Print
Hits: 6078

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya. Sesungguhnya tujuan pembaruan karismatik bukan lain daripada tujuan hidup Kristiani pada umumnya, yaitu ingin menghayati hidup Kristiani secara penuh, menghayati Injil secara utuh. Dalam pembaruan karismatik kita ingin mengembalikan Kristus sebagai titik pusat hidup kita, sehingga seluruh hidup kita sungguh-sungguh dijiwai oleh-Nya, dijiwai oleh semangat-Nya. Kristus harus menjadi titik pusat hidup kita sedemikian rupa, sehingga akhirnya bukan kita lagi yang hidup melainkan Kristus yang hidup dalam diri kita (Gal 2:20). Namun, hal ini hanya mungkin terjadi dalam kekuatan Roh Kudus yang telah dianugerahkan kepada kita. 

Pewartaan Kristiani adalah pewartaan Kabar Gembira, suatu kabar yang sungguh-sungguh menggembirakan, yang dapat mengubah hati orang yang sedih menjadi gembira, yang menyebabkan hati yang sesak menjadi lega. Injil adalah suatu kabar pembebasan, dan karenanya agama Kristiani adalah agama yang mampu menjadikan manusia bebas dan bahagia. Oleh sebab itu, siapa yang menerimanya akan menjadi manusia yang bebas dan bahagia. Apa artinya? Agama Kristiani dapat sungguh-sungguh membebaskan manusia dan menjadikannya bahagia. Apabila kepada seseorang yang berada dalam penjara disampaikan suatu berita, “Besok kamu boleh pulang dengan bebas,” nah itulah suatu kabar yang sungguh menggembirakan baginya dan ia setelah itu menjadi manusia yang bebas. Demikian pula seharusnya setiap pewartaan Kristiani kita: setiap orang yang menerima Injil seharusnya menjadi sungguh-sungguh bebas dan bahagia. 

Kristus datang ke dunia ini justru untuk membawakan kabar pembebasan itu. Ia sendiri datang untuk membebaskan kita dari segala ikatan yang telah memperbudak kita, khususnya dari perbudakan dosa, yang menjadikan kita manusia tidak bebas: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” ...Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka’” (Yoh 8:31-36). 

Jadi, Ia datang untuk menjadikan kita manusia yang sungguh-sungguh bebas, yang sungguh-sungguh mampu mengabdi Allah dengan segenap hati, karena tidak lagi terikat oleh perbudakan dosa. Setelah kita menjadi bebas, kita akan mampu menerima hidup baru yang dibawakan oleh-Nya. Sebab Kristus datang ke dunia ini tidak hanya untuk mengajar kita bagaimana kita harus mengabdi Allah, bagaimana kita harus mencintai Tuhan dan sesama. Kristus tidak datang hanya untuk mengajarkan hukum-hukum dan perintah-perintah, melainkan pertama-tama untuk membawakan suatu hidup, hidup yang baru, hidup yang berlimpah-limpah (Yoh 10:10). Ia bukan hanya datang mengajar kita tentang Allah melainkan juga untuk memberikan kemampuan yang nyata kepada kita hingga kita dapat mencintai Allah secara nyata. Dengan demikian Allah akan menjadi suatu realitas yang nyata bagi kita. 

Kenyataannya dewasa ini agama Kristiani kita kurang menunjukkan vitalitas yang seharusnya ada. Kurang ada gairah hidup Kristiani yang sejati, kurang ada pewartaan yang sungguh-sungguh meyakinkan dan kesaksian hidup kristiani yang sungguh-sungguh kurang tampak. Lagipula kiranya tidak dapat disangkal, bahwa hidup banyak orang Kristiani tidak mencerminkan Kabar Gembira. Hidup kita seringkali kurang menunjukkan bahwa kita ini sungguh-sungguh manusia yang bebas, yang bahagia. Biarpun kita dengan mulut mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan penyelamat kita, namun seringkali kita masih belum mengenal sungguh-sungguh siapakah Yesus itu, kita belum pernah mengalami siapa Dia itu sesungguhnya, kita belum pernah mengalami kehadiran-Nya, padahal Ia senantiasa hadir dalam diri kita. Kita sering diajar tentang Yesus, dan barangkali seringpula mengajar tentang Dia, tentang karya penyelamatan-Nya, tentang ke-Allahan-Nya, namun kita belum sungguh-sungguh mengenal-Nya. Banyak yang barangkali tidak memiliki hubungan yang sungguh-sungguh pribadi dengan Yesus, dengan Allah, dan karena itu tidak mengalami cinta-Nya secara nyata. Biarpun kita tahu bahwa Allah tinggal dalam hati kita (bdk. Yoh 14:23), namun kebanyakan tidak pernah mengalami kehadiran-Nya. Bagi banyak orang, Allah hanyalah suatu gagasan belaka, bukan suatu realitas yang hidup, bukan Bapa yang benar-benar mengasihi anak-anak-Nya dan yang memperhatikan nasib mereka dengan sungguh-sungguh. 

