Print
Hits: 6420

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Tuhan telah menyediakan bagi kita rahmat-rahmat yang begitu melimpah. Rahmat Allah yang disediakan begitu melimpah dan merupakan suatu anugerah yang berlimpah. Suatu energi yang besar yang dapat merubah hidup kita. Ekaristi adalah saluran yang jauh mengatasi sumber rahmat lainnya, karena lewat Ekaristi kita berjumpa dengan Allah secara pribadi dalam kodratnya sebagai manusia dan sebagai Allah. Jika kita sungguh menyadari kuasa rahmat ini, maka hidup kita pun akan diubah secara luar biasa.


Tuhan telah menyediakan bagi kita rahmat-rahmat yang begitu melimpah. Rahmat Allah yang disediakan begitu melimpah dan merupakan suatu anugerah yang berlimpah. Suatu energi yang besar yang dapat merubah hidup kita. Akan tetapi, seringkali kita kurang menyadari kuasa rahmat yang dapat mengubah segala-segalanya. Kalau kita sadari kuasa rahmat ini lewat pelbagai saluran pastilah hidup kita akan menjadi lain.

Rahmat itu dapat kita terima melalui pelbagai saluran. Tiga saluran utama rahmat dengan pelbagai bentuknya:

  1. Doa. Segala bentuk doa; doa pujian dan doa syukur, baik doa pribadi maupun doa komuniter. Melalui doa-doa ini, rahmat Allah disalurkan kepada kita.
  2. Latihan kebajikan. Pelbagai macam kebajikan bila kita jalankan akan merupakan sarana-sarana istimewa untuk mendatangkan rahmat Allah, khususnya kebajikan-kebajikan teologal: iman, hara-pan dan kasih, dan juga kebajikan moral.
  3. Sakramen sakramen. Ada tujuh sakramen yang memberikan rahmat sesuai sifat sakramen, yang utama adalah sakramen Ekaristi. Sakramen Ekaristi merupakan sakramen istimewa, karena merupakan sumber rahmat yang paling besar. Dalam Ekaristi kita menerima sumber rahmat itu sendiri, sebab dengan menerima Ekaristi ini kita tidak menerima benda atau suatu hal, tapi kita menerima tidak lain dari Allah sendiri, dalam kodratnya sebagai manusia dan sebagai Allah sendiri, yaitu Kristus sendiri.

Ekaristi jauh mengatasi sumber-sumber rahmat yang lain. Seperti dikatakan St. Thomas Ekaristi merupakan tujuan dari segala sakramen yang lain. Memang kita dapat mencapai kesucian yang tinggi melalui doa semata-mata. Misalnya, dalam riwayat St. Paulus Pertapa yang tinggal sebagai eremit di Padang gurun. Atau maju dalam kekudusan dengan melatih dalam kebajikan-kebajikan, sebab kebajikan-kebajikan ini merupakan satu keseluruhan. Bila satu kebajikan berkembang yang lain juga bertumbuh. Seperti jari-jari kita, satu tumbuh semua tumbuh secara harmonis. Begitu juga kebajikan-kebajikan, namun semuanya itu harus dilandasi cintakasih berdasarkan iman. Bila kita harus mencapai kekudusan secara maksimal maka kita harus kembali ke Ekaristi, sebab Ekaristi ini mengatasi segala sakramen yang lain. Memang ketujuh sakramen itu direncanakan Tuhan untuk manusia sesuai kebutuhan. Misalnya, sakramen perkawinan memberikan rahmat bagi hidup perkawinan itu sendiri. Demikian pula rahmat tahbisan, melalui imamatnya mereka tumbuh maksimal dalam rahmat Allah sesuai panggilannya. Namun Ekaristilah yang terbesar. Dalam sakramen-sakramen itu kita berjumpa dengan Allah, namun lewat Ekaristi kita berjumpa dengan Allah secara pribadi dalam kodratnya sebagai manusia dan sebagai Allah.

Yesus telah mengadakan perjamuan Ekaristi pada perjamuan malam terakhir. Disitulah Ia mempersembahkan misa yang pertama. Ia mengkonsekrir: Inilah Tubuh-Ku. Inilah darah-Ku, dan Ia memberi pe-rintah kepada para murid: Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku. Unsur kunci ialah kita menerima Yesus sendiri dan bila kita menerima komuni kita berjumpa tidak hanya dengan rahmat, tapi sumber rahmat itu sendiri, yaitu Allah sendiri. Ekaristi adalah aktualisasi dari Korban Kristus diatas salib. Akan tetapi kita harus menyalakan kerinduan dan memakai setiap kesempatan untuk tumbuh dalam kesucian, misalnya dalam menerima sakramen-sakramen kerinduan harus lebih dahulu dinyalakan, sebelum itu bisa membawa kepada pertumbuhan yang nyata dan membawakan kita pada kehidupan surgawi. Seperti sebuah mobil harus lebih dulu dinyalakan oleh busi, baru kemudian setelah menyala baru bisa menggerakkan mesin, begitu pula kita butuh bunga api rahmat untuk me-mulai. Inilah yang disebut gratia preveniens, rahmat pendahulu. Rahmat yang mendorong kita untuk terbuka dan menerima rahmat yang disediakan oleh Tuhan itu sendiri. Hal itu didasarkan pada apa yang dikatakan oleh St. Paulus dalam Flp. 2:12 : “Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya”.

