User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Teresia juga berpikir bahwa keberanian yang ia miliki datang dan kenyataan bahwa Yesus telah melimpahinya dengan kasih. Sebab itu, ia dengan spontan berseru: “O Yesus, biarlah kukatakan kepadaMu, dalam rasa syukurku yang tak terhingga, bahwa cinta-Mu membuatku menjadi sedemikian bodoh. Dalam kebodohan itu, bagaimana mungkin aku dapat mencegah hatiku untuk terbang kepadaMu? Bagaimana aku dapat membuat batasan kepercayaanku? Betapa sayangnya bahwa saya tidak dapat mengungkapkan keramahan-Mu yang tak terkatakan kepada semua jiwa-jiwa yang kecil... Saya merasa yakin bahwa apabila — walaupun ini mustahil — Engkau menemukan satu jiwa yang lebih lemah dan tak berarti daripada milikku, Engkau akan merendamnya dengan sukacita yang bahkan lebih besar lagi, asalkan jiwa ini mau meninggalkan dirinya sendiri dengan kepercayaan yang mutlak kepada kerahiman-Mu yang tak terbatas.”

Teresia yakin bahwa setiap jiwa manusia mampu mencapai kesucian, asalkan ia rendah hati dan percaya.

Membaca kisah hidup dari Joan d’Arc, Teresia pertama-tama berharap untuk meniru perbuatannya yang gagah berani, namun Tuhan membuat ia mengerti bahwa kemuliaannya sendiri akan tercapai, menjadi seorang kudus yang besar. “Kerinduan ini,” tulisnya, “nampaknya mengada-ada bagi seseorang yang lemah dan tidak sempurna seperti saya ini, namun, saya selalu merasakan suatu keberanian yang sama untuk percaya bahwa saya pada suatu hari akan menjadi seorang kudus. Saya tidak bergantung dan jasa-jasa pribadi saya, saya tidak memilikinya; namun saya berharap di dalam Dia yang adalah Sang Kebajikan dan Kudus itu sendiri. Adalah Dia sendiri, dipuaskan oleh usaha-usaha saya yang kecil, akan mengangkat saya kepada diri-Nya dan merendam saya dalam kebaikan-kebaikan-Nya yang tak terbatas, akan membuat saya menjadi seorang kudus... Jika semua jiwa-jiwa yang lemah dan tanpa daya merasa seperti apa yang saya rasakan, saya yang terkecil dan semuanya, tidak satu pun yang akan berputus asa sebelum mencapai puncak gunung cinta kasih, karena Yesus tidak menuntut tindakan-tindakan yang besar, namun hanya kelepasan dan hati yang penuh syukur.

Bagaimana dengan mereka yang telah lama menunda untuk membalas cinta kasih Tuhan? Menurut Teresia, tidak ada alasan untuk berkecil hati dan takut: “Ada jiwa-jiwa kepada mana Tuhan mempraktekkan kesabaran-Nya yang tak terbatas dan kepada mana Ia memberikan terang-Nya hanya secara bertahap.”

Apakah dosa-dosa berat, bahkan sejumlah besar kesalahan-kesalahan yang menyedihkan, merupakan halangan untuk percaya kepada Tuhan? Teresia menjawab: “Saya mengetahui dengan pasti bahwa bahkan jika saya dengan sadar melakukan semua dosa yang dapat diperbuat oleh manusia, saya akan pergi dan menerjunkan diriku ke dalam pelukan Yesus dengan sebuah hati yang terluka oleh pertobatan, karena saya tahu betapa girangnya Ia ketika anak-Nya yang hilang kembali kepada-Nya. Karena kebaikan Tuhan, dalam kodrat kerahiman-Nya, telah melindungi jiwaku dan dosa maut, sehingga saya terbang kepada-Nya dengan sayap-sayap kepercayaan dan cinta kasih. . .” Kepercayaannya didasari bukan atas kebajikan-kebajikan yang dipraktekkannya dalam hidupnya, melainkan atas cinta kasih Allah yang penuh belas kasih.

Tetapi kita tidak seharusnyakah menjadi patah semangat ketika kehidupan rohani kita telah gagal untuk berkembang seperti yang seharusnya kita dambakan? Masih bukan merupakan sesuatu yang dapat dijadikan alasan bagi kita untuk kehilangan kepercayaan kepada-Nya, walaupun dengan segala usaha-usaha yang kita lakukan kita masih tetap jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan yang sama dan mengalami kekeringan rohani. Keputusasaan bersumber dan cinta diri, dan penolakan untuk mengenal keadaan sebenarnya dan jiwa kita. Hal ini menunjukkan bahwa kita memberontak terhadap kekecilan kita sendiri dan kemiskinan rohani. “Kesedihan yang membuat kita putus asa,” Teresia mengatakan, “Adalah luka yang ditimbulkan cinta-diri kita.” Ia juga menyatakan bahwa dengan meratapi ketidak sempurnaan diri kita, kita melumpuhkan jiwa kita. “Kita membuat kerugian yang lebih besar kepada diri kita sendiri dengan menyerah kepada keputus asaan daripada apabila kita jatuh akibat kelemahan, karena dengan demikian kita menghilangkan dari diri kita sendiri kegembiraan yang kita perlukan untuk bangkit kembali setelah kejatuhan kita.

