Print
Hits: 3671
Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Karakter Oikumene Dan Semangat Camaldolese: Benediktus XVI Merayakan Ibadat Sore Bersama Primat Persekutuan Anglikan Dan Para Biarawan Camaldoli

 

Sambil mengenangkan “kesaksian gemilang” Santo Gregorius Agung, Paus merayakan peringatan satu milenium Pertapaan Camaldoli bersama dengan Uskup Agung Canterbury dan Primat Persekutuan Anglikan, Yang Mulia Pendeta Dr. Rowan Williams. Perayaan ini berlangsung pada hari Sabtu sore tanggal 10 Maret di Gereja Santi Andrea e Gregorio al Celio (Santo Andreas dan Gregorius di Bukit Celio). Bapa Suci merayakan Ibadat Sore I Hari Minggu Prapaskah III. Berikut ini adalah terjemahan homili Paus.

 

Yang Mulia,

Para Saudara Uskup dan Imam,

Para Biarawan dan Biarawati dari Camaldoli,

Saudara-saudari terkasih,

 

Saya sungguh senang dapat berada di sini pada hari ini di Basilika San Gregori al Celio ini untuk merayakan Ibadat Sore meriah pada peringatan liturgis kematian Santo Gregorius Agung. Bersama-sama dengan kalian para saudara dan saudari keluarga Camaldoli yang terkasih, saya hendak bersyukur kepada Allah atas seribu tahun yang telah lampau sejak pendirian Pertapaan Suci Camaldoli ini oleh Santo Romuladus. Saya juga bergembira karena dalam perayaan ini saya ditemani oleh Yang Mulia Dr Rowan Williams, Uskup Agung Canterbury. Kepadamu, saudaraku dalam Kristus, dan kepada setiap kalian, biarawan dan biarawati terkasih, dan kepada semua yang hadir, saya menyampaikan salam hangat kepada kalian semua.

Kita telah mendengar dua bacaan dari Santo Paulus. Bacaan pertama, diambil dari Surat Kedua kepada umat Korintus, sungguh tepat untuk masa liturgi Prapaskah ini. Bacaan ini memuat anjuran sang Rasul untuk ‘menangkap’ saat-saat yang tepat untuk menerima rahmat Allah. Saat-saat yang tepat itu dengan sendirinya adalah saat Yesus Kristus datang untuk menyingkapkan dan mencurahkan cinta Allah kepada kita melalui penjelmaan, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. “Saat keselamatan” merupakan satu realitas yang sama dengan apa yang oleh Paulus disebut sebagai “kepenuhan waktu” dalam teks-teks yang lain, yaitu asat ketika Allah mengambil daging dan masuk ke dalam waktu kita dengan cara yang sungguh unik, dan memenuhinya dengan rahmat-Nya. Maka, bagian kita adalah menerima rahmat ini, yang adalah Yesus sendiri: Pribadi-Nya, Sabda-Nya, dan Roh Kudus-Nya.

Lebih dalam lagi, dalam bacaan pertama, Santo Paulus mengatakan kepada kita tentang dirinya sendiri dan pelayanannya- bagaimana ia berjuang untuk tetap setia kepada Allah dalam pelayanan-Nya, sehingga diri dan pelayanannya dapat sungguh berdaya guna dan tidak menjadi batu sandungan bagi iman. Kata-kata ini membuat kita berpikir tentang Santo Gregorius Agung dan kesaksian gemilang yang ia sampaikan kepada umat Romawi dan seluruh Gereja melalui pelayanannya yang penuh semangat bagi Injil. Sungguh, apa yang ditulis Santo Paulus mengenai dirinya dapat diterapkan sepenuhnya kepada diri Gregorius: kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak menjadi sia-sia (bdk. 1Kor 15:10). Hal ini sesungguhnya merupakan rahasia bagi hidup kita semua, yaitu untuk menyambut rahmat Allah dan berkehendak dengan segenap hati dan kekuatan untuk mewujudkannya dalam tindakan. Inilah rahasia dari sukacita sejati dan damai yang mendalam.

Bacaan kedua diambil dari Surat Kepada umat Kolose. Kita mendengar kata-kata-yang selalu menyentuh dan memberikan inspirasi spiritual dan pastoral- yang disampaikan oleh sang Rasul kepada para anggota jemaat untuk membentuk mereka sesuai dengan Injil. Ia mengatakan kepada mereka: “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus” (Kol 3:17). “Jadilah sempurna”, kata sang Guru kepada para murid-Nya; dan sekarang sang Rasul mendorong para pendengarnya untuk hidup menurut standar kehidupan Kristen yang tinggi yaitu kesucian. Ia dapat melakukan hal ini, karena para saudara yang disapanya adalah mereka “orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya” (Kol 3:12) . Di sini juga, kita menemukan bahwa akar dari segalanya adalah rahmat Allah, anugerah panggilan, misteri perjumpaan dengan Yesus yang hidup. Tetapi, rahmat ini menuntut suatu tanggapan juga dari mereka yang telah dibaptis: rahmat ini menuntut komitmen untuk  mengenakan perasaan-perasaan Kristus: belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, saling mengampuni, dan diatas segalanya,- agape, kasih yang diberikan Allah kepada kita melalui Kristus, kasih yang dicurahkan Roh Kudus ke dalam hati kita,- sebagai sintesis dan mahkota dari semuanya itu. Dan, jika kita mengenakan Kristus, maka sabda-Nya harus diam di antara kita dan di dalam kita, dengan segala kekayaan dan kelimpahannya. Dalam suasana pengucapan syukur yang terus-menerus, komunitas Kristen memberi makan dunia dan melambungkan bagi Allah, sabda yang diberikan Allah kepada kita, sebagai suatu madah pujian. Dan setiap tindakan, sikap, dan pelayanan, disempurnakan dengan hubungan yang mendalam dengan Allah, dalam suatu gerakan batin cinta Trinitarian yang turun atas kita dan melambung kembali kepada Allah, suatu gerakan yang mendapatkan ungkapannya yang paling penuh dalam kurban Ekaristi.

Kata-kata ini juga memberikan terang bagi peristiwa bahagia yang menyatukan kita pada hari ini dalam nama Santo Gregorius Agung. Karena kesetiaan dan kebaikan Tuhan, Konggregasi Para Biarawan Camaldoli dari Ordo Santo Benediktus telah menyelesaikan seribu tahun dalam perjalanan sejarahnya, dengan menerima santapan sabda Allah dan Ekaristi setiap harinya, sebagaimana diajarkan oleh Santo Romualdus pendiri mereka, menurut triplex bonum (tiga lapis kebaikan) yang terdiri dari keheningan, hidup berkomunitas, dan pewartaan Injil. Para insan Allah yang menonjol seperti Santo Petrus Damianus, Gratianus- sang pengarang Decretum- Santo bruno dari Querfurt dan lima martir bersaudara, Rudolph I dan II, Beata Gherardesca, Beata Giovanna da Bagno dan Beato Paolo Giustiniani; seniman dan ilmuwan seperti Frater Maurus sang Kosmograf, Lorenzo Monaco, Ambrogio Traversari, Pietro Delfino dan Guido Grandi; para sejarawan ulung seperti Giovanni Benedetto Mittarelli sang Analis Camaldoli dan Anselmo Costadoni; para gembala Gereja yang bersemangat, termasuk Paus Gregorius XVI, mereka semua ini telah menyingkapkan betapa subur dan luasnya tradisi Camaldoli.

Setiap periode dari sejarah panjang Camaldoli ini telah mengasilkan para saksi Injil yang setia, bukan hanya dalam kehidupan yang tersembunyi dalam keheningan dan kesendirian dan dalam hidup bersama para saudara, tetapi juga dalam pelayanan yang rendah hati dan murah hati bagi sesama. Yang menonjol secara khusus adalah keramahan yang disajikan oleh guest-house Camaldoli. Pada masa-masa humanisme Firenze, tembok-tembok Camaldoli juga telah menyaksikan perdebatan-perdebatan masyhur yang melibatkan para humanis besar seperti Marsilio Ficino dan Cristoforo Landino. Pada tahun-tahun sulit Perang Dunia II, klausura yang sama ini juga menjadi tempat kelahiran Codex Camaldoli yang merupakan salah satu sumber terpenting bagi Konstitusi Republik Italia. Tahun-tahun setelah Konsili Vatikan II pun tidak kalah produktifnya, karena pada masa ini muncul pribadi-pribadi yang berkualitas tinggi dari biara Camaldoli dan memperkaya Konggregasi serta Gereja dan mengadakan inisiatif baru untuk mendirikan rumah-rumah di Amerika Serikat, Tanzania, India dan Brasil. Jaminan kesuksesan dari semua aktifitas ini adalah dukungan dari para biarawan dan biarawati yang terus-menerus berdoa bagi pendirian-pendirian rumah baru dari kedalaman “penarikan diri mereka dari dunia” yang kadang-kadang dihayati sampai ke tingkatan heroik.

