Print
Hits: 12660

User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 

Situasi Zaman Sekarang dan Penderitaan Manusia.

Dalam hidup di dunia ini manusia tidak pernah akan luput dan penderitaan. Penderitaan adalah bagian dari hidup manusia. Lebih-lebih dewasa ini, di mana kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat mengakibatkan banyak perubahan dalam hidup manusia. Dampak kemajuan ilmu dan teknologi itu tidak jarang membawa manusia kepada krisis iman, harapan, dan cinta kasih. Banyak orang dewasa mi disibukkan oleh berbagai kegiatan untuk meningkatkan mutu kehidupannya. Di satu sisi kemajuan zaman itu telah membuat manusia memperoleh kemudahan dalam mencukupi kebutuhan lahiriahnya, namun di sisi lain, banyak orang juga mengalami penderitaan, kekosongan hidup, kehilangan arah dan tujuan hidupnya. Karena mereka mengejar harta, mengagung-agungkan prestasi, mencari kenikmatan tanpa menghiraukan suara hatinya, ketidakadilan, kekerasan, penindasan terjadi di mana-mana, banyak orang tidak menghargai martabat sesamanya sebagai manusia. Pelanggaran moral, kesusilaan, dan akibat yang fatal dari situasi ini adalah timbulnya kebekuan dalam hal yang paling mendasar yaitu cinta kasih. Individualisme merasuki banyak orang, terjadi kemerosotan cinta kasih, manusia menderita kemiskinan dalam pengalaman cinta kasih yang otentik dan mendalam. Hal itu menyebabkan cintanya kepada Tuhan menjadi lemah dan relasi dengan sesamanya menjadi kering, dingin dan miskin. Penderitaan manusia itu berakar pada dosa manusia yaitu kesombongan dan cinta diri yang tidak teratur (egoisme). Bertolak dan hal ini, S. Teresia dan Lisieux mau menyadarkan manusia kepada tujuan hidup yang sesungguhnya, yaitu bersatu dengan Allah. Sudah sejak semula Allah memanggil manusia untuk bersatu dengan Dia, walaupun manusia berdosa, namun Allah tak jemu-jemu memanggil manusia untuk bersatu dengan-Nya, sebab hati manusia tidak akan tenang sebelum bertemu dengan Allah yang sejati.

Sikap S. Teresia dari Lisieux dalam Menghadapi Penderitaan

S. Teresia dari Lisieux mengajak kita untuk meneladan hidup Yesus. Yesus Kristus telah membuktikan cinta-Nya dengan rela menjadi manusia. Dalam diri Yesus kita dapat melihat Allah yang hidup secara manusiawi. Ia turut merasakan suka dan duka hidup manusia. Ia telah turun ke dunia untuk menolong manusia yang mengalami penderitaan. Dia tampil ke dunia dengan tubuh yang dapat menderita dan Dia sendiri menanggung derita dari semua orang yang menderita. Dengan menanggung penderitaan bagi kita, Ia bukan hanya memberi teladan supaya kita mengikuti jejak-Nya, melainkan juga memulihkan jalan, sementara jalan kita tempuh, hidup dan maut disucikan dan menerima makna baru. Dengan perantaraan Kristus dan dalam Kristus disinarilah teka teki penderitaan dan maut. Sebab dengan wafat-Nya di kayu salib, Ia telah mengalahkan maut dan mengaruniakan hidup kepada kita. S. Teresia dari Lisieux mengajak manusia yang hidup dalam zaman modern ini untuk menyerahkan diri secara total kepada Allah dalam menghadapi tantangan dan penderitaan, agar Ia sendiri yang menyucikan kita dari dosa dan kelemahan serta membiarkan Allah mengasihi kita. Sebab kasih Allah itu tidak jarang datang melalui penderitaan dan pencobaan. Maka orang tidak perlu takut akan penderitaan dan cobaan, sebab melalui hal itu Allah ingin menyucikan dan memurnikan kita. S. Teresia dari Lisieux mengatakan bahwa Allah mengasihi kita. Penderitaan serta pencobaan yang dialami di dunia ini tidak sepadan dengan ganjaran abadi yang dikaruniakan kepada kita.

S. Teresia dari Lisieux dalam hidupnya mau menjawab cinta kasih Tuhan yang telah ditunjukkan dalani diri Yesus Kristus. Dia yang adalah Allah, rela menjadi manusia dan telah menderita di salib untuk keselamatan manusia, maka S. Teresia dari Lisieux memilih jalan salib dan menanggungnya demi cintanya kepada Yesus yang telah lebih dahulu mengasihinya.

Ketika S. Teresia dari Lisieux mengisahkan riwayat hidupnya, ia melihat kembali tahap hidupnya di masa lampau. Dia melihat dengan iman, bahwa jiwanya dimatangkan oleh cawan lebur pencobaan lahir batin, sehingga ia dapat berkata bersama pemazmur, “Tuhanlah gembalaku aku tak akan kekurangan sesuatupun (Mzm 23: 1). Dia membiarkan aku beristirahat di sumber yang segar dan di padang yang subur. Dengan tenang Ia menuntun aku, sekalipun menuruni lembah bayangan maut aku tidak gentar terhadap satu kejahatan pun, sebab Engkau Tuhan beserta aku”. S. Teresia dari Lisieux merasakan bahwa Tuhan senantiasa penuh kasih sayang dan ramah terhadapnya, Ia lambat marah dan penuh kerahiman. Dalam menghadapi penderitaan S. Teresia dari Lisieux bersikap penuh iman dan menyerahkan diri secara total kepada Allah. Pada suatu saat ia mengalami aneka pencobaan yang berat, bahkan ia kadang-kadang bertanya kepada dirinya sendiri, apakah ada surga? S. Teresia dari Lisieux mengalami cobaan-cobaan dalam iman yaitu penderitaan, kegersangan, kegelapan, kejenuhan, godaan-godaan, namun dalam segalanya itu ia mencoba untuk bertindak dalam iman. S. Teresia dari Lisieux mengatakan bahwa tidak ada yang menakutkan dia, baik angin, hujan, maupun awan tebal, sebab ia tahu Tuhanlah batu wadasnya, di atasnya ia di bangun, Dia mengajar tangan dan jarinya bertempur, Dialah perisainya kepada-Nya ia percaya.

Iman dan penyerahan diri S. Teresia dari Lisieux dimatangkan oleh penderitaan dan percobaan yang dialaminya sejak kecil. Penderitaan itu dialaminya baik sebelum masuk biara Karmel maupun selama ia hidup dalam biara Karmel. Penderitaan itu antara lain:

1.  Ibunya yang tercinta meninggal dunia.

2.  Kesulitan pergaulan di sekolah susteran Benediktin.

3.  Pauline kakaknya masuk biara.

4.  Teresia menderita penyakit aneh.

5.  Marie masuk biara Karmel.

6.  Teresia merasakan sifatnya yang skrupel.

7.  Ayahnya menderita sakit.

8.  Teresia mengalami penderitaan karena sikap keras dan pemimpinnya yaitu Sr. Maria Gonzaga.

9.  Teresia mengalami penderitaan yang datang dari sesama susternya dalam biara dengan tingkah laku, katakata, sikap yang aneh, dan menjengkelkan dan lain sebagainya.

10.   Kekeringan dan kegersangan dalam doa yang dialami oleh Teresia. 


1. Kematian Ibunya Tercinta

Kematian ibunya membuat watak Teresia berubah sama sekali, ia mengalami beban mental yang berat, ia begitu sedih. Teresia yang dulunya riang gembira, hidup menjadi pemalu, perasa yang berlebihan, sebuah pandangan cukuplah membuat ia mengalirkan airmata. Namun kasih sayang dari Papanya yang terkasih dan saudari-saudarinya membuat Teresia terhibur. Allah yang baik itu telah mengaruniakan kemurahan dan kehangatan kasih melalui mereka.

2. Kesulitan Pergaulan di Sekolah

Teresia tergolong yang termuda di sekolahnya. Dan meskipun Teresia masih sangat muda, namun ia selalu menjadi juara kelas dan ia disukai oleh semua suster. Kakak-kakak Theresialah yang seringkali mengajar dan membimbingnya sehingga Teresia menjadi anak yang paling maju di antara kawan-kawannya. Keberhasilan Teresia itu rupanya menimbulkan cemburu dan iri hati temannya di kelas. Sehingga ada temannya yang dengan berbagai macam cara berusaha merendahkannya. Teresia yang pemalu dan perasa tidak tahu bagaimana harus membela diri selain menangis tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia tak pernah mengadukan deritanya itu kepada siapapun. Saat itu Teresia merasa belum cukup memiliki kebajikan untuk mengatasi derita dan duri-duri kehidupan. Tetap syukurlah ia setiap malam kembali ke rumahnya, hatinya terhibur karena kasih sayang dan papanya sehingga menghilangkan deritanya.

3. Pauline Masuk Biara Karmel

Setelah kematian ibunya kakaknya Pauline menggantikannya sebagai ibu bagi Teresia. Namun Pauline pun pergi meninggalkan Teresia untuk masuk dalam biara. Maka Teresia kehilangan mamanya yang kedua yang sangat dikasihinya. Kenyataan ini membuat hati Teresia amat sedih. Teresia melihat hidup itu tak lain daripada penderitaan dan kesedihan serta perpisahan yang bersinambung. Waktu itu ia sedih dan menangis karena ia belum mengerti apa-apa tentang sukacita di dalam kurban. Teresia merasa penderitaan itu melampaui batas kemampuannya sehingga ia jatuh sakit.

4. Teresia Menderita Penyakit yang Aneh

Penyakit yang diderita oleh Teresia sesungguhnya ulah setan yang geram karena masuknya Pauline ke biara Karmel. Setan mau melampiaskan kemarahannya kepada Teresia karena setan melihat bahwa kelak setan akan dirugikan oleh keluarga mereka. Teresia menderita sakit yaitu sering diserang sakit kepala, demam, gemetar, dan dokter mengatakan bahwa Teresia menderita penyakit yang belum pernah diderita oleh anak di usia muda seperti dia. Kakaknya Marie merawatnya dengan lembut dan penuh kasih. Selama ia belum sembuh ia terus dirawat sebagai orang sakit dan hal itu membuat batinnya sungguh menderita. Hal itu dikatakannya kepada Marie dan juga kepada Bapa pengakuannya. Kemudian Marie dan Bapa pengakuannya menenangkannya bahwa Allah yang baik mau memurnikannya dan membuatnya rendah hati dengan membiarkan cobaan itu sampai ia masuk Karmel. Selama sakitnya Teresia mendapatkan kasih sayang dari Papanya, Marie, om dan tantenya serta sanak keluarganya. Pada suatu hari Papa Teresia memberi beberapa keping uang kepada Marie seraya minta kepada Marie agar ia menulis ke Paris mohon misa dalam gereja S. Maria Ratu Kemenangan untuk kesembuhan puterinya yang malang. Kemudian Ratu Surgawi itu tersenyum dan Teresia pun sembuh dan sakitnya. Maria Ratu surgawi menghentikan angin taufan dan melindungi bunganya yang lemah.


5. Marie Masuk Biara

Setelah Teresia kehilangan kakaknya Pauline karena masuk biara, kini Teresia harus mengalami kenyataan pedih lagi yaitu masuknya Marie ke dalam biara. Setelah Pauline masuk biara, maka Marie menjadi ibu bagi Teresia di mana ia seringkali menumpahkan isi hatinya dan Marielah yang mengetahui gerak-gerik hatinya. Teresia sungguh mengasihi Marie sehingga tanpa dia Teresia merasa tak dapat hidup.