Hal ini menunjukkan kepada kita, betapa tidak sempurnanya kepercayaan kita di dalam Tuhan, mengingat bahwa sampai kepada suatu tingkatan yang besar sekali Tuhan telah menolong kita sebanding dengan kesadaran untuk tetap tinggal kecil dan bersandar kepada-Nya; Ia mengukur pemberian-pemberian-Nya berdasarkan ukuran dan kepercayaan yang Ia temukan dalam diri kita,” kata Teresia. Jadi, apabila kita menolak untuk menerima tingkatan kita yang rendah, apabila kita gagal untuk percaya kepada-Nya, ditakutkan bahwa Tuhan akan membatasi bantuan yang Ia berikan kepada jiwa-jiwa kita.

Bahkan dalam permulaan masa kanak-kanaknya, Teresia telah melatih dirinya kepada suatu sikap kepercayaan mutlak dalam Tuhan dalam semua keadaan. Ia telah mendapatkan apa yang baru bisa dicapai orang lain dalam waktu yang lama, bahwa keputus asaan tidak ada gunanya, tidak menguntungkan jiwa. Pada malam dan Komuni Pertamanya ia menulis dalam buku hariannya: “Saya tidak akan pernah menjadi putus asa,” suatu keputusan yang dengan setia ia pegang dengan kuat sepanjang hidupnya. Kepercayaannya yang seperti seorang anak kecil kepada Tuhan tidak pernah dilemahkan oleh kejadian-kejadian lahiriah, ketidaksempurnaannya ataupun bahkan oleh kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Sebaliknya ia belajar dan peristiwa-peristiwa semacam itu untuk mengenali kelemahan alamiahnya dan untuk memandang cacat cela dan orang lain dengan pengertian dan cinta kasih yang lebih besar: “Ingatan akan kesalahan-kesalahanku merendahkan hatiku; ia menyebabkan aku tidak pernah bersandar pada kekuatanku sendiri, yang bukan lain hanyalah kelemahan, tetapi secara khusus hal ini (kesalahan-kesalahan, red.) mengajar saya suatu pelajaran yang lebih lanjut mengenai kerahiman dan cinta kasih Tuhan.” “Pada saat kita, dengan kepercayaan seperti seorang anak kecil, melemparkan kesalahan-kesalahan kita ke dalam tungku api cinta kasih yang menyala-nyala, bagaimana mereka (kesalahan-kesalahan, red,) akan gagal dimusnahkan selama-lamanya?”

“Saya tidak selalu setia,” ia menulis di tempat lain, “Saya sering gagal dalam melakukan satu dan pengorbanan-pengorbanan kecil yang memberikan damai yang begitu besar kepada jiwa; tetapi saya tidak berputus asa. Daripada berputus asa, saya menyerahkan diri saya ke dalam lengan-lengan Yesus: Saya menanggung pencobaan dan mendapatkan damai yang lebih sedikit pada saat itu dan mencoba untuk lebih waspada pada lain kesempatan... 0 muderku yang terkasih, betapa manisnya jalan cinta kasih itu! Kita dapat jatuh, tentu saja; kita dapat melakukan banyak ketidak setiaan, tetapi, ”Ia menambahkan, mengutip Santo Yohanes dan Salib, cinta tahu bagaimana caranya untuk menarik keuntungan dan segalanya dan ia dengan cepat menghapuskan apa saja yang mungkin akan tidak disukai Yesus.” Sehingga, yang tinggal di dalam lubuk hati kita yang terdalam hanyalah suatu damai yang rendah hati dan mendalam.”

“Sekilas pandangan cinta kasih kepada Yesus dan pengertian akan kesengsaraan kita yang mendalam membuat perbaikan atas segala-galanya,” “Kita hanya perlu untuk memohon pengampunan dan semuanya diperbaiki oleh tindakan cinta kasih tersebut. Yesus membuka hati-Nya untuk kita. Ia melupakan ketidak setiaan kita dan tidak mau mengingat-ingatnya. Ia bahkan akan bertindak lebih jauh lagi: Ia akan mengasihi kita dengan cinta kasih yang bahkan lebih besar daripada sebelum kita melakukan kesalahan tersebut.” “Saya mempercayakan ketidaksetiaanku kepada Yesus, karena dalam keberanianku untuk menyerahkan diri kepada-Nya saya percaya bahwa dengan cara ini saya akan mendapatkan kekuatan yang lebih besar terhadap hati-Nya dan menarik secara lebih penuh cinta kasih-Nya yang datang bukan untuk orang benar melainkan untuk orang berdosa.” Dalam kalimat-kalimat ini ia menyingkapkan di depan mata kita kerahiman yang tak terbatas dan Hati Kristus.

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting