User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Sikap dan Prinsip Magisterium Gereja Katolik

Dalam menanggapi persoalan mengenai awal hidup manusia ini, Gereja Katolik—melalui Kongregasi Ajaran Iman—menegaskan bahwa sains dan teknologi ada untuk manusia, dan bukan sebaliknya. Hal ini ditegaskan dalam Donum Vitae (DV) 2:

“Maka dari itu, adalah ilusi belaka menuntut netralitas moral penelitian ilmiah serta penerapannya; di lain pihak tolak ukur orientasi tak dapat disimpulkan melulu dari efisiensi teknis, atau dari manfaat yang dapat dihasilkannya, tetapi dengan merugikan pihak lain, atau lebih parah lagi dari ideologi yang berkuasa. Maka dari itu, ilmu dan teknik dari dirinya sendiri menuntut hormat mutlak terhadap kriteria mendasar moralitas. Mereka harus mengabdi pada pribadi manusia, pada hak-haknya yang tak dapat diambil dan pada kepentingannya menurut rencana dan kehendak Allah.”

Dari pernyataan di atas, Gereja Katolik mau menegaskan bahwa kita harus menghormati, membela, dan berupaya untuk memajukan manusia, haknya yang utama dan mendasar atas hidup, martabatnya sebagai pribadi yang dipanggil untuk persekutuan bahagia dengan Allah. Oleh karena itu, sejak terjadinya pembuahan—pertemuan antara sel telur dengan sel sperma—hidup setiap manusia haruslah dihormati. Lebih konkretnya, sejak terbentuknya zigot manusia, dituntut penghormatan mutlak dan harus diperlakukan sebagai pribadi. Artinya, hak-haknya diakui, terutama hak untuk hidup.

Gereja Katolik dengan tegas menolak aborsi dan pembunuhan bayi. Gereja Katolik secara terus-menerus mengadakan penolakan moral setiap aborsi yang dilakukan dengan sengaja. Ajaran ini tetap dan tidak berubah. Bahkan, perbuatan aborsi yang disengaja disebut oleh Gereja Katolik sebagai perbuatan yang keji. Evangelium Vitae (EV) 16 menyebut hal ini sebagai “kejahatan yang tak terkatakan.” Paus Yohanes Paulus II dalam EV ini menegaskan disiplin kanonik kepada mereka yang dengan sengaja melakukan aborsi dengan mengutip KHK 1983 Kan. 1398:

“Barang siapa melakukan pengguguran kandungan dan berhasil, terkena ekskomunikasi yang bersifat otomatis.”

Begitu orang melakukan aborsi secara tahu, mau, dan sadar, maka otomatis dia terkena ekskomunikasi. Ekskomunikasi juga terkena kepada mereka yang membantu aborsi itu (bdk. Kan. 1329 § 2), misalnya dokter, perawat, atau suami yang mengantar ke tempat aborsi. Ekskomunikasi ini membawa akibat seperti yang tertuang dalam Kanon 1331:

“Dilarang ambil bagian sebagai pelayan dalam perayaan Ekaristi atau upacara ibadat lain, merayakan atau menyambut sakramen, menunaikan jabatan atau tugas gerejawi.”

Hal ini didasarkan bahwa kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Oleh karena hidup adalah anugerah dari Tuhan, maka ada sikap hormat kepada pemberi dan pemilik anugerah tersebut. Kehidupan merupakan panggilan Tuhan menuju kebahagiaan yang pada akhirnya secara sempurna pada kehidupan sesudah kematian. Dengan demikian, hidup—dari asalnya—melampaui kematian. Maka, semua upaya untuk membatasi atau menghentikan kehidupan, bertentangan dengan kodrat.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting