User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

 

Dosa sebagai penolakan manusia untuk mengakui Allah

Dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma dikatakan: “sebab murka Allah nyata dari surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya serta keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Rm 1:18-20).  Jadi jikalau mereka dengan hati terbuka menerima Allah mereka dapat menerima-Nya lewat karya-Nya: “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap” (Rm 1:21).

Dewasa ini kita lihat manusia berlomba-lomba mengejar prestasi. Berapa banyaknya energi, berapa banyaknya biaya yang dikeluarkan, semua itu hanyalah untuk mencari gelar juara saja, bukan dengan tujuan supaya manusia sehat, tetapi untuk suatu kebanggaan belaka. Ini adalah kesia-siaan. Apa yang menjadi tujuannya hanyalah supaya meraih gelar juara. Dalam kehidupan manusia dewasa ini kita lihat bahwa itu semua merupakan hal yang biasa dan nampak seolah-olah sesuatu yang netral. Akan tetapi, sebenarnya ini merupakan hal yang sia-sia. Di negara tertentu pembangunan gereja yang bagus akan dikecam habis-habisan. Apa yg dipersembahkan kepada Allah dikecam habis-habisan. Sudah sejak semula kita dapat melihat dalam diri Yudas yang mengecam: “Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini?” (Mrk 14:4). Di sini boleh dikatakan bahwa mereka menjadi sia-sia dalam pikiran mereka. Mereka berbuat seolah-olah mereka berhikmat tetapi mereka telah jatuh dalam kebodohan. Orang yang menganggap dirinya berhikmat memenuhi tubuhnya dengan berbagai perhiasan. Tangan dan telinganya penuh dengan berbagai barang hingga nyaris tak ada tempat kosong lagi. Mereka memandang segala sesuatu berdasarkan nilai-nilai dunia dan tidak dalam terang wahyu Allah. Dengan demikian, apa yang berhikmat menurut pandangan manusia menjadi kebodohan bagi kebijaksanaan Allah. Demikianlah akibat yang mengerikan terjadi karena mereka menggantikan kemuliaan Allah yang abadi dengan hal-hal duniawi yang fana. “Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar” (Rm. 1:23). Inilah yang menjadi kebodohan mereka, yaitu menggantikan Allah dengan hal-hal yang duniawi dan fana.

Santo Paulus menerangkan bahwa dosa utama yang membangkitkan kemarahan Allah disebut dengan kejahatan dan kedurhakaan kepada Allah, yaitu penolakan untuk memuliakan dan bersyukur kepada Allah. Sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Dengan kata lain, mereka menolak untuk mengakui Allah sebagai Allah dengan tidak memberikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah. Mereka tahu tentang Allah namun bertindak seolah-olah tidak ada Allah. Ini merupakan pelecehan terhadap Allah. Oleh karena itu, dalam Perjanjian Lama kita dapati Musa berseru kepada umat Israel, “Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah” (Ul. 7:9 ). Dalam Kitab Mazmur  dikatakan, “Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya” (Mzm 100:3).

Pada dasarnya dosa adalah penyangkalan bahwa Tuhan adalah Allah. Penyangkalan ini lahir dari keinginan manusia untuk bersandar pada kekuatannya sendiri dan tidak mau mengakui adanya perbedaan yang begitu besar antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Oleh karena itu, dosa merupakan akar dari segalanya. Dosa merupakan pembungkaman kebenaran. Dosa membelenggu kebenaran sehingga manusia akhirnya menjadi tawanan. Dosa adalah suatu hal yang sangat mengerikan dan tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika dunia tahu apa arti dari dosa itu, ia akan mati ketakutan.

Santa Teresia dari Avila pernah diberi pernyataan tentang dosa oleh Tuhan. Suatu hari ia dibawa oleh Tuhan ke neraka hingga ke bagian yang terbawah. Sepulangnya dari pengalaman itu, dia berkata: “Aku lebih suka mati seribu kali daripada melakukan dosa yang paling kecil sedikit pun.” Sebaliknya, Santa Teresia Lisieux tidak pernah mendapatkan wahyu Allah mengenai dosa. Akan  tetapi, karena kesetiaannya, ia diberi pengertian yang mendalam tentang dosa. Kenyataannya, Santa Teresia Lisieux tidak pernah melakukan dosa berat satu kali pun. Kita juga dapat melihat apa yang terjadi dengan anak-anak di Fatima, yaitu Jacinta, Francisco, dan Lucia. Mereka mendapatkan wahyu tentang kengerian neraka dari Bunda Maria. Bunda Maria ketika itu memperlihatkan semua kengerian itu walau tidak menerangkan apa arti dosa. Akan tetapi, mereka bertiga mengerti bahwa kengerian neraka itu merupakan upah dari dosa. Sejak saat itu, ketiga anak tersebut melakukan laku tapa tak henti-hentinya seumur hidup mereka, demi menyilih dosa dan menyelamatkan para pendosa dari api neraka.

Penolakan untuk mengakui Tuhan sebagai Allah diwujudkan dengan melakukan penyembahan berhala, yaitu memuji dan menyembah makhluk lain, bukan Allah Sang Pencipta. Di dalam penyembahan berhala manusia membuat Allahnya sendiri, sehingga dialah yang menentukan tentang Allah, bukan Allah yang menentukan tentang dia. Jadi, terjadi pertukaran peran dalam hal ini. Manusia menjadi tukang periuknya, dan Allah menjadi tanah liat yang dibentuknya menurut keinginannya sendiri.

Dengan demikian, melalui suratnya Rasul Paulus hendak menunjukkan bahwa manusia telah menyingkirkan tempat Allah di hatinya. Ia menunjukkan bahwa manusia telah mengambil suatu pilihan untuk melawan Allah. Keputusan manusia yang memilih dirinya sendiri di atas Allah akibatnya menghasilkan suatu kehancuran total, suatu kengerian yang begitu besarnya. Manusia pada akhirnya terseret ke dalam jurang kehancuran karena pilihannya ini.

Sebenarnya dalam hal ini Paulus memberikan gambaran global tentang segala cacat dan kehancuran yang kita jumpai di dunia dewasa ini, antara lain homoseksual, ketidakadilan, kejahatan, kedengkian, keserakahan, tipu muslihat, kesombongan, ketidaktaatan kepada orang tua, tidak dapat dipercaya, dan lain-lain. Ini semua menggambarkan segala kejahatan yang sering dibicarakan di dalam Kitab Suci.

 

Satu hal yang membingungkan kita sepintas lalu ialah bahwa dalam hal ini Paulus berkata segala kehancuran itu adalah akibat dari kemarahan Allah. Paulus berbicara secara terus terang bahwa hal itu diakibatkan oleh kemarahan Allah seperti kita lihat dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma. “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka” (Rm 1:24). “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yg memalukan sebab istri-istri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tidak wajar” (Rm 1:26).  “Karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk sehingga mereka melakukan hal yang tidak pantas” (Rm 1:28).  Apa yg tidak pantas itu: “penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat, dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak mengenal belas kasihan, tidak penyayang” (Rm 1: 29).

Apa yang dikatakan Paulus di sini sungguh-sungguh mengerikan dan tentu saja Allah tidak menghendaki semuanya itu. Akan tetapi, Allah mengizinkan segala kehancuran itu terjadi untuk menyadarkan manusia apa yg menjadi buah-buah dari penolakan manusia terhadap Allah. Tentang hal ini Santo Agustinus menulis bahwa semuanya itu bukan sekedar merupakan hukuman-hukuman melainkan juga merupakan dosa, sebab hukuman untuk kejahatan berada dalam dirinya sendiri karena ia adalah suatu kejahatan. Jadi hukuman dosa ialah kejahatan itu sendiri. Allah campur tangan untuk menghukum kejahatan dan dari hukuman itu dosa-dosa yang lain timbul.

Dapat dikatakan bahwa dosa menimbulkan dosa, dosa melahirkan dosa, dosa adalah hukuman dari dosa sendiri, karena manusia berdosa maka ia dibiarkan semakin berdosa. Pada dasarnya Kitab Suci berkata manusia dihukum dalam hal-hal ia berdosa seperti dikatakan dalam kitab Kebijaksanaan: “Oleh karena pikiran-pikiran mereka yang bodoh dan jahat, yang menyesatkan orang-orang Mesir hingga memuja binatang melata yang tidak berakal  serta hewan yang keji, maka telah Kaukirimkan kepada mereka banyak binatang  yang tidak berakal sebagai hukuman. Maksudnya supaya mereka mengetahui bahwa seseorang akan dihukum dengan apa yang telah dipakainya untuk berdosa” (Keb 11:15-16).

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting