Print
Hits: 15389

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Banyak orang juga menginginkan pengalaman ini, lebih-lebih bagi mereka yang percaya pada cerita atau sharing orang lain yang telah mendapatkan pengalaman indah dalam doa Pencurahan Roh Kudus. Ada pula yang karena pengalamannya dalam Resting, akhirnya mengagung-agungkan pengalaman ini. Sehingga bila didoakan sengaja menjatuhkan diri. Orang yang demikian ini disebabkan karena mereka berpendapat bahwa bila waktu didoakan jatuh maka berarti dia sudah kepenuhan roh. Penyalahgunaan seperti ini bukan saja terjadi pada yang didoakan, tetapi hal ini juga kemudian dimutlakkan oleh para pendoa itu sendiri. Sehingga apabila mendoakan, orang yang didoakan harus jatuh sehingga banyak dari mereka sengaja membuat orang yang didoakan jatuh. Misalnya dengan mendorong atau menjegal orang yang didoakan.

Namun di samping itu ada juga yang sudah memahami hal ini melalui pengarahan-pengarahan sebelum didoakan Pencurahan Roh Kudus dan karena pengalaman pribadi mereka. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah resting ini berasal dari Tuhan atau bukan, bisa dilihat dari buah-buahnya. Melalui pengalaman resting, orang dapat mengalami pertobatan dan juga penyembuhan, tetapi banyak juga yang setelah mengalami resting tidak ada perubahan apa-apa dalam hidupnya.


Apakah Gejala ini Sebenarnya?

Gejala-gejala seperti ini, semacam resting, rupanya dalam tradisi agama lain juga ada. Misalnya “Trans” (dari Bahasa Latin yang artinya lewat dari satu keadaan ke keadaan lain). Melalui latihan-latihan dan teknik-teknik tertentu orang dapat mengalami trans. Ada kelompok Sufi di Malaysia yang sampai juga pada pengalaman trans dan kadang-kadang mereka dibantu dengan ganja. Contoh lain misalnya di Bali tari Kecak dan di Jawa tari Kuda Lumping. Atau dewasa ini ada kelompok-kelompok Meditasi Transendental yang menjanjikan ekstase bahkan levitasi (tubuhnya terangkat).

Dalam agama Kristen ditemui istilah ekstase atau rapture (terpesona). Dalam pengalaman Kristen istilah ekstase; ex-stare artinya keluar dari diri sendiri dan ekstase ini bisa bermacam-macam, misalnya levitasi. Disini orang tersentuh oleh suatu pengalaman tertentu, orang menjadi seolah keluar dari keadaannya yang biasa dan seperti tidak sadar diri atau melampaui kesadaran yang biasa. Dalam Gereja Katolik kita temui pengalaman dari para mistikus kita, misalnya Santa Teresa Avila dan Santo Yohanes Salib.

Francis MacNutt dalam bukunya “The Power to Heal” mengatakan bahwa resting in the Spirit adalah kekuatan yang berasal dari Roh Kudus yang memenuhi seseorang. Kekuatan Roh Kudus ini memuncak dari dalam kesadarannya di mana energi tubuh menghilang jauh hingga dia tidak dapat berdiri lagi.

Dan Morton Kelsey berkomentar bahwa resting in the Spirit ini adalah adanya kuasa Roh kudus atau energi yang mengalir ke bagian terdalam, yang membuat mereka tenang dan kemudian jatuh.

Kerjasama kita dalam memperoleh karunia ini adalah dengan penyerahan secara total kepada Allah. Ini adalah “saat yang hening” ketika hati kita dalam keadaan yang siap mengizinkan Roh Kudus masuk dan bekerja lebih dalam untuk mencurahkan berkat, penyembuhan atau karunia-karunia yang lain.

Seperti banyak karunia-karunia karismatik yang lain, karunia ini juga berhubungan dengan iman. Pertama dan yang sangat penting adalah beriman kepada Allah, percaya bahwa Roh Kudus-Nya selalu bekerja, percaya bahwa Ia akan memberkati kita, menyembuhkan kita melalui banyak cara dan menjaga serta memelihara kita.

Jika kita “jatuh”, apakah yang akan terjadi?

Berbagai pengalaman telah dialami, antara orang yang satu dengan yang lainnya tidak sama dan inilah barangkali yang menyebabkan tiap-tiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai resting in the Spirit. Beberapa orang merasa bahwa mereka melayang jauh seperti di atas awan. Roh Kudus seperti membungkus mereka dengan kuasa cinta-Nya. Yang lain lagi merasakan suatu kedamaian yang luar biasa dan cintanya meluap seolah-olah Roh Kudus memenuhi hatinya dan mencurahkan banyak karunia. Rasa hening yang lain merasuk dalam hati atau bagian tertentu dari tubuhnya yang sakit mulai disembuhkan atau ada orang yang melihat cahaya cemerlang dan mungkin juga diberi visiun selama resting in the Spirit ini.


Bagaimana kita menyikapinya?

Sebelum doa Pencurahan Roh Kudus, biasanya diberikan pengarahan-pengarahan yang menganjurkan untuk tidak memperhatikan pengalaman-pengalaman yang akan terjadi dalam pencurahan Roh. Dalam pencurahan Roh, biasanya ada yang mengalami resting dan ada yang tidak, seolah tidak mendapatkan apa-apa. Namun bagi yang resting, belum tentu mereka ini sungguh-sungguh mengalami Allah. Mungkin mereka ini hanya sugesti atau ikut-ikutan sehingga sesudah pengalaman itu tidak menampakkan tanda-tanda perubahan apapun dalam hidupnya. Berdasarkan pengalaman, orang yang tidak resting dan dilihat dari mata jasmani tidak memperlihatkan tanda-tanda apapun, nyatanya ada juga dari mereka itu yang memiliki kelimpahan Roh Kudus sehingga setelah didoakan Pencurahan Roh Kudus hidupnya sungguh berubah, mengalami pertobatan yang mendalam bahkan ada yang mengalami penyembuhan fisik. Oleh karena itu, pengalaman resting ini boleh dikatakan memiliki sifat yang ambiguous, memiliki dua arti. Bisa positif, bisa negatif.

Pengalaman Resting in the Spirit tidak dapat dimutlakkan. Gejala ini memang merupakan realitas yang banyak dialami, pengalaman yang diperoleh bisa positif: merasakan damai dan sukacita atau bisa juga tenang, mengalami pertobatan dan penyembuhan. Dan bisa negatif: merasa sombong bahwa dia bisa mendapatkan pengalaman itu sehingga setelah pengalaman itu dia mencari lagi pengalaman yang sama, selalu menjatuhkan diri bila didoakan atau selalu membuat orang jatuh bila mendoakan, memutlakkan pengalaman resting.

Walaupun Santa Teresa dari Avila dan Santo Yohanes dari Salib sering mengalami ekstase atau levitasi tetapi keduanya mengatakan bahwa pengalaman ini tidak hakiki dan itu tidak boleh dikejar. Memang kadang orang mengalaminya dan tidak bisa dihindarkan, tetapi tidak boleh dikejar. Jadi, tidak bisa dari satu fakta itu orang menyimpulkan bahwa itu dari Allah.

Mengenai hal ini, Santo Yohanes dari Salib dengan tegas menekankan bahwa semua pengalaman-pengalaman dan hiburan-hiburan itu jangan diperhatikan. Bila itu dari Tuhan maka pada saat diberikan, efeknya sudah langsung ditanamkan dalam jiwa. Jadi, nilai seseorang tidak diukur oleh gejala-gejala tersebut. Semuanya itu tidak bernilai dan sia-sia jika tidak menambah iman, harapan dan cinta kasih pada Tuhan dan sesama.