Allah memberikan keinginan untuk hal itu dan kemudian juga sekaligus memberikan rahmatnya untuk melaksanakan perbuatan itu. Dapat dikatakan Allahlah yang menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu yang baik dan memberikan rahmat-Nya untuk melakukan hal itu. Walaupun dalam hal itu Allah tetap memberikan ke-bebasan kepada manusia, tapi Allah yang mendorong kita untuk menerima rahmat itu. Oleh karena itu, segalanya bersandar pada Allah. Dan rahmat itu diberikan bila kita mengambil bagian dalam Ekaristi dan menerima Tubuh Kristus. Dan sebagai anggota Tubuh Mistik Kristus kita menerima Tubuh real Kristus lewat komuni. Kehadiran Kristus memiliki kuasa yang memperbaharui dan mengubah kita. Dalam komuni terkandung suatu potensi besar yang dapat dilepaskan. Bila kita menerima Hosti kudus maka disitulah terdapat potensi energi ilahi untuk mengubah kita. Tuhan sendirilah yang memulai sumber rahmat ini. Ia mendorong dan mendesak kita untuk menerima Dia dalam sakramen ini. Dan bila demikian maka rahmat yang menguduskan atau rahmat pengudus, yang menjadikan kita kudus akan mengalir dalam jiwa kita dalam persekutuan yang timbal balik yang karena itu disebut communio, atau komuni bila kita menerima hosti kudus itu. Kita harus menyadari bahwa persatuan yang terjadi dalam Ekaristi merupakan persatuan yang timbal balik. Oleh karena itu, penerimaan Ekaristi disebut communio artinya persatuan timbal balik, yang berarti persatuan dengan Yesus. Disini Yesus berbicara mengenai persatuan timbal balik dalam Yoh. 6:56 “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia”.

Di dalam komuni kita menerima Yesus dalam kesatuan yang timbal balik. Aku tinggal di dalam Dia dan Dia di dalam aku. Yesus hadir dalam Sakramen Mahakudus dan berkarya dalam diri kita, tetapi kedatangan-Nya dalam diri kita harus menimbulkan suatu jawaban, karena Yesus tidak dapat bertepuk sebelah tangan. Yesus mengharapkan jawaban, respon dari kita. Oleh karena itu kita harus tinggal di dalam Dia. Bila kita menjawab himbauan Yesus untuk membiarkan Dia tinggal dalam kita dan kita dalam Dia, kita berada dalam posisi untuk melepaskan kuasa yang besar dalam sakramen itu. Dan bila itu terjadi, ada banyak hal besar terjadi terhadap badan, jiwa, dan pikiran kita. Jiwa kita akan diangkat pada Allah, sehingga pikiran kita cerah dan emosi tenang dan semua kebaikan, semua rahmat-rahmat ini tadi dilaksanakan dalam konteks perjamuan Tuhan.

Perjamuan Tuhan adalah istilah yang tua untuk Misa. Dewasa ini sering dipakai perayaaan Ekaristi. Ini juga yang dipakai oleh St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus. Kita tahu bahwa penyelenggaraan Allah yang tidak terselami, telah memberikan makanan untuk tubuh kita dan makanan jasmani yang memang kita butuhkan untuk hidup jasmani. Memberikan energi atau kekuatan supaya kita dapat bekerja, berpikir, hidup dan lain-lain. Seandainya kita tidak makan, maka kita akan kekurangan gizi, menjadi lemah, kurus kering dan akhirnya mati. Sekali lagi tanpa makanan kita tidak bisa tumbuh dan menjadi sehat. Dan akhirnya bila kita kurang makan kesehatan akan turun dan kita bisa mati. Sebagaimana Allah menyediakan makanan untuk tubuh kita, untuk hidup fisik kita, lebih-lebih lagi Allah menyediakan makanan untuk hidup rohani kita. Hidup jiwa kita yang sebenarnya jauh lebih penting, daripada hidup jasmani kita. Bdk. Yoh. 6:27 “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk maka-nan yang dapat bertahan sampai kepada hidup kekal”. Kata-kata Yesus ini memang sangat penting. Seperti sabda-sabda Yesus yang lain, sabda ini mengandung suatu kebenaran teologis yang sangat mendalam. Makanan rohani ini akan menjaga kita supaya secara rohani kita tidak lapar lagi, dan kalau kita makan makanan ini kita tidak akan pernah kekurangan gizi rohani. Karena itu Yesus bersabda: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku tidak akan haus lagi”. (bdk. Yoh. 6:35)

Oleh sebab itu, bila kita bertekad untuk bekerjasama dengan rencana Tuhan dan membiarkan kuasa Ekaristi ini dilepaskan dalam diri kita, maka hal-hal yang mengagumkan akan terjadi dalam diri kita di dalam hidup ini. Tetapi sayang, bahwa kebanyakan orang tidak memberikan jawaban dengan penuh penghargaan. Atau banyak orang yang kurang menghargai pemberian Tuhan ini, yaitu dengan suatu devosi atau cara yang benar yang dibimbing oleh iman yang hidup. Yesus sungguh tinggal dalam kita, tetapi kita tidak selalu tinggal di dalam Dia sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, kita tidak memberikan jawaban sebagaimana mestinya pada kuasa Ekaristi yang mengubah segalanya, kita seolah mengabaikan kuasa Allah yang menyembuhkan dan mem-perbaharui, yang seharusnya dapat kita terima. Karena itu kita kehilangan kuasa Allah yang memperbaharui segalanya, dan kita seolah menyumbat aliran rahmat Allah yang mengalir pada kita, kita menghambat karya Allah dalam diri kita. Oleh sebab itu, bila kita sungguh bertekad untuk bekerjasama dengan rencana Allah ini didalam melepaskan kuasa Ekaristi ini, khususnya kuasa-Nya untuk menyembuhkan akan dilepaskan. Kita perlu disembuhkan secara fisik, emosional, dan rohani. Maka kuasa Ekaristi ini akan memberikan buah-buah yang mengagumkan pada emosi, tubuh dan jiwa kita. Kecuali itu pelepasan kuasa Ekaristi ini juga dapat memberikan dampak yang lebih luas yaitu dampak yang mengubah dunia. Misalnya seperti yang kita lihat, bila kuasa Ekaristi itu mengubah seseorang dan orang menjadi semakin bersatu dengan Kristus, maka ia akan mempunyai kuasa untuk membawa orang kepada Kristus, sehingga mempunyai dampak yang lebih luas.

Dalam penampakannya di Medjugorje Bunda Maria menyebutkan kuasa yang mengubah dunia. Ia menyebutkan dampak yang bersifat pribadi, tapi juga dampak yang bersifat global. Kuasa itu mampu mengubah dunia dan masyarakat sekitar. Pesan Bunda Maria pada 22 September 1995: “Anak-anakku hari ini aku mengundang kamu, mengajak kamu supaya kamu jatuh cinta pada Sakramen Mahakudus dialtar dan sembahlah Dia di paroki. Oleh karena itu, dengan cara ini kamu akan bersatu dengan seluruh dunia. Yesus akan menjadi sahabatmu dan kamu akan berbicara tentang Dia bukan lagi sebagai seorang yang tidak kamu kenal, tetapi sebagai sahabat dan persatuan dengan Dia akan menjadi sukacita bagimu. Anak-anakku, bila kamu menyembah Yesus kamu juga akan menjadi dekat dengan saya”. Oleh karena itu, mari kita lihat lebih lanjut kata-kata Bunda Maria ini. Maria mengundang kita supaya kita betul-betul jatuh cinta pada Yesus dalam Sakramen Mahakudus ini. Disini jelas sekali Maria memaksudkan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus ini yaitu Ekaristi. Maria mendorong kita untuk menyembah Dia di tabernakel-tabernakel yang ada di paroki.

Oleh karena itu, supaya kita dipersatukan dengan seluruh dunia, Maria mengingatkan akan persatuan pribadi dalam sakramen itu dan sekaligus mengingatkan kita akan dampaknya terhadap dunia dan masyarakat. Mengenai hubungan pribadi ini, Maria menekankan bahwa Yesus akan berubah menjadi sahabat kita. Sahabat pri-badi yang mesra, bukan hanya sebagai kenalan yang jauh. Persatuan lewat komuni dengan Dia akan menjadi suatu sukacita, kita akan mengalami sukacita itu, dan karenanya kita akan menjadi saksi cinta Kristus bagi setiap manusia. Persatuan kita dengan Yesus akan menyadarkan kasih Kristus yang begitu besar kepada manusia. Maka kita akan diingatkan bahwa begitu besar kasih Allah kepada dunia ini, sehingga Ia menyerahkan Putra Tunggal-Nya, supaya yang percaya pada-Nya akan memperoleh hidup kekal.

Persatuan dengan Yesus dalam komuni ini tidak hanya berdampak bagi pribadi, tapi juga bagi orang-orang lain. Bila kita menyembah Yesus dalam Sakramen Mahakudus Yesus akan menjadi sahabat kita secara pribadi dan Yesus telah menyatakan kepada murid-murid-Nya akan kebenaran ini dalam perjamuan terakhir ketika ia mengadakan perjamuan Ekaristi itu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. (bdk. Yoh. 15:15)

Oleh karena itu, Yesus menyatakan bahwa Ekaristi ini tidak hanya merupakan titik pertama untuk berkomunikasi dengan Dia, tapi lebih-lebih Ekaristi ini merupakan tempat atau sarana untuk bersatu dengan Dia. Dia menjadi sahabat kita sedemikian rupa, sehingga kita tidak hanya tahu Dia sebagai ide, gagasan atau tokoh yang hidup dua ribu tahun yang lalu. Akan tetapi, kita akan mengenal Dia sebagai pribadi dalam persahabatan yang mesra, sebagai pribadi yang ketemu pribadi. Sebagai sahabat yang sungguh-sungguh mesra Yesus ingin mengadakan persahabatan dengan kita secara mesra. Suatu persahabatan rohani yang akan menjadi sukacita bagi kita. Oleh karena itu, hidup rohani kita merupakan suatu persahabatan yang mesra dengan Yesus. Dan kita harus mengarah pada perjumpaan secara pribadi dengan Yesus. Oleh karena itu kita harus bertanya dan menyadari, apakah ini semua juga merupakan pengalaman-ku? Apakah saya benar-benar menyadari ini, yaitu hubunganku dengan Kristus semakin mendalam dengan penerimaan ini.

Dalam gereja protestan ditekankan pentingnya hubungan dengan Kristus. Dalam gereja Katolik hal itu dahulu seringkali diandaikan, tetapi sekarang tidak cukup. Dalam kenyataannya banyak orang tidak memiliki hubungan pribadi itu. Oleh karena itu, dalam retret awal kita tekankan betapa pentingnya hubungan pribadi dengan Yesus. St. Paulus dalam Gal. 2:20 “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”. Hidup dalam iman akan Putra Allah yang telah lebih dahulu mengasihiku dan memberikan diri-Nya untukku. Karena itu kita perlu menyadari ini. Ungkapan St. Agustinus: “Allah mengasihiku dan Yesus telah wafat untuk kita masing-masing seolah-olah hanya ada aku dan Dia saja. Yesus telah mati bagiku seolah-olah hanya ada aku dan Dia saja”. Oleh karena itu, kita harus coba memeriksa batin kita. Apakah ini benar-benar nyata dalam hidup kita? kalau tidak kita harus benar-benar bertobat. Bertobat berarti berbalik kepada Allah dan mengarahkan hidup kita kembali pada Allah. Apalagi karya-karya sosial yang tidak mengungkapkan cinta kita kepada Tuhan sedikit sekali artinya bagi Tuhan. Karena itu panggilan utama kita adalah supaya kita jatuh cinta pada Yesus. Seperti kata Bunda Maria.

Oleh karena itu, kita harus melihat bagaimana kita menghayati ini supaya kita memiliki hubungan dengan Yesus yang habitual, hubungan yang pada dasarnya menyatakan, bahwa hati kita telah kita berikan pada Yesus. Jikalau kita menyerahkan hidup kita secara habitual, maka Yesus akan memberikan kekuatan yang besar dan hati kita selalu dipenuhi kerinduan akan Yesus. Dimana hartamu disitu hatimu. Kalau Yesus betul-betul secara perlahan-lahan menjadi hartamu, maka hatimu perlahan-lahan akan terarah pada Yesus. Sebaliknya juga apa yang menguasai pikirannmu, menguasai hatimu. Karena itu apakah Yesus benar-benar menguasai pikiran dan hatimu? Seorang wartawan suatu majalah rohani bertanya pada saya ketika ada retret di Lembah Karmel dan banyak orang yang datang: “Mengapa begitu banyak orang datang kemari? Apa yang menarik dari tempat ini?” Saya menjawab dengan spontan: “Ada gula ada semut” “Dan apa gulanya itu?” Gula itu adalah Yesus sendiri. Kemudian saya katakan kepada para suster dan frater: “Semakin kamu jatuh cinta pada Yesus dan Yesus menjadi hartamu, maka semutnya akan menjadi semakin banyak.”