User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index


2. PELAYANAN PARA IMAM

I. FUNGSI PARA IMAM

Para Imam, Pelayan Sabda Allah
     Karena umat Allah dihimpun pertama-tama oleh Sabda Allah (Lih. 1 Ptr. 1:23), maka tugas para imam pertama-tama ialah mewartakan Injil kepada semua orang di seluruh dunia (Lih. 2 Kor 11:7; LG, art. 25). Hal itu mereka lakukan melalui cara hidup yang baik di tengah bangsa-bangsa, pewartaan akan misteri Kristus kepada kaum tak beriman; memberikan katekese kristiani atau menguraikan ajaran Gereja; mengkaji persoalan-persoalan dalam terang Kristus. Dengan demikian mereka mengajarkan bukan dengan kebijaksanaan sendiri melainkan Sabda Allah, dan tiada jemu-jemunya mengundang semua orang untuk bertobat dan menuju kepada kesucian.

Para Imam, Pelayan Sakramen-Sakramen dan Ekaristi
     Allah, satu-satunya yang Kudus dan menguduskan, berkenan mengikut-sertakan manusia sebagai rekan dan pembantu-Nya, untuk dengan rendah hati melayani karya pengudusan. Maka dengan pelayanan Uskup, para imam dikuduskan oleh Allah, supaya mereka secara istimewa ikut menghayati Imamat Kristus, dan dalam merayakan Ekaristi bertindak sebagai pelayan-Nya, yang dalam Liturgi tiada hentinya melaksanakan tugas Imamat-Nya melalui Roh-Nya demi keselamatan kita (SC, art.7). Dengan Sakramen Baptis para imam mengantar orang-orang masuk menjadi anggota umat Allah. Dengan Sakramen Tobat mereka mendamaikan para pendosa dengan Allah dan dengan Gereja. Dengan minyak orang sakit mereka meringankan para penderita penyakit. Terutama dengan merayakan Misa mereka mempersembahkan Kurban Kristus secara sakramental. Dalam melaksanakan semua Sakramen, para imam dengan pelbagai cara tergabungkan secara hirarkis dengan Uskup, dan dengan demikian menghadirkannya secara tertentu dalam masing-masing jemaat umat beriman (LG, art.28).

     Selain melalui sakramen-sakramen, para imam juga mengajar umat beriman untuk berperan serta dalam perayaan Liturgi sedemikian rupa sehingga di situ pun umat beriman mencapai doa yang tulus yang harus terus dikembangkan seumur hidup; juga mengajak semua untuk melaksanakan tugas kewajiban status hidup mereka; mengundang mereka yang sudah lebih maju untuk menghayati nasihat-nasihat Injil (Red: kaul-kaul religius); mengusahakan supaya di tempat ibadat atau gereja di mana Ekaristi suci dirayakan dan disemayamkan diadakan penghormatan dengan sembah sujud, sehingga umat beriman dengan hati penuh syukur dapat menanggapi anugerah Kristus yang tiada hentinya mencurahkan kehidupan ilahi kepada anggota-anggota Tubuh-Nya.

Para Imam, Pemimpin Umat Allah
     Sementara para imam menunaikan tugas Kristus sebagai Kepala dan Gembala, atas nama Uskup mereka menghimpun keluarga Allah sebagai rukun persaudaraan yang sejati sejiwa, dan melalui Kristus mengantarnya dalam Roh menghadap Allah Bapa    (LG, art.28). Mereka bertugas untuk membina umat beriman menuju kedewasaan kristiani, sehingga dalam peristiwa besar maupun kecil mereka mampu memahami dan melakukan kehendak Allah. Mereka hendaknya dibina juga supaya jangan hanya hidup untuk diri sendiri melainkan mampu menanggapi tuntutan perintah baru tentang cintakasih – saling berbagi rahmat sesuai dengan kasih karunia yang diterima masing-masing – dan dengan demikian semua melaksanakan tugas-tugas mereka secara kristiani dalam masyarakat.
     Para imam juga secara istimewa bertanggungjawab terhadap kaum yang miskin dan lemah, orang-orang sakit dan menjelang ajal, sesuai dengan teladan Kristus. Mereka juga perlu mengusahakan supaya ada rukun-rukun persaudaraan untuk para anak muda, suami-isteri, dan orang tua, sehingga mereka dapat saling membantu untuk menghayati hidup kristiani yang seringkali penuh kesukaran. Kecuali itu, jemaat setempat juga supaya diajar untuk mengembangkan semangat menjemaat yang tidak hanya mencakup Gereja setempat, tetapi juga Gereja semesta, sehingga digerakkan oleh semangat misioner, mereka merintis jalan menuju Kristus bagi semua orang. Meskipun demikian, jemaat hendaknya secara khas merasa bertanggungjawab atas para katekumen dan baptisan baru, yang langkah demi langkah harus dibina untuk makin mengenal dan menghayati hidup Kristen.

II. HUBUNGAN PARA IMAM DENGAN SESAMA

Hubungan Para Uskup dengan Para Imam

     Semua imam bersama para Uskup berperanserta menghayati satu imamat dan satu pelayanan Kristus sedemikian rupa, sehingga kesatuan pentakdisan dan perutusan itu sendiri menuntut persekutuan hirarkis mereka dengan Uskup. Persekutuan itu kadang-kadang dengan jelas sekali mereka tampilkan dalam konselebrasi Liturgi di mana mereka sekaligus mengungkapkan kesatuan mereka dalam merayakan perayaan Ekaristi dengan para Uskup itu.

     Berdasarkan kurnia Roh Kudus yang dalam tahbisan suci dianugerahkan kepada para imam, para Uskup memandang mereka sebagai pembantu dan penasihat yang sungguh dibutuhkan dalam pelayanan dan tugas mengajar, menguduskan, dan menggembalakan umat Allah. Dalam keuskupan juga perlu dibentuk dewan atau senat para imam, untuk mewakili semua imam memberikan nasihat-nasihat yang dapat membantu Uskup untuk secara efektif memimpin keuskupannya. Sedangkan para imam hendaknya memandang kepenuhan Sakramen Imamat yang ada pada para Uskup, dan dalam diri mereka menghormati kewibawaan Kristus Gembala tertinggi. Hendaknya mereka berpaut pada Uskup mereka dengan cintakasih yang tulus dan sikap patuh serta taat.

Persatuan Persaudaraan dan Kerjasama Antara Para Imam
     Berkat Tahbisan, yang menempatkan mereka pada tingkat imamat biasa, semua imam bersatu dalam persaudaraan sakramental yang erat sekali, satu presbiterium. Semua imam, baik diosesan maupun religius, baik yang melayani paroki ataupun yang menjalankan tugas-tugas atau pelayanan-pelayanan di luar batas paroki dengan segala bentuknya, bekerja sama demi satu tujuan saja, yakni pembangunan Tubuh Kristus. Jadi setiap imam berhubungan dengan para anggota presbiterium lainnya karena ikatan-ikatan khas cinta kasih rasuli, pelayanan, dan persaudaraan. Hal ini diungkapkan dalam rupa: saling membantu dalam karya-kegiatan dan kesulitan-kesulitan, memperhatikan yang sakit atau sedih, yang kesepian, tertekan oleh beban pekerjaan, atau mengalami penganiayaan. Untuk mengembangkan hidup rohani dan untuk menghindari bahaya kesepian, para imam perlu membentuk suatu rukun hidup di antara mereka dalam berbagai bentuknya, tinggal bersama, atau makan bersama, dan sebagainya.

Hubungan Para Imam dengan Kaum Awam

     Karena Sakramen Tahbisan para imam Perjanjian Baru menunaikan tugas sebagai bapa dan guru, yang amat luhur dan penting sekali dalam dan bagi umat Allah. Akan tetapi bersama sekalian orang beriman mereka sekaligus menjadi murid-murid Tuhan, yang berkat rahmat panggilan Allah diikutsertakan dalam Kerajaan-Nya (Lih. 1 Tes. 2:12; Kol 1:13). Oleh karena itu para imam harus memimpin umat sedemikian rupa sehingga tidak mencari kepentingan diri sendiri, melainkan kepentingan Yesus Kristus.

     Para imam hendaknya dengan tulus mengakui dan mendukung martabat kaum awam beserta bagian perutusan Gereja yang diperuntukkan bagi mereka; menghormati kebebasan sewajarnya; dan memberi peluang untuk menyumbangkan kemampuan dan karisma mereka di pelbagai bidang kehidupan. Dalam bidang kerohanian umat, para imam juga harus menjadi pembela kebenaran, pendukung kebenaran, dan mencari domba-domba yang hilang, yaitu umat yang telah meninggalkan Gereja Katolik karena pindah ke Gereja lain, maupun karena kehilangan iman Kristen. Mereka juga perlu mencari cara untuk dapat menjalin ekumenisme dengan Gereja-Gereja lain dengan tetap mengindahkan peraturan-peraturan tentang ekumenisme, dan juga memperhatikan mereka yang belum mengenal Kristus sebagai Penyelamat.


III. PENYEBARAN PARA IMAM DAN PANGGILAN-PANGGILAN IMAM

Penyebaran Para Imam
     Kristus telah mempercayakan kepada para Rasul tugas untuk menyebarkan Injil “sampai ke ujung bumi” (Kis. 1:8), maka pelayanan imam manapun memiliki jangkauan luas dan universal, sebagaimana dipralambangkan dalam pribadi Melkisedekh (Ibr. 7:3). Hal ini mengundang para imam untuk ikut memikirkan kepentingan Gereja secara nasional maupun universal. Oleh karena itu, para imam yang berada di keuskupan-keuskupan yang kaya akan panggilan hendaknya merelakan diri, dengan seizin Uskup mereka, untuk melaksanakan pelayanan mereka di daerah-daerah misi, kawasan-kawasan, atau dalam karya-karya yang kekurangan imam. Karya-karya yang dimaksud bukan saja berskala nasional melainkan juga internasional, misalnya seminari internasional, diosis-diosis atau prelatura-prelatura personal yang khusus, atau lembaga-lembaga semacam itu.

     Mereka yang bertugas di negara lain hendaknya dilengkapi dengan pengetahuan bahasa setempat dan sifat-perangai psikologis maupun sosial yang khas dari negara itu, sehingga dapat berkomunikasi dengan baik dengan umat setempat demi keberhasilan pelayanan mereka (Lih. 1 Kor. 9:19-20). Dan sesuai dengan teladan Kristus, mereka hendaknya diutus berdua atau bertiga, supaya bisa saling membantu.

Usaha Para Imam untuk Mendapat Panggilan-panggilan Imam
     Karena memahami kehendak Kristus sebagai Gembala dan Pemelihara jiwa-jiwa (1 Ptr. 2:25) dan pendiri Gereja-Nya, para Rasul, atas dorongan Roh Kudus, telah memilih pelayan-pelayan, sehingga umat Kristen tidak menjadi domba yang tanpa gembala. Maka dari itu, para imam dan segenap umat Allah hendaknya selalu mengusahakan dengan berbagai daya upaya supaya Gereja selalu mempunyai imam-imam yang sungguh-sungguh diperlukan untuk melaksanakan misinya yang ilahi. Untuk itu perlu dipersiapkan pemuda-pemuda yang mau menanggapi panggilan Tuhan untuk menjadi imam, seperti teladan nabi Yesaya, “Inilah aku, utuslah aku” (Yes. 6:8). Untuk dapat melaksanakan tugas ini secara efektif pada tingkat keuskupan maupun nasional perlu diadakan Komisi-komisi Panggilan guna menyebarkan undangan Tuhan kepada para pemuda untuk menjadi imam.
www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting