User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

 

BEBERAPA PENYELESAIAN MASALAH DALAM MENGHADAPI TANTANGAN BUDAYA MAUT (CUlTURE OF DEATH)

1.               Menaruh Harapan pada Kristus

Seringkali terjadi orang sudah putus harapan oleh karena tekanan-tekanan yang dialaminya sehingga mengambil jalan pintas yang melawan hukum Allah maka sangatlah perlu untuk datang berharap pada Sang Pemilik Kehidupan dengan usaha yang sungguh-sungguh.

Bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih bahwa Allah pemilik hidup, penyelenggara hidup sanggup menyelesaikannya. Dialah Sabda yang menghidupkan yang memberikan kekuatan untuk dapat menanggung dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi, “segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Fil 4: 13).

Harapan adalah keutamaan teologal yang membuat kita merindukan dan menantikan kehidupan abadi yang berasal dari Allah sebagai kebahagiaan kita, memercayakan diri kita kepada janji Kristus, dan bersandar pada bantuan rahmat Roh Kudus agar pantas menerimanya dan teguh bertahan sampai akhir hidup kita di dunia.

Berharap penuh kepasrahan seperti seorang anak, dengan rendah hati, kepercayaan yang teguh dan tekun, percaya bahwa Dia Bapa kita yang mengasihi kita terlebih dahulu (Rom 5: 2-5). Bagi mereka yang percaya akan Kristus dan menaruh harapan pada-Nya; oleh karena dari hidup, wafat dan kebangkitan Kristus, kehidupan terutama kematian orang kristiani mandapat makna baru, seperti kata St. Paulus: “bila kita hidup, kita hidup bagi Tuhan, bila kita mati, kita mati bagi Tuhan. Apakah kita hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (Rom 14: 8). Dengan darah Kristus yang menebus, menyembuhkan serta memperbarui, belajar mengenali dan menghargai martabat yang diciptakan menurut “gambar dan rupa Allah”. Darah Kristus yang dikorbankan bagi manusia menunjukkan betapa berhargalah manusia dalam pandangan Allah, dan betapa tiada taranya nilai hidupnya.

Kepastian mengenai keabadian mendatang dan harapan akan kebangkitan yang dijanjikan menerangi misteri penderitaan dan kematian dan memenuhi kaum beriman dengan daya istimewa, untuk menyerahkan diri kepada rencana Allah (Evangelium Vitae/EV, 67). Kita tidak perlu kuatir akan apapun juga karena percaya bahwa Allah adalah Bapa kita yang Maha Baik akan mencukupkan kebutuhan kita.

 

2.               Memiliki Hati Nurani yang Murni

Tidak jarang terjadi pada jiwa yang sering melakukan dosa dan tidak ada semangat bertobat maka hati nuraninya menjadi tumpul hingga tersesat karena ketidak-tahuan yang tidak teratasi. Keadaan yang mengerikan adalah bila seseorang sudah tidak perduli untuk mencari yang benar dan baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya perlahan-lahan menjadi buta, akhirnya tidak dapat mendengarkan sapaan Allah dalam hatinya. Perlu diusahakan terus menerus relasi yang mesra dengan Allah. Hidup dalam keheningan dengan terus menerus dalam semangat pertobatan untuk memeriksa batin dengan jujur secara teratur setiap hari, menerima Sakramen pengakuan dosa serta Sakramen Ekaristi.

“Di lubuk hati manusia yang terdalam manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu menyerukan untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari yang jahat. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu dan menurut hukum itu pula ia akan diadili (Rom 2: 14-16). Hati nurani adalah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya(Gadium et Spes 16).  Berkat hati nurani dikenallah hukum cinta kasih terhadap Allah dan sesama. Bila semakin besar pengaruh hati nurani yang bersih maka akan terhindarlah dari segala kemauan yang melawan cinta kasih.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting