Print
Hits: 11744

User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 

 Yang dimaksud dengan karunia Roh Kudus di sini yaitu apa yang dikenal oleh Gereja tentang ketujuh karunia Roh Kudus, yang merupakan karunia-karunia tetap, artinya satu kali diberikan, diberikan secara tetap dan dapat berkembang terus menerus. Sesungguhnya karunia-karunia Roh Kudus ini diberikan kepada kita sebagai karunia yang dicurahkan pada waktu orang dibaptis. Kemudian ini harus berkembang terus. Berkembang terus-menerus sampai mencapai kepenuhannya. Seperti dikatakan dalam Yesaya 11: 2 – 3. Semua karunia Roh Kudus disebutkan: Roh Tuhan akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasehat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan Tuhan; ya kesenangannya ialah takut akan Tuhan,...”. Ini yang menjadi dasar dari ketujuh karunia Roh Kudus.

Di dalam perjalanan hidup kita, karunia ini tidak hanya kita jumpai pada para mistik Gereja saja, tetapi ini juga diberikan kepada setiap orang Kristen yang sudah dibaptis. Kalau kita mau berkembang di dalam kehidupan rohani, maka karunia-karunia Roh Kudus ini juga harus kita miliki dan harus berkembang. Bila hidup rohani kita mulai berkembang, suatu saat tanpa kita sadari sejalan dengan perkembangan rohani karunia-karunia ini mulai kelihatan yang berupa antena-antena yang peka untuk menangkap gerak dan dorongan Roh Kudus.

Bagaimana Roh Kudus mendorong kita? Dan bagaimana pula Roh Kudus berkarya di dalam diri kita? Dia berkarya dan mendorong kita justru melalui karunia-karunia Roh Kudus. Setiap hidup orang Kristen yang bersemangat, sesungguhnya dia mengandaikan karunia-karunia Roh Kudus ini di dalam hidupnya. Roh Kudus yang aktif, yang tinggal di dalam diri kita, mempunyai satu tujuan yaitu Dia ingin mengubah hidup kita seluruhnya, Dia ingin mengilahikan hidup kita. Dengan kehadiran-Nya yang menguduskan. Roh Kudus sedikit demi sedikit mengadakan perubahan-perubahan dan mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam diri kita sampai akhirnya menguduskan kita yang menimbulkan perubahan yang sangat mendalam.

Bagi kita yang penting yaitu mengerti cara kerja Roh Kudus ini, memang benar dari satu pihak, Roh Kudus itu dengan bebas berkarya, Dia bertiup seperti angin, seperti yang dikehendaki-Nya, akan tetapi Roh Kudus juga bertiup ke mana dan dari mana datang-Nya dan pergi-Nya kita tidak tahu. Walaupun demikian hembusan Roh Kudus mempunyai arti dan tujuan-Nya dan Allah tahu dan mempunyai rencana dan cara-cara-Nya sendiri. Di sini kita harus mengerti bagaimana cara bekerja-Nya Roh Kudus itu supaya kita bisa mempersiapkan diri untuk karya Roh Kudus ini.

Memang Roh Kudus bertiup secara bebas, akan tetapi bagi kita juga dibutuhkan syarat-syarat tertentu. Roh Kudus memberikan kepada kita rahmat-Nya, dan dari pihak kita membutuhkan juga keterbukaan dan persiapan-persiapan. Keterbukaan dan kesiapan dari pihak kita supaya mampu menerima-Nya. Bila kita lihat misalnya dalam seminar hidup baru atau retret awal, sebelum orang menerima pencurahan Roh Kudus, mereka dipersiapkan dengan pengajaran, pertobatan dan keterbukaan diri pada Roh Kudus ini, sehingga pada saat pencurahan hampir semua yang menerimanya, walaupun ada sebagian dari mereka tampa persiapan atau keterbukaan hati, tapi memang kadang-kadang terjadi sentuhan yang lain dan ini semua karya Roh Kudus sendiri yang melakukan.

Tujuan kita mempersiapkan diri bukan lain dari pada untuk karya-Nya, dan secara khusus hidup religius seharus juga merupakan persiapan yang normal untuk karya Roh Kudus ini dan bagaimana menghayati hidup kita, supaya hidup kita ini secara kongkrit betul-betul mempersiapkan kita untuk hidup rohani?.