6. Teresia Merasakan Sifatnya yang Skrupel

Teresia merasakan perjuangannya ketika masa-masa pertama hidup dalam biara. Masa-masa itu lebih banyak diliputi dengan duri daripada dengan mawar. Teresia melihat banyak kelemahan dan ketidak mampuannya dalam menapaki jalan kekudusan. Ia kadangkala merasa seringkali gagal untuk mengasihi Allah, dan jatuh dalam kelemahannya. Namun ketika ia diserang oleh perasaan skrupel (rasa bersalah yang berlebihan), dan dalam kebimbangan itu maka ia memperoleh hiburan dan seorang Bapa pengakuannya yang mengatakan kepada-Nya, “Dalam hadirat Allah, Santa Perawan Maria dan para kudus, kunyatakan bahwa engkau tak pernah menibuat dosa besarpun. Lalu ditambahkannya bersyukurlah kepada Tuhan untuk semua yang dibuat-Nya bagimu, sebab kalau seandainya Ia membiarkan engkau mengandalkan kekuatan dirimu sendiri, engkau akan menjadi setan kecil dan bukan malaikat kecil”. Teresia merasakan bahwa dirinya lemah dan tak sempurna namun hatinya diliputi oleh syukur setelah memperoleh penegasan dari Bapa pengakuannya.


7.  Ayah Teresia Menderita Sakit

Teresia merasakan penderitaan dan cobaan yang besar ketika ia berada dalam biara, yaitu ketika ayahnya sakit, pada awalnya ayahnya mendapat serangan yang mengakibatkan kelumpuhan pada kakinya. Penderitaan yang lebih hebat lagi bagi Teresia adalah kenyataan bahwa ayahnya kemudian mengalami sakit jiwa. Teresia mengatakan tentang penderitaannya, “Betapa manisnya derita kita yang besar itu karena dan hati kita hanya tercetus doa-doa syukur dan kasih...” Kerinduan Teresia akan penderitaan telah dipenuhi. Kegersangan doapun menjadi rejeki sehari-hari. Meskipun ia dilucuti dan semua penghiburan, namun Teresia menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini.

8.    Teresia Mengalami Penderitaan karena Sikap Keras dar pemimpinnya yaitu Sr. Maria Gonzaga

Muder Maria Gonzaga adalah pimpinan biara Karmel waktu itu. Muder ini mempunyai watak sifat yang keras, mau menangnya sendiri dalam memimpin biara. Ia sulit bergaul dan sulit menerima pandangan dari orang lain. Ia adalah seorang yang haus akan kekuasaan dan kehormatan. Perangai priorinnya ini menyebabkan Teresia banyak menderita terutama masa awal hidupnya di biara Karmel. Ia sering ditegur dalam hal-hal sepele. Muder itu marah karena Teresia terlalu lamban dalam bekerja. Ia melarang Teresia untuk mencabut rumput karena pekerjaan itu terlalu ringan. Ia menyuruh Teresia membersihkan lantai kembali kalau kurang bersih. Teresia merasakan bahwa Allah yang baik telah banyak berbicara lewat priorinnya ini. Teresia merasa bahwa ia dibentuk melalui priorinnya. Banyak suster-suster lain menganggap bahwa Muder Maria Gonzaga itu memanjakan Teresia, padahal tidaklah demikian. Justru sebaliknya, Teresia banyak mengalami penghinaan dan kekerasan dan priorinnya itu, namun dengan iman Teresia melihat tangan Tuhan yang bekerja lewat priorinnya. Teresia bertumbuh dan berkembang lewat penghinaan yang dialaminya.

