Print
Hits: 7826

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Baiklah, tidak pernah ada kata "paus" dalam Kitab Suci. Akan tetapi, di dalam Kitab Suci tidak ada pula kata-kata: "Tritunggal", "sakramen", "evangelisasi", "Liturgi", dan kata-kata lain yang lazim dipakai dalam Gereja zaman ini. Tiadanya suatu kata atau istilah dalam Kitab Suci tidak berarti bahwa ia bukan bagian ajaran ataupun Tradisi Gereja. 

Kata "paus" memang tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi teks yang berbicara tentang otoritas dan keutamaan peran Petrus amat banyak. Dalam daftar para rasul ia selalu ditempatkan pada posisi pertama (lih. Mat 10:2-4; Mrk 3:16-19; Luk 6:14-16; Kis 1:13). Bahkan di dalam Luk 9:32, hanya dikatakan: "Petrus dan teman-temannya..." Ia tampil sebagai pemimpin dan mewakili para rasul dalam banyak kesempatan, misalnya dalam Mrk 8:29; Luk 12:41; Yoh 6:69; Kis 2:14; 5:29. Beberapa kali ketika Yesus bertanya kepada para murid, Petruslah yang ditanya-Nya sebagai wakil dari mereka (bdk. Mrk 14:37; Luk 7:40). Santo Petrus hadir dalam kisah-kisah terpenting dalam Perjanjian Baru. Petruslah yang pertama kali berkhotbah kepada orang banyak saat Pentakosta dan kepada Petruslah Tuhan menampakkan diri untuk menyatakan bahwa Pembaptisan juga harus diberikan kepada bangsa lain (Kis 10:44-48). 

Mengapa Petrus yang dipilih? Mengapa bukan Yohanes, yang menurut Tradisi ialah "Murid yang dikasihi" dalam Injil Yohanes? Mengapa bukan Natanael atau Bartolomeus yang digelari "seorang Israel yang sejati" (Yoh 1:47) oleh Yesus sendiri? Inilah misteri panggilan Tuhan. Petrus, seorang nelayan kasar dari Galilea diangkat-Nya menjadi Pondasi Gereja, justru untuk menunjukkan kebesaran Tuhan sendiri. Petrus memperoleh otoritas tertinggi dalam Gereja bukan karena kepantasan dirinya. Ia bahkan pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Petrus memperoleh status tersebut semata-mata karena pemberian Tuhan Yesus: "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." (Mat 16:18, penebalan oleh Penulis). 

Seorang penulis Protestan bernama Loraine Boettner pernah mempersoalkan Mat 16:18 ini. Pendapatnya sampai sekarang masih digunakan di kalangan Protestan untuk melawan supremasi Petrus dan pengganti-penggantinya. Dalam bahasa Yunani (Injil Matius ditulis dalam bahasa Yunani, meskipun ada ahli yang mengatakan bahwa Injil tersebut merupakan terjemahan dari Injil yang sudah hilang, berbahasa Aram/Ibrani), kata yang dipakai untuk "batu karang" ialah "petra". Ada pun nama Petrus ada Petros. Jadi, bunyinya seperti ini: "Engkau adalah Petros dan di atas petra ini Aku akan …" Dalam bahasa Yunani, petros berarti batu kerikil, yang mudah tergeser. Petra sebaliknya, berarti batu pondasi yang tak tergoyahkan. Petros ialah kata benda bersifat maskulin, sedangkan petra bersifat feminin. Bagi Boettner, kata petra yang feminin tidak mungkin mengacu pada Petrus. Menurut dia, kata ini tampaknya mengacu pada pernyataan iman Petrus, bukan pribadi Petrus sendiri. 

Argumen Boettner tampak meyakinkan. Namun, dia lupa bahwa semua kata Yesus dalam Injil Matius ialah terjemahan dari bahasa Aram. Yesus berkata kepada Petrus pada waktu itu dalam bahasa Aram! Di dalam bahasa Aram tidak ada perbedaan antara kata pertama dan kedua. Bunyi kalimat itu seharusnya: 

"Engkau adalah Kepha dan di atas kepha ini Aku akan …" Masalahnya, dalam bahasa Yunani "batu karang" punya sifat feminin. Ketika menyebut nama Petrus, tidak mungkin bagi Matius untuk memakai kata "petra". Sebagai gantinya, dia memakai kata "Petros". 

Sebagai manusia, Petrus lemah. Yesus sangat memahami hal tersebut sehingga Ia mewanti-wanti: "Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." (Luk 22:31-32) Ini sangat penting karena berkaitan dengan janji Yesus kepadanya: 

"Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." 

"Alam maut tidak akan menguasainya". Artinya, status Petrus dan para penggantinya bersifat kekal. Meskipun Takhta Petrus ini akan digoncang Iblis, mereka tidak akan berhasil meruntuhkannya. Sebabnya ialah: doa Yesus! Brian Van Hove, seorang imam Katolik, mencatat bahwa dalam kurun waktu 250 tahun terakhir ini setidaknya ada tiga kali prediksi yang tercatat dalam sejarah bahwa Paus yang terpilih waktu itu akan menjadi Paus yang terakhir (Paus Klemens XIII 1769-1774; Paus Pius VI 1775-1799; Paus Leo XIII 1878-1903). Kita semua tahu bahwa hal itu tidak pernah terjadi. 

"Kepadamu akan kuberikan kunci Kerajaan Surga". Hanya satu kali kata "kunci" atau "anak kunci" dipakai dalam Perjanjian Lama (Yes 22:22) dan enam kali dalam Perjanjian Baru (Mat 16:19; Luk 11:52; empat kali dalam Why: 1:18; 3:7; 9:1; 20:1). Ada kemiripan besar antara Yes 22:22 dan dua teks dalam Perjanjian Baru, yakni Mat 16:19 dan Why 3:7. Dalam kitab Yesaya, kunci tersebut diberikan kepada Elyakim bin Hilkia, kepala istana pada zaman Raja Hizkia. Kunci di sini mempunyai arti kuasa untuk membuat aturan, mengganjar, dan menghukum. Ide yang sama tampak jelas dalam Why 3:7. Di sana Yesus digambarkan sebagai pemegang kunci atas alam maut. Dialah yang membuka pintu supaya Jemaat Filadelfia dapat masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Di dalam Injil Matius, ternyata Yesus memberikan kunci yang menjadi milik-Nya ini kepada Petrus! Petruslah yang diberi kuasa untuk membuat aturan, mengganjar, dan menghukum! Bedanya dengan kuasa milik Elyakim, kuasa Petrus ini berlaku baik di dunia maupun di sorga: "Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." 

Petrus memiliki tempat yang utama dalam jajaran para rasul. Ini tidak bisa dipungkiri. Sebagaimana para rasul kemudian digantikan oleh uskup mereka, Petrus pun memiliki penerus. Pada awalnya Petrus berdomisili di Antiokhia. Lalu, ia pindah ke kota Roma, memimpin Jemaat di Roma selama dua puluh lima tahun sampai wafat sebagai martir sekitar tahun 65 M. Sejak saat itu, Uskup Roma dipandang memiliki wewenang khusus sebagai pengganti Petrus. Misalnya, St. Klemens I, yang menjadi Uskup Roma IV pada tahun 88-97 M. Dalam salah satu suratnya, yang sekarang lazim dikenal sebagai 1 Klemens, memberikan teguran tegas kepada umat di Korintus yang jelas berada di luar wilayahnya. Namun, tegurannya dihormati oleh umat Korintus, sebagaimana diakui oleh Dionisius, uskup yang berkuasa di Korintus kurang dari seratus tahun setelah surat Klemens itu ditulis. 

Kunci atau wewenang yang dimiliki oleh Petrus dan para penggantinya diteguhkan oleh Yesus setelah kebangkitan-Nya. Pada saat menampakkan diri kepada para murid, Yesus menarik Petrus untuk berbicara secara khusus. Di dalam pembicaraan itu, Yesus sampai tiga kali meneguhkan kuasa penggembalaan Petrus: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yoh 21:15-17) Dengan itu, Dia menjadi Gembala Agung Gereja atas segala persoalan iman dan moral. 

Saat bimbang karena serbuan banyak paham teologi yang sesat, St. Hieronimus (342-420) menyatakan kesetiaannya kepada Takhta Petrus yang waktu itu dijabat Paus Damasus: 

"Musuh-musuh yang tak kenal lelah menguntitku dalam jarak dekat, dan serangan yang kualami di padang gurun semakin menjadi. Sebab terpaan Arian menggila, dan kuasa-kuasa dunia mendukungnya. Gereja terkoyak menjadi tiga kubu, dan ketiga-tiganya berusaha menjadikan diriku milik mereka… Sementara aku terus berseru: 'Dia yang setia penuh pada Takhta Petrus, dialah yang kuterima.'"(Surat XVI: Kepada Paus Damasus) 

Sebagai pengganti Petrus, seorang Paus menjadi juru kunci terakhir atas segala perdebatan menyangkut iman dan moral Gereja. Dia pulalah yang harus mensahkan hukum yang mengikat seluruh Gereja. Semua uskup lain harus memandang dia sebagai penentu keputusan tertinggi. Karena wewenang dan tuntutan tugasnya ini, seorang Paus memiliki karunia infalibilitas (kebal salah).