Pada tanggal 17 September 1993, dalam pertemuannya dengan para biarawan dari Pertapaan Suci Camaldoli ini, Beato Yohanes Paulus II merenungkan tema Kapitel Umum mereka yang akan berlangsung pada waktu itu, “Memilih harapan, memilih masa depan”, dengan kata-kata ini: “Memilih harapan dan masa depan dalam analisa yang paling mendalam menandakan memilih Allah…Hal itu berarti memilih Kristus, harapan dari setiap umat manusia”. Kemudian ia melanjutkan, “Hal ini secara khusus terjadi melalui cara hidup yang dihadirkan oleh Allah sendiri di dalam Gereja dengan mendorong Santo Romualdus untuk mendirikan keluarga Benediktin di Camaldoli, dengan karakteristik yang saling melengkapi antara pertapaan dan biara, antara hidup eremit dan cenobite yang selaras satu dengan lainnya”. Lebih jauh lagi, pendahulu saya itu menekankan bahwa “memilih Allah juga berarti memajukan dialog oikumene dan antar agama dengan kerendahan hati dan kesabaran menurut rencana Allah sendiri”, dengan mendasarkan diri kepada kesetiaan kepada karisma awali yang diterima dari Santo Romualdus dan diteruskan lewat berbagai tradisi selama seribu tahun.

Disemangati oleh kunjungan Pengganti Petrus, dan oleh kata-katanya, kalian semua para biarawan dan biarawati Camaldoli harus berjuang menempuh jalanmu, untuk terus-menerus mencari keseimbangan antara semangat eremit dan cenobite, antara mengabdikan diri secara total dalam keheningan dan kesendirian, untuk saling mendukung satu sama lain dalam doa bersama, dan kebutuhan untuk menyambut seama sehingga mereka dapat menimba dari sumber-sumber kehidupan rohani dan memeriksa berbagai kejadian dunia dengan hati nurani yang sungguh-sungguh dibentuk berdasarkan Injil. Dengan cara ini kalian semua berjuang untuk mencapai perfecta caritas yang oleh Santo Gregorius Agung dianggap sebagai titik akhir setiap bentuk manifestasi iman, komitmen ini pun menadapatkan peneguhan dalam semboyan emblemmu: “Ego vobis, vos mihi”, suatu sintesis dari rumusan perjanjian antara Allah dan umat-Nya, dan merupakan sumber vitalitas abadi karisma kalian.

Biara San Gregorio al Celio menyajikan latar belakang Romawi bagi perayaan seribu tahun Camaldoli yang dihadiri oleh Yang Mulia Uskup Agung Canterbury, yang bersama-sama dengan kita, mengakui biara ini sebagai tempat kelahiran hubungan antara Kekristenan di Inggris dengan Gereja Roma. Maka, perayaan hari ini juga ditandai oleh ciri oikumenis yang mendalam, yang sebagaimana kita ketahui bersama, merupakan bagian dari semangat Camaldoli modern. Sejak Konsili Vatikan II, biara Romawi Camaldoli ini, telah membangun suatu hubungan dengan Canterbury dan Persekutuan Anglikan, yang sekarang ini sudah bisa disebut sebagai hubungan tradisional. Hari ini, untuk ketiga kalinya, Uskup Roma bertemu dengan Uskup Agung Canterbury di rumah Santo Gregorius Agung ini. Dan sungguh tepatlah bahwa pertemuan itu terjadi di tempat ini, karena dari biara inilah Paus Gregorius Agung menunjuk Agustinus (yang kemudian dikenal sebagai Santo Agustinus dari Canterbury) beserta empat puluh biarawannya dan mengutus mereka untuk mewartakan Injil kepada orang-orang Angles sekitar 1400 tahun yang lalu. Kehadiran terus-menerus dari para biarawan di tempat ini, melewati rentang periode yang begitu panjang, dari kenyataan ini sendiri sudah menjadi fakta atas kesetiaan Allah kepada Gereja-Nya, dan kini kita bergembira karena dapat mewartakan kesetiaan-Nya ke seluruh dunia. Ita berharap bahwa tanda kehadiran kita di sini, di hadapan Altar kudus ini, di mana dulu Gregorius sendiri merayakan Kurban Ekaristi, tidak hanya akan dikenang sebagai perjumpaan persaudaraan, tetapi juga sebagai pendorong bagi semua orang beriman- Katolik dan Anglikan- agar saat mereka mengunjungi makam para Rasul dan Martir yang mulia di Roma, mereka disemangati untuk memperbarui komitmen mereka untuk berdoa secara terus-menerus bagi kesatuan, dan untuk hidup sepenuhnya selaras dengan “ut unum sint” yang Yesus doakan kepada Bapa.

Keyakinan ini, yang saling kita bagi dalam sukacita, kita percayakan kepada doa syafaat Santo Gregorius Agung dan Santo Romualdus.