Mengerti cara-cara Roh Kudus berkarya ini sangat penting kita ketahui supaya kita bisa mempersiapkan diri akan ketujuh karunia sebagai dasar keselamatan kita. Sebab Roh Kudus selalu memimpin dan yang selalu mengambil inisiatif, memberikan inspirasi-inspirasi, dan dorongan-dorongan untuk melakukan yang baik di hadapan Tuhan. Selain memimpin, Roh Kudus seringkali juga memberikan inspirasi-inspirasi besar sehingga betul-betul  bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa kita duga. Seperti yang dikatakan oleh nabi Yesaya rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes 55:8). Karena keterbatasan kita, kita tidak mampu dan tidak bisa menangkap-Nya. 

Roh Kudus menggerakkan kita, melalui karunia-karunia-Nya, dan kita harus juga mengerti bagaimana memperkembangkan dan menggunakannya dengan baik dalam hidup rohani. Kita bisa mengembangkannya, justru melalui keterbukaan dengan mengharapkan dan merindukannya, dengan  mengatur hidup kita melalui iman, harapan dan kasih, sehingga dengan demikian karunia-karunia itu akan dapat berkembang dengan baik.

Dalam hal ini cinta kasihlah yang pertama dan yang pokok dalam perkembangan Roh Kudus, terutama cinta kepada Allah dan juga cinta kepada sesama. Apa artinya cinta kepada Allah? Seringkali kita mendengar cinta kepada Allah, tetapi secara kongkrit apa artinya? Mencintai Allah bukan pertama-tama soal perasaan, soal persoalan dan ini seringkali keliru. Mencintai Allah bukan soal perasaan-perasaan yang indah-indah tentang Allah, itu bisa saja  menyertainya, tetapi tidak perlu atau tidak mutlak. Kadang-kadang orang mempunyai perasaan-perasaan yang indah-indah tentang Allah, tetapi sebetulnya cintanya bila diukur masih sedikit sekali. Suatu saat perasaan itu akan hilang dan kering sama sekali, tetapi cinta  kita kepada Allah akan kuat sekali.

Mencintai Allah secara kongkrit berarti menghargai Dia sedemikian rupa di atas segala sesuatu, berarti menomorsatukan Dia, sehingga  di dalam segala sesuatu yang kita lakukan, kita selalu menempatkan Allah terlebih dahulu. Dari sini kita harus bertanya pada diri sendiri apa yang berkenan kepada Allah? Di sini bukan soal perasaan, memang itu juga perlu bila mengalami sentuhan-sentuhan tertentu, maka hati kita bisa berkobar-kobar kepada Allah, tetapi pada tahap-tahap tertentu bisa saja hati kita merasa kering sama sekali, tidak ada rasa sama sekali, tetapi tidak berarti cinta kita harus mendur, namun harus sebaliknya semakin kuat. Cinta ini memberi kekuatan kepada kita untuk bertahan. Misalnya, untuk bertekun terus di dalam doa, biarpun rasanya kering, ada kebosanan, gelap dan sebagainya. Biarpun kering tetap bertekun dan bertahan terus dan cinta ini merupakan prinsip yang efektif. Jadi mencintai Tuhan berarti mendahulukan Dia di dalam segala sesuatu dan dalam segala sesuatu berusaha untuk melakukan apa yang berkenan kepada-Nya. Orang yang mencintai Allah akan bertanya apa yang menyenangkan hati Allah?

Cinta tidak tergantung dari perasaan, sebab perasaan itu hanyalah masih kulit luarnya saja, dan bukan yang penting atau yang terdalam.  Ada orang perasaannya menggebu-gebu tetapi sebetulnya itu hanyalah dangkal saja, baru kulit luarnya saja sedangkan yang lain lebih tenang namun ada kekuatan yang mendalam dan inilah cinta yang sesungguhnya.