Semuanya ini akhirnya menjadi sebab mengapa agama Kristiani sekedar menjadi suatu kewajiban, suatu rentetan perintah yang harus ditaati dan serentetan upacara yang kurang mempunyai arti, yang tidak menyentuh hati. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila agama Kristiani tidak menunjukkan vitalitas yang seharusnya ada, yang seharusnya dimilikinya. Maka Gereja pun kehilangan kekuatannya yang semula dan kesaksiannya pun kurang mengesankan. 

Melihat kenyataan ini banyak orang Kristiani yang serius bertanya-tanya, apakah agama yang mereka anut itu hanya begitu-begitu saja. Apakah agama ini tidak memberikan sesuatu yang lebih daripada itu? Akhirnya karena bimbingan Roh Kudus banyak di antara mereka yang menyadari bahwa yang menjadi sebab utama dari segala kelesuan itu ialah kenyataan bahwa hidup mereka belum berpusat pada Kristus, bahwa hidup mereka masih terlalu bersandar pada kekuatan serta kebijaksanaan manusiawi saja. Dari kesadaran ini mulai timbullah suatu sikap baru. 

Supaya hidup kita berubah dan memiliki gairah baru, kita membutuhkan perubahan arah, menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan kita. Ini berarti kita harus menjadikan-Nya sebagai titik pusat hidup kita, serta membiarkan Dia menguasai hidup kita. Namun, supaya Kristus benar-benar menjadi titik pusat hidup kita, kita perlu memohon kepada-Nya dengan sungguh-sungguh karunia Roh Kudus. Kita perlu mohon, supaya Ia melepaskan kuasa Roh Kudus dalam diri kita sehingga mulai saat itu Roh Kuduslah yang menguasai serta mengatur dan membimbing hidup kita. Roh Kudus harus makin aktif dalam diri kita serta memimpin seluruh hidup kita. Ia harus memainkan peranan yang lebih besar lagi, sehingga hidup kita seluruhnya dapat dibimbing oleh-Nya sebab seperti kata Paulus, “Semua orang yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak Allah” (Rm 8:14). 

Untuk mengerti peranan Roh Kudus ini dalam hidup kita, baiklah kita tinjau apa yang diuraikan dan ditulis Paulus dalam suratnya kepada umat di Galatia 3:1-5. Intinya: kita memasuki hubungan yang tepat dengan Allah melalui iman akan Yesus Kristus, bukan karena menepati hukum-hukum, bukan karena perbuatan baik, namun melulu karena iman akan Yesus Kristus. 

Namun yang mengherankan atau mungkin bahkan membingungkan kita ialah cara hidup Gereja Purba, cara hidup umat Kristen pertama, seperti yang dapat kita simpulkan dari surat tadi. Dasar argumen Santo Paulus ialah pengalaman Roh Kudus. Pengalaman ini merupakan realitas yang hidup di antara orang-orang Galatia, juga di antara jemaat-jemaat lain waktu itu dan karenanya apa yang ditulis Paulus tidak mengherankan kita. Akan tetapi, jikalau sekarang Paulus bertanya kepada jemaat kita, atau umat paroki kita dewasa ini, “Apakah Allah memberimu Roh secara demikian berlimpah-limpah itu serta mengerjakan mukjizat di tengah-tengahmu itu, karena iman akan pewartaan atau karena menaati hukum?” Mungkin kita bingung menjawabnya, kita tidak dapat menjawab, atau barangkali jawaban kita ialah “apa maksudmu?”. 

Umat pada masa Gereja Purba memiliki iman yang hidup akan Yesus Kristus. Inilah kuncinya mengapa karya-karya Allah dan manifestasi segala karunia Roh Kudus nampak begitu hidup dan berkembang pada zaman itu. Dan sesungguhnya hingga saat ini Allah masih terus ingin memberikan Roh-Nya secara berlimpah di tengah-tengah kita. Namun, ketika Yesus mencurahkan Roh Kudus-Nya ke tengah-tengah kita, adakah Ia mendapati iman di bumi? Semoga kita dapat selalu bertumbuh dalam iman kepada Yesus Kristus, sehingga hati kita senantiasa terbuka kepada Allah dan segala karunia Roh Kudus-Nya. 

Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya. Sesungguhnya tujuan pembaruan karismatik bukan lain daripada tujuan hidup Kristiani pada umumnya, yaitu ingin menghayati hidup Kristiani secara penuh, menghayati Injil secara utuh. Dalam pembaruan karismatik kita ingin mengembalikan Kristus sebagai titik pusat hidup kita, sehingga seluruh hidup kita sungguh-sungguh dijiwai oleh-Nya, dijiwai oleh semangat-Nya. Kristus harus menjadi titik pusat hidup kita sedemikian rupa, sehingga akhirnya bukan kita lagi yang hidup melainkan Kristus yang hidup dalam diri kita (Gal 2:20). Namun, hal ini hanya mungkin terjadi dalam kekuatan Roh Kudus yang telah dianugerahkan kepada kita.

Pewartaan Kristiani adalah pewartaan Kabar Gembira, suatu kabar yang sungguh-sungguh menggembirakan, yang dapat mengubah hati orang yang sedih menjadi gembira, yang menyebabkan hati yang sesak menjadi lega. Injil adalah suatu kabar pembebasan, dan karenanya agama Kristiani adalah agama yang mampu menjadikan manusia bebas dan bahagia. Oleh sebab itu, siapa yang menerimanya akan menjadi manusia yang bebas dan bahagia. Apa artinya? Agama Kristiani dapat sungguh-sungguh membebaskan manusia dan menjadikannya bahagia. Apabila kepada seseorang yang berada dalam penjara disampaikan suatu berita, “Besok kamu boleh pulang dengan bebas,” nah itulah suatu kabar yang sungguh menggembirakan baginya dan ia setelah itu menjadi manusia yang bebas. Demikian pula seharusnya setiap pewartaan Kristiani kita: setiap orang yang menerima Injil seharusnya menjadi sungguh-sungguh bebas dan bahagia. 

Kristus datang ke dunia ini justru untuk membawakan kabar pembebasan itu. Ia sendiri datang untuk membebaskan kita dari segala ikatan yang telah memperbudak kita, khususnya dari perbudakan dosa, yang menjadikan kita manusia tidak bebas: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” ...Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka’” (Yoh 8:31-36). 

Jadi, Ia datang untuk menjadikan kita manusia yang sungguh-sungguh bebas, yang sungguh-sungguh mampu mengabdi Allah dengan segenap hati, karena tidak lagi terikat oleh perbudakan dosa. Setelah kita menjadi bebas, kita akan mampu menerima hidup baru yang dibawakan oleh-Nya. Sebab Kristus datang ke dunia ini tidak hanya untuk mengajar kita bagaimana kita harus mengabdi Allah, bagaimana kita harus mencintai Tuhan dan sesama. Kristus tidak datang hanya untuk mengajarkan hukum-hukum dan perintah-perintah, melainkan pertama-tama untuk membawakan suatu hidup, hidup yang baru, hidup yang berlimpah-limpah (Yoh 10:10). Ia bukan hanya datang mengajar kita tentang Allah melainkan juga untuk memberikan kemampuan yang nyata kepada kita hingga kita dapat mencintai Allah secara nyata. Dengan demikian Allah akan menjadi suatu realitas yang nyata bagi kita. 

Kenyataannya dewasa ini agama Kristiani kita kurang menunjukkan vitalitas yang seharusnya ada. Kurang ada gairah hidup Kristiani yang sejati, kurang ada pewartaan yang sungguh-sungguh meyakinkan dan kesaksian hidup kristiani yang sungguh-sungguh kurang tampak. Lagipula kiranya tidak dapat disangkal, bahwa hidup banyak orang Kristiani tidak mencerminkan Kabar Gembira. Hidup kita seringkali kurang menunjukkan bahwa kita ini sungguh-sungguh manusia yang bebas, yang bahagia. Biarpun kita dengan mulut mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan penyelamat kita, namun seringkali kita masih belum mengenal sungguh-sungguh siapakah Yesus itu, kita belum pernah mengalami siapa Dia itu sesungguhnya, kita belum pernah mengalami kehadiran-Nya, padahal Ia senantiasa hadir dalam diri kita. Kita sering diajar tentang Yesus, dan barangkali seringpula mengajar tentang Dia, tentang karya penyelamatan-Nya, tentang ke-Allahan-Nya, namun kita belum sungguh-sungguh mengenal-Nya. Banyak yang barangkali tidak memiliki hubungan yang sungguh-sungguh pribadi dengan Yesus, dengan Allah, dan karena itu tidak mengalami cinta-Nya secara nyata. Biarpun kita tahu bahwa Allah tinggal dalam hati kita (bdk. Yoh 14:23), namun kebanyakan tidak pernah mengalami kehadiran-Nya. Bagi banyak orang, Allah hanyalah suatu gagasan belaka, bukan suatu realitas yang hidup, bukan Bapa yang benar-benar mengasihi anak-anak-Nya dan yang memperhatikan nasib mereka dengan sungguh-sungguh. 

Semuanya ini akhirnya menjadi sebab mengapa agama Kristiani sekedar menjadi suatu kewajiban, suatu rentetan perintah yang harus ditaati dan serentetan upacara yang kurang mempunyai arti, yang tidak menyentuh hati. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila agama Kristiani tidak menunjukkan vitalitas yang seharusnya ada, yang seharusnya dimilikinya. Maka Gereja pun kehilangan kekuatannya yang semula dan kesaksiannya pun kurang mengesankan. 

Melihat kenyataan ini banyak orang Kristiani yang serius bertanya-tanya, apakah agama yang mereka anut itu hanya begitu-begitu saja. Apakah agama ini tidak memberikan sesuatu yang lebih daripada itu? Akhirnya karena bimbingan Roh Kudus banyak di antara mereka yang menyadari bahwa yang menjadi sebab utama dari segala kelesuan itu ialah kenyataan bahwa hidup mereka belum berpusat pada Kristus, bahwa hidup mereka masih terlalu bersandar pada kekuatan serta kebijaksanaan manusiawi saja. Dari kesadaran ini mulai timbullah suatu sikap baru. 

Supaya hidup kita berubah dan memiliki gairah baru, kita membutuhkan perubahan arah, menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan kita. Ini berarti kita harus menjadikan-Nya sebagai titik pusat hidup kita, serta membiarkan Dia menguasai hidup kita. Namun, supaya Kristus benar-benar menjadi titik pusat hidup kita, kita perlu memohon kepada-Nya dengan sungguh-sungguh karunia Roh Kudus. Kita perlu mohon, supaya Ia melepaskan kuasa Roh Kudus dalam diri kita sehingga mulai saat itu Roh Kuduslah yang menguasai serta mengatur dan membimbing hidup kita. Roh Kudus harus makin aktif dalam diri kita serta memimpin seluruh hidup kita. Ia harus memainkan peranan yang lebih besar lagi, sehingga hidup kita seluruhnya dapat dibimbing oleh-Nya sebab seperti kata Paulus, “Semua orang yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak Allah” (Rm 8:14). 

Untuk mengerti peranan Roh Kudus ini dalam hidup kita, baiklah kita tinjau apa yang diuraikan dan ditulis Paulus dalam suratnya kepada umat di Galatia 3:1-5. Intinya: kita memasuki hubungan yang tepat dengan Allah melalui iman akan Yesus Kristus, bukan karena menepati hukum-hukum, bukan karena perbuatan baik, namun melulu karena iman akan Yesus Kristus. 

Namun yang mengherankan atau mungkin bahkan membingungkan kita ialah cara hidup Gereja Purba, cara hidup umat Kristen pertama, seperti yang dapat kita simpulkan dari surat tadi. Dasar argumen Santo Paulus ialah pengalaman Roh Kudus. Pengalaman ini merupakan realitas yang hidup di antara orang-orang Galatia, juga di antara jemaat-jemaat lain waktu itu dan karenanya apa yang ditulis Paulus tidak mengherankan kita. Akan tetapi, jikalau sekarang Paulus bertanya kepada jemaat kita, atau umat paroki kita dewasa ini, “Apakah Allah memberimu Roh secara demikian berlimpah-limpah itu serta mengerjakan mukjizat di tengah-tengahmu itu, karena iman akan pewartaan atau karena menaati hukum?” Mungkin kita bingung menjawabnya, kita tidak dapat menjawab, atau barangkali jawaban kita ialah “apa maksudmu?”. 

Umat pada masa Gereja Purba memiliki iman yang hidup akan Yesus Kristus. Inilah kuncinya mengapa karya-karya Allah dan manifestasi segala karunia Roh Kudus nampak begitu hidup dan berkembang pada zaman itu. Dan sesungguhnya hingga saat ini Allah masih terus ingin memberikan Roh-Nya secara berlimpah di tengah-tengah kita. Namun, ketika Yesus mencurahkan Roh Kudus-Nya ke tengah-tengah kita, adakah Ia mendapati iman di bumi? Semoga kita dapat selalu bertumbuh dalam iman kepada Yesus Kristus, sehingga hati kita senantiasa terbuka kepada Allah dan segala karunia Roh Kudus-Nya.