Print
Hits: 8081

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Seorang anak remaja berdiri di kaki sebuah gunung. Gunung itu tampak begitu tinggi dan terjal, berdiri tegak di depannya seolah menantang. Ditariknya napas dalam-dalam, mengatur sengal-sengalnya yang terjadi karena napasnya yang pendek. Ia harus mendaki gunung itu, padahal ia mengalami gangguan pernapasan, dan sejenak anak itu memandang kakinya. Rupanya kakinya timpang sebelah, sudah sejak ia kecil. “Bagaimana mungkin aku bisa mencapai puncak gunung itu?” tanya sang remaja itu kepada dirinya sendiri dengan sedih. “Aku membutuhkan sesuatu yang membuat hal ini menjadi mungkin.”

Tiba-tiba dilihatnya seekor burung merpati putih yang sangat indah terbang mendekat kepadanya. Matanya yang jernih mengundangnya untuk naik mendaki gunung yang tinggi itu. Sinar matanya meneguhkan hati remaja muda itu untuk berani memulai langkah pertama pendakiannya. “Baiklah, aku akan mencoba mendaki gunung ini, tetapi engkau jangan meninggalkan aku, ya?” kata sang remaja itu kepada merpati putih. Seolah mengerti apa yang dikatakan, merpati putih itu pun mengangguk-angguk dan dimulailah perjalanan pendakian gunung yang tinggi dari seorang remaja timpang dan merpati putih.

Demikianlah gambaran setiap anak manusia yang hendak mendaki gunung Allah. Segala kelemahan dan cacat celanya membuat kaki rohaninya timpang dan napasnya pendek. Ia membutuhkan seekor burung merpati indah yang mendampingi dan menguatkannya. Di manakah dapat kita temukan merpati itu? Merpati itu tidak lain adalah Roh Kudus, Roh yang menolong kita untuk bisa sampai kepada Tuhan, puncak segala kesempurnaan. Roh Kuduslah yang membuat kita mengenal Bapa dan mengakui Yesus sebagai Tuhan kita.

“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (Rm 8:15)

“…tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus.” (1Kor 12:3b)

Allah adalah kasih (1Yoh 4:8,16), kasih-Nya dari kekal hingga kekal. Seluruh keberadaan Allah adalah kasih, dan dengan penuh cinta kasih Ia memandang gambaran kemuliaan-Nya, yang tidak lain adalah Putra. Putra juga mencintai Bapa dengan cinta kasih yang sama. Cinta kasih antara Bapa dan Putra ini merupakan pemberian diri satu sama lain. Santo Agustinus mengatakan bahwa cinta abadi dan saling pemberian diri antara Bapa dan Putra ini tidak lain adalah Roh Allah sendiri, yang biasa kita sebut dengan Roh Kudus atau Roh Cinta kasih.

Roh Kudus adalah Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal. Roh Kudus inilah yang dicurahkan ke dalam jiwa kita saat dibaptis. Oleh karena itu, untuk mencari Roh Kudus kita tidak perlu mencari ke mana-mana, karena Ia berada begitu dekat, yaitu di dalam diri kita sendiri. “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, …dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1Kor 6:19)

Yesus pernah berkata bahwa Ia akan menyertai kita selalu sampai akhir zaman (bdk. Mat 28:20). Kehadiran penyertaan Yesus yang nyata dalam hidup kita terwujud lewat perutusan Roh Kudus. Setiap jiwa dalam keadaan rahmat merupakan tabernakel yang hidup. Jika kita harus menghormati Yesus yang hadir dalam tabernakel, kita juga harus menghormati Roh Kudus yang diam di dalam jiwa kita. Kehadiran Roh Kudus dalam jiwa kita sungguh merupakan kejadian yang mengagumkan, karena mengungkapkan cinta Allah yang memberikan Diri-Nya seutuhnya kepada kita. Cinta-Nya yang besar telah membuat hati kita menjadi tempat persemayaman-Nya, sehingga hati kita menjadi surga kecil tempat kediaman Allah. Dengan gagah berani Santo Ignasius dari Antiokia pernah berkata kepada Kaisar Trajanus yang sering menghina umat kristiani, “Jangan menghina Ignasius, pembawa Allah.” Tentu saja Trajanus menjadi heran dengan sikap Ignasius dan bertanya, “Mengapa kamu berkata bahwa kamu adalah pembawa Allah?” “Karena Allah ada dalam diriku,” jawab Ignasius tegas. Roh Kudus ada di pusat keberadaan jiwa kita. Ia ada begitu dekat, begitu intim. Dialah pusat jiwa kita, jantung hati kita, poros kehidupan kita.

“Aku capek sekali, tidak kuat lagi. Kita berhenti dulu, ya?” mohon si remaja timpang kepada merpati putih. Kebetulan di dekatnya ada sebuah mata air yang sangat jernih. Maka dengan penuh kehausan ia pun mereguk air segar itu dengan lahapnya.

Di setiap kedahagaan dalam kehidupan, jiwa kita mendambakan suatu kesegaran adikodrati yang dapat menyirami setiap lekuk hati kita hingga sudutnya yang terdalam. Hanya di dalam Yesus sajalah kita menemukan kepuasan untuk setiap kehausan, karena Ia adalah Sang Air Kehidupan. “…barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal" (Yoh 4:14).

 Yesus rindu agar kita masing-masing datang kepada-Nya dan mereguk kasih-Nya yang bening. Jika kita minum daripada-Nya, maka kita tidak akan haus lagi karena dari dalam diri kita akan memancar mata air yang terus menerus mengalir hingga sampai kepada hidup yang kekal. Mata air yang terus memancar di dalam diri ini tidak lain adalah Roh Kudus. Roh Kudus, yang merupakan Roh Cinta kasih, menenggelamkan kita di dalam kasih ilahi yang tak bertepi.

Salah satu alasan Yesus Kristus membiarkan Diri-Nya wafat di kayu salib, adalah agar kita menerima Roh Kudus. “Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu” (Yoh 16:7).

Di atas Kalvari, Yesus memberikan tiga anugerah terindah bagi manusia, yaitu Diri-Nya sendiri, ibu-Nya, dan Roh-Nya. Dari Injil Yohanes kita dapatkan bahwa setelah para serdadu menikam lambung Yesus, segera mengalirlah keluar darah dan air. Darah dan air ini melambangkan Roh Kudus yang tercurah bagi manusia. Segera setelah wafat Kristus, cinta ilahi yang kekal mengalir, membanjir deras menyirami setiap jiwa yang kering dan retak karena dosa, menghidupkan kembali pembuluh-pembuluh darah yang telah lama membeku, dan menghangatkan mereka yang sudah lama menggigil dalam gelap.

Roh Kudus yang bagaikan mata air terus mengalir itu membersihkan jiwa kita, dan membuat kita semakin lama semakin ilahi. Santo Sirilus mengatakan, “Roh Kudus memberikan cap ke dalam diri kita suatu gambaran ilahi dan menganugerahkan kepada kita keindahan yang luar biasa. Kita menjadi Bait Roh Kudus karena Ia sungguh-sungguh berdiam di dalam kita. Oleh karena itu, kita disebut ilahi. Persatuan kita dengan Roh Kudus inilah yang membuat kita mengambil bagian dalam kodrat Allah, sungguh suatu hal yang melampaui pemahaman manusia.”

Dengan tangan ilahi-Nya Allah menciptakan kita. Dengan tangan ilahi-Nya pula Allah membentuk dan mengubah kita agar semakin hari semakin serupa dengan gambaran-Nya. Dia menciptakan kita dengan cinta yang istimewa. Dan dengan penuh kasih dan perhatian pula Ia menenun helai demi helai keindahan di jiwa kita melalui Roh Kudus, jari jemari ilahi Sang Seniman Agung. Santo Thomas Aquino mengatakan, “Kebaikan ilahi-Nya yang tak terhingga belum puas dengan semua karunia kodrati yang diberikan kepada kita. Dia memutuskan untuk mengangkat kita ke tingkatan ilahi dengan penciptaan baru dan masih lebih mengagumkan, Dia membuat kita seperti Allah.”

Pada saat proses pemurnian dan pembentukan itu terjadi, seringkali kita merasakan sakit. Bagaimana tidak sakit, jika kaki yang sudah lama bengkok diluruskan? Jika bibir yang sudah lama sumbing dinormalkan? Jika jantung yang biasa berdetak pendek dilatih sampai napas tak tersengal lagi? Akan tetapi, demikianlah Roh Kudus bekerja memulihkan kita dari segala cacat cela dan kelemahan, sehingga semakin hari kita semakin serupa dengan gambaran Allah. Santo Gregorius dari Nazianze berkata, “Jadilah alat yang baik yang dibunyikan oleh Roh Kudus, sebab Ia sanggup menciptakan melodi ilahi yang menyanyikan kemuliaan dan kekuasaan ilahi.”

Kesucian adalah akibat dari kehadiran Roh Kudus yang bersemayam di dalam jiwa kita. Santo Yohanes Krisostomos mengatakan, “Sebelum kita menerima Roh Kudus, kita seperti seorang yang dibebani dengan umur dan kelemahan. Akan tetapi, jika Roh Kudus datang ke dalam diri kita, kita dibuat muda, indah, dan penuh dengan energi.”

Mengapa Allah melakukan semua ini? Semata-mata karena cinta. Ia begitu mencintai kita sehingga Ia membuat kita serupa dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, Ia melayakkan kita untuk duduk di sisi-Nya dalam kerajaan Surga, untuk ikut merasakan sukacita dan kemuliaan-Nya sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya.

Semakin lama semakin tinggi pula gunung yang didaki oleh si remaja timpang didampingi merpati putihnya yang setia. Tiba-tiba sang remaja pun menyadari suatu hal yang tak pernah diimpikan dalam hidupnya, “Hei merpati, lihatlah, kakiku sudah bisa melompat-lompat dengan lincahnya. Aku tidak timpang lagi! Napasku pun tak tersengal lagi!” Bagaikan seekor anak rusa ia pun melompat-lompat mendaki gunung yang terjal dan berbatu penuh sukacita. Tak terasa akhirnya sang remaja pun tiba di puncak gunung yang tinggi itu. Akan tetapi, ia kini bukan lagi si remaja yang sama dengan remaja di kaki gunung. Kakinya tidak timpang lagi, napasnya tak tersengal lagi, wajahnya berseri segar kemerahan diterpa udara gunung yang sejuk. Hatinya penuh damai dan sukacita terpancar dari sorot matanya yang berbinar penuh kegembiraan menatap sang merpati putih, sahabatnya yang baik dan setia. “ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku” (Hab 3:19).

Saat ini sepasang mata merpati putih nan lembut itu menatap kita, mengajak kita untuk mendaki gunung Allah. Jangan lihat kaki kita yang timpang atau napas kita yang tersengal, tetapi pandanglah tangan-Nya yang kuat, cinta-Nya yang setia, dan kemahakuasaan-Nya yang membuat tiada apa pun yang mustahil bagi-Nya. Maukah kita menjawab “Ya” atas undangan-Nya? Kita hanya perlu mengangguk lembut, dan Ia pun akan menerbangkan kita di atas kepak sayap-Nya. Menerbangkan kita menembus awan-awan surgawi, dan mempersatukan kita dalam cinta kasih-Nya sebagai mempelai-Nya yang terkasih.