9. Penderitaan dari Sesama Susternya

Teresia mengatakan bahwa dalam komunitasnya ada seorang suster yang mempunyai pembawaan menjengkelkan dia dalam segala hal. Tingkah lakunya, kata-katanya, wataknya, dianggapnya tidak menyenangkan. Hal itu membawa penderitaan bagi Teresia. Namun ia tidak mau menyerah kepada perasan antipatinya. Teresia mengatakan bahwa cinta kepada sesama tidak terletak pada perasaan tetapi dalam perbuatan. Maka sejak saat itu Teresia berusaha untuk bersikap sama seperti kepada orang yang paling ia kasihi terhadap suster tersebut. Melalui ungkapannya itu Teresia menyadari bahwa kasih kepada sesama merupakan bukti yang kuat bahwa Allah hadir didalamnya. Kasih sejati kepada sesama diwujudkan secara konkrit dalam kasih kepada sesama. Mengasihi sesama tanpa perkecualian. Kasih yang sejati berarti mengasihi semua orang tanpa membedakan, baik yang simpati maupun yang tidak simpati.

10.  Kekeringan dan Kegersangan dalam Doa yang Dialami oleh Teresia

Selama tujuh tahun Teresia sering duduk mengantuk selama jam-jam doa hening dan ucapan syukur setelah misa. Teresia tidak merasa cemas dengan kelemahannya itu namun ia berpikir bahwa Allah itu seperti orangtua yang menyayangi anaknya baik waktu tidur maupun waktu berjaga. Dan akhirnya ganti dan kesedihan hatinya, ia malahan senang karenanya, sebab Tuhan mengenal kerapuhan kita dan sungguh mengetahui bahwa kita hanya debu belaka. Kadang-kadang bila kekeringan besar meliputi diri Teresia, sehingga tak ada satu pikiran pun timbul dan mendorong kepada persatuan dengan Allah yang baik, maka dengan amat perlahan-lahan ia mendoakan Bapa kami disusul Salam Maria. Doa ini mengharukan hatinya dan sungguh menghidupkan lebih daripada bila ia seratus kali mengucapkannya tanpa berpikir.

Kita telah melihat berbagai penderitaan yang dialami oleh S. Teresia dan Lisieux. Dalam menghadapi penderitaannya Teresia bersikap penuh iman dan menyerahkan diri secara total kepada Allah yang penuh belaskasihan kepada kita. Demikian juga bila kita mengalami penderitaan karena berpisah dengan orang yang paling kita kasihi, tidak dimengerti orang lain, dihina, direndahkan, ditolak, diperlakukan dengan kasar, menderita sakit penyakit, menghadapi orang yang sulit dan tidak menyenangkan, mengalami godaan, cobaan, kekeringan dan kegersangan dalam doa dan lain-lain. Kita diajak untuk hidup dalam iman. Iman adalah jawaban ya kepada Allah. Beriman berarti percaya dengan segenap hati dan menyerahkan diri kepada Allah. Iman ini membawa hubungan pribadi dengan Allah. Manusia yang beriman berusaha untuk mengenal dan melaksanakan kehendak Allah. Orang benar akan hidup dan iman. Seperti teladan Teresia, Teresia mau mengikuti jejak Kristus. Yesus telah menjadikan diri-Nya lemah dan penuh derita demi kasihNya kepada manusia membuat Teresia kuat dan berani. Dia melengkapi dengan senjata-Nya sehingga ia tidak dikalahkan oleh perjuangan namun memenangkan perjuangan demi perjuangan. Teresia mengajak kita untuk mengikuti jalan yang telah dilalui oleh Yesus. Memikul salib hidup setiap hari, menyangkal diri, dan mengikuti Kristus yang telah menderita, wafat dan akhirnya bangkit. Melalui pengosongan diri kita akan dikobarkan dalam kasih kepada sesama dan dengan kerendahan hati menjadi setia dan taat kepada kehendak Allah lewat kehidupan sehari-hari, lewat perkara-perkara sederhana, kecil, biasa, tidak menyolok, dan terus menerus. Semua itu tidak dapat dilakukan semata-mata oleh usaha manusia sendiri, melainkan oleh rahmat Allah. Kita berharap pada kasih Allah, yang akan mengutus Roh Kudus untuk menguduskan dan menyucikan kita, dan memurnikannya lewat penderitaan dan melalui peristiwa hidup yang kita alami setiap hari.