Allah adalah kasih dan Roh Kudus adalah Roh cintakasih, oleh karena itu melalui cinta kasih inilah, kita berkomunikasi juga dengan Dia. Bila Roh Kudus menggerakkan kita dan menghidupkan cinta di dalam diri kita, maka di situlah kita benar-benar mulai hidup. Melalui sentuhan Roh Kudus ini, cintakasih tadi berubah menjadi suatu pengenalan yang penuh nikmat. Di sini bukan hiburan yang dangkal, tetapi suatu pengenalan yang memberikan kepuasan hati dan memberikan kebahagiaan. Dan menjadikan  kita semakin peka dalam bidang rohani, rasa akan Allah sungguh dialami, di mana kita dengan mudah mengerti dan mengenal perkara-perkara dari Allah, mana yang datangnya dari Allah dan mana yang bukan dari Allah. Ini terjadi secara spontan, karenanya keserasian ini dan bersamaan itu ada sukacita akan menyertainya.

Karunia-karunia ini diberikan oleh Roh Kudus yang timbul dari cintakasih tadi, maka dengan gerakan-gerakan Roh Kudus ini, yang sedikit demi sedikit akan mengubah kita, akhirnya Roh Kudus mau mengilahikan kita. Tujuan hidup kita sebetulnya apa yang disebut pengilahian atau kita dijadikan serupa dengan Allah. Pada tahap ini bila orang dijadikan serupa dengan Allah berarti  segala sesuatu yang dilakukan itu bersifat ilahi dan  satu orang mencapai tingkat persatuan yang begitu mendalam dengan Allah jauh lebih berharga dari pada ribuan orang lainnya yang tidak sampai di situ. Jadi tujuan kita yaitu pengilahian di hadapan Allah.

Disini supaya kita dapat bekerja sama dengan Roh yang melakukan pengilahian melalui proses. Proses ini tidak sekalgus terjadi, tetapi bisa melalui proses yang lama sekali. Kadang-kadang bisa melalui proses bertahun-tahun lamanya. Memang ini tidak tergantung dari usia, dan tidak bisa diukur begitu saja. Misalnya ada orang-orang yang masih muda sekali, seperti St. Theresia dari Lisieux, dalam usia kurang dari 25 tahun sudah mencapai suatu kesucian yang begitu tinggi, prosesnya lebih cepat dan orang lain yang sudah ubanan, masih belum apa-apa. Proses ini memakan waktu. Seperti dikatakan dalam Kitab Kebijaksanaan tentang orang benar, dalam waktu singkat dia sudah melakukan banyak sekali arti dalam menjalani waktu yang singkat dia telah menjalani jalan yang panjang sekali. Sebagai perbandingan bila kita naik pesawat, perjalanan bisa dalam satu jam, tetapi dengan jalan kaki kita bisa menjalani jauh lebih panjang. Begitu juga dengan orang-orang kudus tertentu, seperti St. Theresia dari Lisieux dalam waktu singkat mencapai kesucian yang begitu tinggi, sedangkan yang lain sampai ubanan belum apa-apa.

Akan tetapi, dalam diri tiap-tiap orang proses itu makan waktu yang berbeda-beda. Sekarang satu sikap yang penting ialah kejujuran di hadapan Tuhan, sikap yang jujur di hadapan Tuhan dan ini merupakan syarat yang mutlak.  Pertama-tama kita harus mengerti siapa Allah itu, dalam kesatuan dengan Allah kita harus menyadari bahwa pertama-tama Allah yang Maha kudus, yang transenden, artinya yang melampaui segala sesuatu dan yang kekal. Dia Bapa yang Maharahim dan Mahakuasa, sedangkan kita atau jiwa di hadapan-Nya hanyalah ciptaan belaka. Di hadapan Tuhan kita itu bukan apa-apa dan kosong artinya di hadapan Allah, segala ciptaan itu  adalah kekosongan dan kepapaan, tetapi sekaligus kita adalah anak yang diterima oleh Bapa di dalam Sang Putera, karena kerahiman-Nya dimasukkan dalam keluarga Allah.

Bila cinta kasih yang otentik berkembang dalam hati seseorang, maka cinta kasih itu akan menimbulkan suatu sikap yang takut penuh hormat kepada Allah. Biarpun kita juga mau dekat dengan Allah, tetapi juga selalu dalam kesadaran mengakui bahwa Dia adalah yang Mahakudus, dan Mahasuci. Sedangkan kita ini bukan lain dari pada dosa belaka.

Semakin orang dekat dengan Allah, semakin dia akan menyadari dari satu pihak bahwa Tuhan betul-betul Mahakudus dan dia sendiri adalah pendosa. Oleh karena itu cinta kasih yang sejati, akan menghasilkan kerendahan hati. Kerendahan hati yang sungguh-sungguh yaitu menyadari bahwa kita sungguh bukan apa-apa di hadapan Allah. Kalau cinta kasih itu sungguh-sungguh otentik, maka dia akan membawa kita pada satu sikap hormat menyembah Allah dan sekaligus penuh kepercayaan, yang kita sebut suatu sikap hormat dan penuh cinta, seperti seorang anak terhadap bapaknya yang hormat dan dekat.

Begitu pula kita sebagai anak-anak Allah penuh hormat, dekat dan penuh cinta serta kekaguman terhadap Allah. Inilah yang sebetulnya ditimbulkan oleh cinta yang sejati. Penuh kekaguman karena kita melihat kebesaran dan kekudusan Allah sekaligus menyadari kekecilan kita dan Allah yang Maharahim menutupi kekecilan itu dengan kasih dan rahmat-Nya.

Pengalaman akan kekecilan dan tak berdaya di hadapan Tuhan, akan selalu muncul dan akan dialami oleh kita. Kadang-kadang pada saat tertentu sangat menyakitkan sampai kita betul-betul dimurnikan, sebab kalau orang melihat dan menyadari kekecilannya di hadapan Tuhan, kadang dia bisa mengaduh dan kadang-kadang juga menimbulkan ketakutan yang hebat, seolah-olah bisa menembus sampai kepada tulang sumsumnya.

Menyadari dirinya begitu berdosa di hadapan Tuhan namun ini juga sekaligus merupakan rahmat yang besar itu kita mengalaminya, karena akan membawa kita pada kepercayaan yang pasrah pada Tuhan. Bila kita boleh menyadari kepapaan kita sendiri, menyadari kemiskinan diri yang radikal di hadapan Tuhan, ini adalah suatu rahmat besar yang Tuhan berikan kepada jiwa. Justru orang yang rendah hati yang melihat demikian bisa menerima Tuhan dalam dirinya yang papa dan lemah sekaligus dalam gerak yang sama berkata “Tuhan kerahiman-Mu lebih besar dari pada ketiadaan dan kelemahanku”.

Manusia yang bukan apa-apa itu, pada dasarnya juga merupakan suatu gerak yang mengarah kepada Allah. Dalam kepapaan itulah dia dapat mengarah dan berharap seluruhnya kepada Allah secara murni dan mutlak dalam iman. Iman akan kerahiman Allah. Seperti yang dikatakan oleh St. Yohanes kalau hati kita menuduh kita, kita tahu bahwa Allah lebih besar dari pada hati kita.

Kalau kita menyadari  diri kita, sebetulnya kita ini bukan apa-apa di hadapan Tuhan, kita ini adalah orang-orang yang berdosa. Akan tetapi, berkat iman dan kebesaran akan Allah, kerahiman Tuhan yang tiada batasnya itu yang memberikan kekuatan. Seperti yang dialami oleh St.Theresia Lisieux, dia mengatakan “aku mau tampil di hadapan Tuhan dengan tangan kosong”. Berarti untuk menghadap Tuhan kita harus menyadari kepapaan dan kelemahan kita, sehingga kita sungguh berharap kepada-Nya. Di sini  karena Theresia menyadari kepapaan yang radikal itu pada Allah dan percaya akan kerahiman Allah, dia tidak mau tampil di hadapan Tuhan dengan membanggakan jasanya, kepandaiannya dan kemampuannya, tetapi dengan tangan kosong.

Kadang-kadang ada orang yang hanya baru sedikit mengenal Allah, kemudian muncul di hadapan Allah dengan tuntutan-tuntutan dengan mengatakan: Tuhan saya sudah buat itu, saya sudah buat ini, mana imbalannya? Mana upahnya? Tetapi orang yang betul-betul mengenal Allah tidak akan berani mengatakan begitu, dia sadar akan jurang kepapaannya berseru: Tuhan, kasihanilah aku orang yang berdosa ini, tapi aku Tuhan kerahiman-Mu lebih besar dari pada segala dosaku. Jadi di sinilah kita harus bersikap di hadapan Tuhan, menyadari keagungan Tuhan dan sekaligus menyadari kekecilan dan kepapaan kita. Inilah dasar dari kerendahan hati percaya sepenuhnya kepada Allah.

Bila kita sungguh-sungguh sadar akan hal ini, tidak ada alasan sama sekali untuk berbangga-bangga di hadapan Tuhan. Maka St. Paulus menegur umat di Korintus dengan keras  Mengapa kita berbangga-bangga seperti itu? Apa yang kita miliki yang tidak kita terima dan kalau kita menerimanya, mengapa kita berbangga-bangga seperti kita tidak menerimanya?

Jadi kesadaran akan kepapaan di hadirat Tuhan, ini sebetulnya merupakan dasar yang kuat dan ini adalah buah dari cintakasih yang sejati. Semakin orang itu dipenuhi dengan cinta Allah, semakin dia akan menyadari hal itu. Bila demikian, maka pengalaman akan kasih Allah membuat segala sesuatu di dunia ini menjadi pudar. Seperti yang dikatakan St. Paulus: segala-galanya kupandang sebagai kerugian, bahkan kuanggap sebagai sampah demi pengenalan Yesus Tuhanku yang melampaui segala-galanya. Atau dengan kata lain, karena Paulus mengalami pengalaman Yesus yang demikian rupa, maka semua yang kelihatan oleh dia dilihat sebagai sampah dan tidak bernilai sama sekali.

Kita bisa mengerti bahwa seorang seperti St. Paulus walaupun dia bekerja dan berkorban banyak, dia tidak pernah mencari kehormatan, mencari pujian, tetapi malah dia dihina, dicaci maki dan ditolak. Paulus  mengatakan: Celakalah aku kalau apa yang aku lakukan itu, kulakukan untuk berkenan kepada manusia. Sebaliknya, betapa banyaknya orang yang mencari kemuliaan, kehormatan dan kebanggaan dirinya sendiri. Bahkan ada yang berkelahi karena hanya kedudukan dan karena mau dihormati, karena mau cari nama, karena merebutkan jabatan, atau karena mau tampil mencari pujian mencari kehormatan. Ini terjadi dalam pembaharuan Karismatik, berebut mencari kedudukan juga terjadi diantara para religius, diantara para imam. Soalnya karena mereka belum mengalami kasih Allah, tetapi kalau mereka sungguh-sungguh mengalami kasih Allah biarpun baru sedikit saja, maka akan tahu bahwa semuanya itu sebetulnya bukan lain dari pada sampah belaka, tapi anehnya justru sampah itu sering diperebutkan oleh manusia dewasa ini.

Pengalaman Allah yang sejati yang diperdalam, itu sangat penting, banyak orang Karismatik baru tersentuh sedikit saja, sudah berbangga-bangga punya karunia ini, punya karisma itu dan sebagainya. Di sini setan ikut bekerja mulai membisikkan dalam telinganya; kau hebat, kau pandai, kau punya karisma yang hebat, kau besar, kau bisa. Akhirnya kepalanya menjadi besar dan lupa diri. Padahal dia itu bukan apa-apa di hadapan Tuhan.

Kita dipanggil secara khusus, untuk lebih mendalami akan pengenalan Allah, akan kasih Allah, karena itu suasana,  iklim sangat-sangat membantu dan memungkinkan sekali. Kita semua di panggil Tuhan untuk persatuan yang lebih luhur di dalam Tuhan. Panggilan kita yang indah ini harus diwujudkan secara kongkrit dan harus nyata karena hidup Kristen adalah hidup yang kongkrit. Apa yang disediakan Tuhan bagi kita sudah memberikan sedikit gambaran kebahagiaan yang sangat indah, yaitu kebahagiaan di surga dan itu akan di sempurnakan kelak.


(Sumber: Kaset pengajaran Rm. Yohanes Indrakusuma CSE)