User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Ia semata-mata hanya mengulangi dalam kata-katanya sendiri apa yang Santo Paulus ajarkan lama sebeluninya: “Karena saya lemah, maka saya kuat” (2 Kor 12:10), “kesanggupan kita adalah dan Allah” (2 Kor 3:5) dan melalui kasih karunia Kristuslah kita diselamatkan.” “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman... itu bukan hasil pekerjaanmu, jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef.2:8-9).

Itu tidak berarti bahwa Teresia menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan baik tidak ada gunanya, karena hal ini bertentangan untuk menyatakan kebenaran. Ia mengharapkan agar setiap orang dengan segenap kekuatannya berusaha untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka, untuk menghasilkan kebajikan-kebajikan dan mencapai kekudusan: “Marilah kita berjuang tanpa henti-hentinya. Marilah kita teruskan, bagaimanapun lelahnya kita dalam perjuangan itu. Dimanakah jasa kita bila kita berjuang hanya pada saat kita merasa berani? Tidak apa-apa bila engkau tidak memiliki keberanian, bertindaklah seolah-olah engkau memilikinya.”

Meskipun demikian, ia mengakui bahwa bukanlah dan karya-karya kita bila kita mengharapkan kemajuan kita. Alasan kita berkarya adalah untuk membuktikan kepada Tuhan bahwa kita memiliki kemauan yang baik. “Jadilah seperti seorang anak kecil,” nasehatnya kepada seorang novis. Praktekkanlah seluruh kebajikan dan dengan demikian selalu mengangkat kakimu yang kecil untuk mendaki tangga kekudusan; namun janganlah mengira bahwa engkau akan mampu untuk menaiki anak tangga yang pertama sekalipun. Tidak! Allah yang baik tidak memerlukan darimu lebih daripada kemauanmu yang baik. Dan puncak tangga-tangga itu, Ia memandang kepadamu dengan cinta kasih. Dengan cepat, digembirakan oleh usaha-usahamu yang tidak ada artinya, Ia akan turun dan membawamu dalam tangan-Nya. Ia akan mengangkatmu. Namun bila engkau berhenti untuk mengangkat kakimu yang kecil itu, Ia akan meninggalkanmu di atas tanah dalam waktu yang lama.”

“Kita harus melakukan segala sesuatu dengan segenap kemampuan kita,” ia juga menegaskan, “Kita harus memberikan tanpa menghitung kerugiannya; kita harus terus-menerus meninggalkan diri kita. Dalam satu kata, kita harus membuktikan cinta kita dengan semua perbuatan-perbuatan baik yang dapat kita lakukan; namun, karena semua yang dapat kita lakukan sangatlah sedikit, sangatlah penting bahwa kita menaruh kepercayaan di dalam Dia sendiri yang menyucikan seluruh karya-karya itu dan bahwa kita menyadari bahwa kita sungguh-sungguh adalah hamba-hamba yang tidak berguna, berharap bahwa Allah yang baik akan memberikan kepada kita melalui rahmat semua yang kita rindukan.”

Ia menegaskan ajaran ini dengan menggunakan sebuah contoh dan Injil. Para Rasul sedang menjala ikan di Danau Galilea. Mereka telah bekerja keras sepanjang malam tanpa hasil; namun, percaya akan Sabda Kristus, mereka kemudian melemparkan jala mereka dan dalam sekejap menjala sejumlah besar ikan. “Yesus ingin menunjukkan kepada mereka bahwa hanya Ia sendiri sajalah yang dapat membuat usaha-usaha kita menghasilkan buah.”

Ungkapan ini adalah jelas dan gamblang dan tidak meninggalkan suatu ruangan pun untuk keraguan. Ini adalah mereka yang menuntut berdasarkan usaha-usaha sukarela seakanakan segala sesuatunya bergantung kepada usaha-usaha tersebut. Teresia, sebaliknya, menyatakan bahwa bagaimanapun perlunya usaha-usaha ini, tidaklah mencukupi untuk perkembangan rohani seseorang. Tuhanlah yang memegang peranan utama: “Bila saya menyelesaikan seluruh pekerjaan Santo Paulus, saya akan tetap memandang diriku sebagai seorang hamba yang tidak berguna... Sungguh tepatlah hal ini yang merupakan kesalahan besar dan Santo Petrus: ia terlalu mengandalkan kekuatan dan kesetiaannya sendiri. Tuhan membiarkan ini supaya kita dapat melihat betapa sedikitnya yang dapat dilakukan oleh manusia tanpa bantuan-Nya. Ia rindu untuk mengajar kita bahwa kita haruslah mengandalkan Ia sendiri saja.”

Ia menyatakan bahwa ia memiliki pengalaman yang berkenaan dengan hal ini. Ia telah berjuang tanpa hasil bertahun-tahun lamanya untuk memperbaiki kepekaannya yang berlebih-lebihan. Pada akhimya Yesus, menghargai usaha-usahanya dan tersentuh oleh doa-doanya, menyembuhkannya dalam sekejap mata.

Ajaran Teresia secara eksplisit bahkan mungkin lebih tegas lagi. Menjelang akhir hidupnya, seseorang berkata kepadanya: “Engkau pasti telah benjuang sangat keras untuk mencapai tingkatan kesempurnaanmu.” Ia membalas dengan suatu nada suara yang tak dapat diungkapkan: “Tidak sama sekali.” Ia menjelaskan kemudian dalam kata-kata yang penuh kesan, yang sepertinya merupakan ringkasan dan semua doktrinnya: “Kesempurnaan tidak terdiri atas tindakan ini atau itu. Ia terdiri atas suatu sikap hati yang membuat kita menjadi rendah hati dan kecil di dalam tangan-tangan Tuhan, menyadari kelemahan kita dan percaya bahkan sampai kepada tahapan keberanian akan kebaikan dari Bapa kita.”

Pada saat kita mengerti akan kata-kata yang memberikan pencerahan ini yang dikatakan dalam suatu kepercayaan yang begitu mendalam, kita tidak dapat meragukan bahwa Santa Teresia dan Kanak-Kanak Yesus memiliki ini sebagai misinya untuk mengungkapkan kepada kita kerahiman dan kelembutan dan Bapa Surgawi kita dan untuk mengilhami kita dengan kepercayaan yang tak terbatas kepada-Nya. Ia memiliki jiwa dan seorang anak kecil yang sederhana dan penuh kasih. Ia telah menembus ke dalam rahasia-rahasia ilahi dan ia mengerti bahwa Tuhan membungkukkan dirinya ke bawah kepada sebuah jiwa sebanding dengan kemiskinannya dan sampai kepada batas bahwa jiwa ini, menyadari kelemahannya, memiliki kepercayaan yang lebih besar kepada-Nya.

Oleh karena itu, marilah kita membangkitkan di dalam diri kita sebuah jiwa dan seorang anak kecil, sebuah hati yang sederhana dan penuh kepercayaan di dalam Allah yang baik, mengulangi bersama Santo Paulus: “Saya mengetahui di dalam siapa yang telah saya percayai.” Sebesar apa pun kelemahan-kelemahan kita atau bagaimanapun usaha-usaha kita kelihatan sia-sia; betapa seringnya pun kita mengulang-ulangi kesalahan, kita tidak boleh berputus asa untuk mencapai tujuan kita. Marilah kita menerima kelebihan kita yang selalu merasa diri tidak sempuma, dan merasa demikian bahkan sampai pada akhir hidup kita.

Apa yang Tuhan harapkan dari kita adalah cinta dan kepercayaan dan kemauan yang baik. Teresia menulis beberapa bulan sebelum kematiannya: “Saya berusaha untuk menjadikan hidupku sebagai suatu tindakan cinta kasih dan saya tidak kuatir lagi akan kekecilan saya. Sebaliknya saya bersukacita dalam menjadi kedil. Saya berani untuk berharap bahwa pengasinganku akan menjadi pendek: namun bukan karena saya telah siap untuk surga. Saya merasa bahwa saya tidak akan menjadi siap apabila Tuhan sendiri tidak berkenan untuk mengubah saya. Ia dapat melakukan ini dalam sekejap. Setelah semua rahmat-rahmat yang dengannya Ia telah memenuhi saya, saya juga menantikan bahwa Ia menganugerahi saya dengan kerahiman-Nya yang tak terbatas.

Kita harus secara terus-menerus mengingat hal yang penting ini, bahwa kita mencapai kekudusan pada saat yang telah ditentukan oleh Tuhan. Ia sanggup untuk memberikannya kepada kita dalam sekejap, bahkan pada saat kematian kita. Bila kita menyerahkan diri kita kepada Tuhan, meletakkan kepercayaan kita kepada-Nya, membuat usaha-usaha kecil kita namun mengharapkan segalanya dan belas kasihan-Nya, Ia akan memberikan kepada kita, saat itu juga, segala sesuatu yang masih kurang dalam kesempurnaan kita. Menurut Santa Theresia, Ia dapat membuat kita mencapai puncak dan gunung cinta kasih: “Jiwa-jiwa yang paling kudus menjadi sempuma hanya di dalam surga.” (Dikutip dan diterjemahkan dari  Complete Spiritual Doctrine of St. Therese of Lisieux oleh Antonio Villanueve).

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting