiaan; panggilan hidup; harta duniawi; udara yang segar, alam yang indah; kesehatan; pakaian, makanan, minuman; istirahat; tempat tinggal; pekerjaan, pendidikan; kemampuan intelektual, kekuatan, keamanan, bakat-bakat; hal-hal kecil yang nampaknya sepele atau tak berarti;berkat-berkat yang tidak kita sadari atau pikirkan; dan sebagainya.

Bukalah mata kita dan sadarilah bahwa kita tidak dapat menghitung berkat-berkat yang telah kita terima karena begitu berlimpahnya. Baik berkat jasmani, apalagi berkat rohani, semuanya kita terima dan kemurahan Tuhan, dan diberikan kepada kita bukan karena jasa kita.

Juga jangan lupa, betapa banyaknya doa-doa kita yang telah Tuhan kabulkan dan pertolongan-Nya selalu datang pada saat kita butuhkan, seperti: sembuh dan penyakit, lolos dan kecelakaan, lulus ujian, mendapat pekerjaan atau jodoh atau anak, keluar dan problem, dll. Ingatlah akan kebaikan dan kemurahan Tuhan pada saat-saat sulit. Ingatlah uluran tangan-kasihNya. Ingatlah bahwa Ia tidak pemah meninggalkan kita, slap mendengarkan dan menolong kita. Bayangkan bagaimana jadinya bila la melupakan kita. Seringkali pada waktu kesulitan, orang datang meratap kepada Tuhan, tetapi bila kesulitan telah berlalu orang lupa untuk bersyukur kepada-Nya. Inilah kecenderungan kita yang lemah.

Dengan bersyukur kita membuka diri terhadap rahmat Allah, dan keterbukaan ini memampukan kita untuk menerima lebih banyak berkat. Orang yang tidak pemah bersyukur atau menolak untuk bersyukur berarti menolak dan menutup diri terhadap rahmat Tuhan. Orang seperti ini adalah orang yang sombong, merasa dirinya tidak memerlukan Allah. Dalam I Ptr. 5:5 dikatakan: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” Sikap ini membuatnya kehilangan banyak rahmat yang Tuhan akan berikan kepadanya, dan bukan itu saja, bahkan ia dapat kehilangan berkat-berkat yang ada padanya; Yesus mengatakan: “Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia akan berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil daripadanya” (Mat. 13:12). Jelas ini kerugian besar. Maka janganlah lupa untuk bersyukur, apalagi bila hidup kita sukses, makmur, senang. Jangan pernah melupakan Tuhan.

Orang yang bersyukur dapat dikatakan sebagai “orang yang kaya”, karena mereka mampu menghargai dan menikmati apa yang mereka miiki. Terlebih lagi jika mereka ingat betapa banyaknya orang yang tidak memiliki apa yang mereka punyai, dan betapa banyaknya orang yang menderita. Sedangkan orang yang tidak pemah bersyukur seringkali menjadi “orang yang miskin”, karena menganggap yang yang dimilikinya itu sedikit dan ia tidak puas. Masalahnya adalah bukannya berapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa jauh kita menikmati dan merasa puas terhadap apa yang kita miliki. Apa guna bila seseorang mempunyai banyak harta, tetapi tidak dapat menikmatinya karena hidup dalam kecemasan, kekecewaan, kemarahan, penyakit, dll. Bukankah sikap ini membuat diri sendiri menjadi bodoh.



BERSYUKUR ATAS BERKAT-BERKAT YANG AKAN KITA TERIMA

Selain kita bersyukur atas berkat yang telah kita terima dan yang sekarang kita terima, kita pun mau bersyukur atas berkat-berkat yang akan kita terima. Hal yang terakhir ini seringkali kita tidak masuk dalam pikiran kita karena kita menganggap bahwa bersyukur itu hanyalah untuk apa yang telah lewat. Bersyukur atas berkat-berkat yang akan kita terima ini sebenarnya adalah faal iman yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bersyukur atas berkat-berkat yang telah kita terima. Inilah iman penuh harapan, iman yang aktif dan dinamis. Bukankah: “Iman adalah dasar dan segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dan segala sesuatu yang tidak kita lihat” (lbr. 11:1). Di sini kita berani berharap kepada Tuhan bahwa Ia akan memberikan yang terbaik untuk kita, baik yang kita minta maupun yang tidak kita minta.

Dalam iman, berkat-berkat yang akan datang telah kita terima bila kita berdoa memintanya; Tuhan teiah memberikannya kepada kita. Sebab itu patutlah kita bersyukur atas kebaikan dan kemurahan hati-Nya. Syukur ini merupakan ungkapan terima kasih kita bahwa Tuhan telah mengabulkan doa kita dan kita telah menerimanya, walaupun secara fisik kita belum melihatnya pada waktu memohonnya. Contoh: kita berdoa dan bersyukur bahwa kuasa penyembuhan Tuhan sedang bekerja dalam din kita yang tengah sakit, maka kita akan sembuh.

Marilah kita lihat beberapa teks Kitab Suci yang mendorong kita untuk bersyukur atas berkat-berkat yang akan kita terima:

 

 

SYUKUR SEBAGAI SIKAP HIDUP KITA

Allah ingin agar kita tidak hanya bersyukur satu atau dua kali saja, melainkan agar syukur itu menjadi sikap atau kebiasaan hidup kita, atau dengan kata lain menjadi orang yang yang penuh syukur. Ini memang pantas mengingat akan kelimpahan kasih-Nya. Renungkanlah nasihat Paulus berikut ini:

 

 

Paulus juga mengajarkan agar “segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol 3:16-17).

Bagi orang yang mengasihi Allah, bersyukur itu merupakan suatu ungkapan cinta, menjadi suatu kesukaan dan kegembiraan baginya, suatu pujian untuk menyenangkan Bapanya.



SIKAP BERSYUKUR ITU MEMBAWA PERKEMBANGAN HIDUP ROHANI

Sikap bersyukur merupakan cermin dan hidup rohani seseorang; semakin maju rohani seseorang semakin penuh hatinya dengan rasa syukur. Orang yang tidak beriman tidak pernah bersyukur karena kata syukur tidak tergores dalam pikiran mereka. Bagi mereka yang ada hanyalah nasib atau kebetulan; yang balk mereka katakan “nasib baik atau good luck” dan yang buruk dianggap “nasib jelek atau bad luck.” Sedangkan orang yang beriman adalah orang yang penuh syukur karena melihat tangan Tuhan yang berkarya di balik segala sesuatu. Semakin orang maju dalam hidup rohani semakin mereka mampu melihat karya Tuhan yang kasat mata itu. Iman ini bisa diibaratkan dengan mikroskop, semakin baik mikroskop semakin mampu untuk melihat hal-hal yang “kasat-mata-namun-ada”.

S. Bernardus dan Clairvaux mengatakan, “Rasa tidak tahu bersyukur adalah angin yang membakar, yang mengeringkan sumber kesalehan, embun belas kasihan, dan aliran rahmat.” Hati semua orang kudus selalu dipenuhi dengan rasa syukur, mereka tahu bersyukur. Mereka sungguh-sungguh menyadari kepapaan dirinya, dan menyadari kebesaran dan kemurahan Allah yang menjadi sumber hidup mereka.

Sebaliknya bila kita semakin sering mengucap syukur, hidup rohani kita akan semakin maju; bersyukur itu mendorong pertumbuhan iman, harapan dan kasih. Ada kuasa dalam bersyukur. Dengan bersyukur kita membiasakan diri untuk hidup menurut iman kita, bukan berdasarkan pengertian dan perasaan kita. Mungkin pada mulanya terasa sulit, tetapi perlahan-lahan rasa syukur akan memenuhi hati kita dan tanpa kita sadari hati kita akan berubah, kita akan merasakan bahwa Allah sungguh mengasihi kita. Kebiasaan bersyukur membuka diri kita terhadap aliran rahmat Allah sehingga kasih karunia-Nya memenuhi dan melingkupi kita. Kebiasaan bersyukur merupakan sarana yang baik untuk mengembangkan hidup rohani.

S. Teresia dan Lisieux menyadari pentingnya tahu berterima kasih ini dalam usaha mencapai kesempumaan, seperti ditulisnya dalam otobiografinya: “Akh, seandainya semua jiwa yang lemah dan tidak sempurna merasa seperti yang dirasakan oleh yang terkecil, yakni Teresia kecilmu, maka tak akan ada rasa putus asa sedikit pun untuk mencapai puncak cinta kasih. Sebab Yesus tidak meminta hasil yang besar, melainkan hanya penyerahan diri dan hati yang tahu berterima kasih. Dalam Mazmur 49 Dia telah berkata:
‘Aku tidak membutuhkan kambing jantan dan kandangmu, sebab semua binatang di hutan adalah kepunyaan-Ku, juga beribu-ribu hewan yang merumput di lembah dan bukit semuanya adalah milik-Ku. Aku mengenal semua burung di pegunungan. Jika Aku lapar, tak usah Kukatakan kepadamu, sebab bumi dan segala isinya adalah milik-Ku. Adakah Aku makan daging iembu jantan dan minum darah kambing jantan? Persembahkanlah kepada Allah kurban pujian dan syukur.”



HATI PENUH SYUKUR ITU MENYEHATKAN KITA

Hati yang penuh syukur itu menyehatkan kita. Kita bersyukur bahwa Allah memberikan yang terbaik untuk kita, bahwa kita mempunyai masa depan yang cerah, bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi. Keyakinan ini memberikan kekuatan, kedamaian dan kegembiraan dalam hati kita, sehingga kita dapat melangkahkan kaki kita dengan ringan dan santai. Kedamaian hati dan ketenangan pikiran inilah yang membuat tubuh kita relaks dan menjauhkan badan kita dan pelbagai macam penyakit. Bukankah antara badan dan jiwa ada suatu kesatuan; dalam jiwa yang sehat terdapat badan yang sehat dan sebaliknya. Jadi hati penuh syukur itu menjauhkan kita dan penyakit psikosomatik yang banyak diderita orang di zaman modem mi seperti: strain, depresi, sulit tidur, maag, sakit kepala, gatalgatal, dll. Amsal 17:22 menyebutkan: “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.”


DI SURGA KITA BERSYUKUR

Bukan hanya kita yang hidup di dunia saja yang bersyukur, penghuni surga pun selalu bersyukur. Dinyatakan dalam Wahyu 4:9: “Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya.” Pekerjaan satu-satunya penghuni surga adalah mencintai, memuliakan, memuji, menyembah dan bersyukur kepada Dia. Dengan perkataan lain bila hati kita yang di dunia ini penuh dengan syukur berarti kita mulai ikut ambil bagian dalam kehidupan surgawi, dan surga itu mulai hadir dalam hidup kita. Bukankah ini suatu hal yang sangat indah bila kita hidup di dunia dengan sikap hati seperti para penghuni surga dan para malaikat. “Bersyukurlah kepada Tuhan sebab Ia baik. Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mzm. 136:1).


Vincentius Elia CSE

Salah satu penulis di situs carmelia.net