User Rating: 3 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar InactiveStar Inactive
 

Article Index

3. Penilaian Iman Kristiani atas Hipnotis dan Hipnoterapi

3.1.  Ajaran Kitab Suci

Kendati fakta tentang hipnotis baru ditemukan pada zaman modern ini, namun realitasnya telah dijumpai dalam ajaran Kitab Suci, baik itu Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, Allah hanya mengizinkan orang Israel meminta petunjuk dari-Nya melalui doa, dan bimbingan para nabi yang telah diutus-Nya (lh. Kej 25:22; 1 Sam 9:9; 1 Raj 14:5; 2 Raj 1:16; 3:11; 8:8; 22:13,18; Yer 21:2; 37:3,7; Yeh 14:7,10; 20:1,3; 36:37). Selain itu, Allah berbicara kepada umat Israel melalui mimpi (bdk. Kej 12-50). Akan tetapi, praktek-praktek memanggil dan memperoleh kekuatan dari arwah, setan, dewa, nenek moyang sangat dikecam, dan dinilai negatif dalam Perjanjian Lama (bdk. Yes 2:6; 19:3; Yer 27: 9-11). Demikian juga para nabi melawan para penenung (lh. Hak 6: 36-40), peramal (lh. Yes 2:6; 57:3; Yer 27:9; Mi 5:12), penelaah, penyihir, pemantera, orang yang mempunyai kemampuan untuk bertanya kepada arwah dan meminta petunjuk kepada orang-orang mati (bdk. Ul 18: 9-14). Oleh sebab itu, umat Israel hanya boleh memohon, meminta bantuan dan beribadah kepada Allah saja (bdk. Kel 20: 1-11). (bdk. Berthold Anton Pareira, “Perjanjian Lama dan Kepercayaan akan Magi”, dalam Dwijo Atmoko dan Donatus Sermada, eds., Alam Gaib, Budaya dan Iman, Seri Filsafat Teologi Widya Sasana Vol. 11, No. 10, 2002, hlm. 103-109).

Dalam Perjanjian Baru, kami menemukan beberapa teks yang memuat istilah dunia magis, yaitu segala sesuatu di luar dunia manusia dan bertentangan dengan kuasa Allah, berarti realitas itu menunjuk pada kekuatan roh jahat, sihir, penenung, tukang jampi. Dalam Kis 8: 9-25, seorang tukang sihir akhir bertobat karena ia melihat kuasa Allah lewat Filipus jauh lebih besar daripada kuasanya, namun ia masih mengira Roh Kudus dapat dimanipulasi oleh manusia. Kemudian dalam Kis 13: 6-12, seorang tukang sihir dikecam oleh Paulus sebagai nabi palsu, penyesat, dan anak iblis. Dalam Kis 16: 16-18, seperti Yesus Kristus mengusir roh-roh jahat (bdk. Mat 8:28-34; Mrk 1:21-28; Luk 4: 31-37), demikian juga Paulus mengusir roh jahat yang mengganggunya (lh. Kis 16:18). Kis 19: 13-16 menunjukkan kekeliruan tukang jampi mengakibatkan kesalahan fatal bagi mereka. Lalu dalam Kis 19: 18-19, para tukang sihir bertobat dan membakar buku-buku sihir karena mereka melihat kuasa Allah jauh lebih besar daripada kekuatan sihir. Gal 5: 20 menunjuk sihir adalah perbuatan si jahat, yakni orang yang masih dibelenggu dosa dan kuasa kegelapan. Akhirnya dalam Why 9:21; 18:23, ilmu sihir itu sungguh menyesatkan, karena itu orang harus bertobat dari segala prakter sihir dan ilmu nujum itu (bdk. H. Pidyarto, “Sikap Perjanjian Baru terhadap Segala Gejala Paranormal”, dalam Dwijo Atmoko dan Donatus Sermada, eds., Alam Gaib, Budaya dan Iman, Seri Filsafat Teologi Widya Sasana Vol. 11, No. 10, 2002, hlm. 128-132).

Berdasarkan data-data dari Kitab Suci, meskipun hipnotis dan hipnoterapi tidak dapat begitu saja dimasukkan dalam praktek-praktes magis, akan tetapi realitas tersebut memiliki kesamaan dengan unsur-unsur magis, yaitu mereka tidak menggunakan sarana yang diberikan Tuhan, yakni iman dan doa kepada Allah dan Tuhan kita Yesus Kristus, melainkan mereka mengandalkan kekuatan dalam diri mereka sendiri dan jika mereka tidak hati-hati dapat membuka diri pada kuasa si jahat yang disebut dengan iblis. Dengan demikian, hipnotis dan hipnoterapi sesungguhnya suatu metode atau sarana yang bukan dan bertentangan dengan Allah. Oleh sebab itu, gejala-gejala tersebut merupakan salah satuhambatan dan rintanganterbesar iman kepada Allah yang benar dan Tuhan kita Yesus Kristus.

3.2.  Magisterium Gereja

Setelah kita mendengarkan kesaksian Kitab Suci tentang kepercayaan magis, kiranya kita perlu memahami posisi terbaru Gereja Katolik yang secara ringkas dirumuskan dalam Katekismus Gereja Katolik.

Allah dapat mewahyukan masa depan kepada para nabi dan orang-orang kudus yang lain. Tetapi sikap Kristen ialah menyerahkan masa depan dengan penuh kepercayaan kepada penyelenggaraan ilahi dan menjauhkan diri dari setiap rasa ingin tahu yang tidak sehat. Siapa yang kurang waspada dalam hal ini bertindak tanpa tanggung jawab (Katekismus Gereja Katolik, 2115).

Segala macam ramalan harus ditolak: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah atau tindakan-tindakan lain, yang tentangnya orang berpendapat tanpa alasan, seakan-akan mereka dapat “membuka tabir” masa depan (bdk. Ul 18:10; Yer 29:8). Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan mempunyai medium, terselubung kehendak supaya berkuasa atas waktu, sejarah dan akhirnya atas manusia; demikian pula keinginan menarik perhatian kekuatan-kekuatan gaib. Ini bertentangan dengan penghormatan dalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah (Katekismus Gereja Katolik, 2116).

Semua praktik magi dan sihir, yang dengannya orang ingin menaklukkan kekuatan gaib, supaya kekuatan itu melayaninya dan supaya mendapatkan suatu kekuatan adikodrati atas orang lain - biarpun hanya untuk memberi kesehatan kepada mereka - sangat melanggar keutamaan penyembahan kepada Allah. Tindakan semacam itu harus dikecam dengan lebih sungguh lagi, kalau dibarengi dengan maksud untuk mencelakakan orang lain, atau kalau mereka coba untuk meminta bantuan roh jahat. Juga penggunaan jimat harus ditolak. Spiritisme sering dihubungkan dengan ramalan atau magi. Karena itu Gereja memperingatkan umat beriman untuk tidak ikut kebiasaan itu. Penerapan apa yang dinamakan daya penyembuhan alami tak membenarkan seruan kepada kekuatan-kekuatan jahat maupun penghisapan orang-orang lain yang gampang percaya (Katekismus Gereja Katolik, 2117).

Percaya sia-sia adalah satu penyimpangan dari penghormatan yang harus kita berikan kepada Allah. Ia kelihatan dalam penyembahan berhala seperti dalam pelbagai bentuk ramalan dan magi (Katekismus Gereja Katolik, 2138).

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting