User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Pelanturan

Kesukaran yang lain dalam doa adalah mudah melantur. Apa yang harus kita lakukan menghadapi ini? Sederhana saja: begitu sadar bahwa kita telah melantur, dengan tenang segeralah kembali ke hadirat Tuhan (menyadari kehadiran-Nya). Seberapa sering pun kita melantur, kita harus segera kembali ke hadirat-Nya. Jangan menjadi marah/kesal karena telah melantur, karena semakin kita kesal, kita akan semakin melantur. Seorang anak kecil umumnya tidak bisa duduk diam di samping ayahnya. Sebentar-sebentar dia akan berlari kian kemari, lalu kembali duduk di samping ayahnya. Tak lama kemudian dia sudah berlari-lari lagi, dst. Begitulah gambaran diri kita.

Jangan mengikuti pelanturan itu. Makin diikuti, pelanturan itu akan makin berkepanjangan dan menjadi-jadi. Jangan pula berusaha mengontrol atau menguasai pelanturan itu. Karena jika kita berusaha mengontrolnya maka perhatian kita tidak lagi pada Tuhan. Sebaiknya janganlah memberi perhatian pada pelanturan itu, tetapi alihkanlah atau arahkanlah perhatian kembali kepada Tuhan. Jika demikian, kita bisa tetap terarah pada Tuhan, walaupun batin kita ribut. Di pasar yang ramai kita bisa tetap berbicara dengan sahabat kita, bukan? Kenapa? Karena, kita tidak memerhatikan keramaian di sekitar kita, tetapi mengarahkan perhatian kita kepada sahabat kita.

“Jangan membayangkan bahwa segalanya tergantung pada ‘tidak pernah melantur’ dan bahwa jika sedikit melantur maka kalian kehilangan semuanya. Kadang-kadang aku sendiri terganggu dengan keributan dalam batin dan hampir empat tahun yang lalu aku mulai mengerti dengan jelas bahwa hanya pikiran yang disengaja dan dikehendaki yang merupakan pelanturan yang sesungguhnya, bukan pikiran-pikiran atau fantasi-fantasi yang simpang siur dalam budi kita. Sama seperti kita tidak bisa menghentikan berputarnya langit, demikian kita tidak dapat menghentikan berputarnya fantasi-fantasi kita. Kita cemas dan berusaha mengontrol mereka, sehingga kita beralih dari Tuhan kita, pada saat jiwa kita mungkin sedang bersatu dengan Tuhan dalam suatu ruang yang sangat dekat dengan diri-Nya sendiri” (St. Teresa Avila).

 

Kapan dan Berapa Lama?

“Kapan dan berapa lama kita harus berdoa?” Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita membedakan doa menjadi dua, yaitu:

  1. “doa secara khusus”: doa dalam arti kita benar-benar duduk/berlutut/posisi tertentu dan berdoa secara khusus (tidak melakukan aktivitas lainnya),
  2. “doa setiap saat”: doa dalam arti doa setiap saat dimana segala sesuatu yang kita lakukan (misalnya makan, bekerja, dll.) merupakan doa atau kita lakukan sambil berdoa.

Kedua doa di atas penting dan perlu dilakukan. Tidak cukup jika kita ingat Tuhan hanya pada suatu waktu tertentu lalu dalam seluruh aktivitas kita lainnya kita tidak ingat Dia. Sebaliknya, tidak bisa kita berprinsip, “Ah, seluruh aktivitasku sudah merupakan doaku, maka aku tidak perlu menyediakan waktu khusus lagi untuk berdoa.” Saat-saat untuk berada berduaan saja merupakan saat-saat yang penting dan penuh arti bagi sepasang kekasih. Seorang suami tidak akan bahagia jika istrinya hanya sibuk memasak untuknya, membersihkan rumah untuknya, menyiapkan pakaiannya, dll., tetapi tidak pernah menyediakan waktu untuk duduk atau berada berduaan dengannya.

Pentingnya saat-saat berdua bersama Tuhan dalam doa diteladankan oleh Yesus sendiri. Dalam segala kesibukannya, Yesus tetap menyediakan waktu untuk “berada berdua” bersama Bapa-Nya dalam doa. Hal ini dapat dilihat dalam banyak ayat Injil, antara lain:

  • “Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ” (Mat 14:23).
  • Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah” (Luk 6:12).

Untuk “doa setiap saat” yang disebutkan pada nomor dua di atas tentu kita tidak perlu bertanya berapa lama karena doa ini adalah doa setiap saat, yang tidak lain adalah menyadari kehadiran Tuhan setiap saat. Caranya antara lain dengan mengulang-ulang nama Yesus dalam hati (doa nama), atau dengan berdoa dalam bahasa roh, dan ada juga yang dengan bercakap-cakap setiap saat dengan Yesus seperti jika kita bercakap-cakap dengan seorang sahabat yang sedang bersama kita.

Bagaimana dengan “doa secara khusus” yang disebutkan pada nomor satu di atas? Berapa lama kita harus berdoa? Ini pun tidak bisa ditentukan begitu saja untuk semua orang, karena tiap orang mempunyai situasi dan kondisinya masing-masing (misalnya kesehatannya, aktivitas atau kesibukannya, usianya, dll.). Akan tetapi, sangat dianjurkan untuk mempunyai komitmen yang pasti, misalnya berkomitmen untuk berdoa satu jam setiap hari. Mungkin pada mulanya kita tidak langsung memenuhi komitmen doa satu jam setiap hari, melainkan sepuluh menit setiap hari, kemudian dua puluh menit setiap hari, kemudian tiga puluh menit setiap hari, dst.

Apakah waktunya setiap hari harus tetap (misalnya jam 6.00-7.00)? Kalau Anda bisa begitu ... ya baik, kalau tidak ya tidak apa. Seseorang (awam) mempunyai komitmen berdoa pada jam 16.00-17.00. Dia sudah berpesan kepada pembantunya untuk mengatakan bahwa dia sedang berdoa, jika ada orang yang menelepon atau mencarinya pada jam itu. Dengan demikian, lama-lama teman-temannya mengetahui komitmennya, sehingga mereka tidak “mengganggunya” pada jam doa itu.

Tanpa suatu komitmen, tidak mungkin relasi pribadi kita dengan Tuhan akan mendalam. Bagaimana relasi sepasang kekasih akan mendalam jika wakuncar (waktu kunjung pacar) –nya “senin-kemis” ? “Senin-kemis” artinya bukan “hari Senin dan hari Kamis”, tetapi “jarang-jarang, tidak menentu, sesuka hati sendiri”

Sr. Briege Mc Kenna menceritakan pengalamannya. Dia mempunyai waktu atau jam khusus untuk Tuhan setiap hari. Suatu saat, dalam kesibukan pelayanannya dia melalaikan jam khusus ini dan merencanakan akan memakai jam itu untuk suatu aktivitas lain. Tak disangka-sangka, seorang imam tua di tempat dia tinggal datang kepadanya dengan setengah ragu-ragu dan mengatakan, “Suster, beberapa hari ini saya sepertinya ingin menyampaikan suatu kalimat kepada Suster yang saya sendiri tidak mengetahui apa artinya. Yaitu, ‘Mengapa engkau mengambil waktu-Ku?’ Maafkan saya, kalau kalimat ini tidak mempunyai arti.” Dan, Sr. Briege langsung mengubah rencana kegiatan yang telah disusunnya. Yah, tak jarang kita lupa bahwa komitmen doa kita merupakan suatu “janji pertemuan” kita dengan Tuhan. Jika kita sudah berjanji untuk bertemu dengan seseorang tentu kita tidak membatalkannya sesuka hati kita, apalagi tanpa meminta persetujuan ataupun memberitahu orang tersebut, bukan?

 

Di Mana?

“Di mana sebaiknya kita berdoa? Apakah ada tempat khusus untuk berdoa?” Sehubungan dengan “doa setiap saat” yang telah kita bicarakan tentunya kita bisa berdoa di mana saja dan kapan saja (setiap saat). Seseorang bercerita bahwa dia mulai mempraktikkan “doa setiap saat” dengan cara mengulang-ulang nama “Yesus” dalam hati. Dia melakukannya di mana saja, kecuali di kamar mandi saat dia sedang mandi. Karena, pikirnya, “Ah, masa Yesus diajak masuk ke tempat kotor/memalukan begini?” Sebetulnya pandangan ini kurang tepat. Mandi bukanlah perbuatan yang memalukan atau kotor di mata Tuhan. Mandi bisa menjadi doa dan persembahan kita kepada Tuhan, misalnya dengan menyerukan nama-Nya saat kita sedang mandi, atau dengan doa-doa kecil dalam hati, “Tuhan, semoga seperti aku membersihkan tubuhku ini, Engkau juga berkenan membersihkan jiwaku dan jiwa anak-anak-Mu dari segala dosa dan kekotorannya,” dsb. Kecuali dosa, semua aktivitas kita bisa kita persembahkan kepada Tuhan, bisa menjadi doa kita kepada-Nya. Dosa tidak bisa kita persembahkan kepada Tuhan karena dosa itu kotor/memalukan, menjijikkan, tidak berkenan kepada-Nya, tidak dapat menyenangkan hati-Nya, tetapi kita bisa mohon ampun kepada-Nya dan mohon agar Dia menghancurkan dosa kita itu. Allah membenci dosa, tetapi mengasihani para pendosa.

Sedangkan, sehubungan dengan “doa secara khusus” yang kita sebutkan pada nomor satu di atas, ada baiknya jika kita mempunyai tempat khusus. Misalnya, di sudut kamar kita di mana kita tempatkan meja kecil, salib, Kitab Suci, rosario, gambar-gambar kudus, dll. Bahkan, ada seseorang yang karena tidak cukup mampu untuk membeli sebuah meja untuk tempat doanya, maka dia memakai dos bekas yang dia bungkus rapi sebagai meja doanya. Tempat doa yang khusus bisa membantu menciptakan suasana/iklim doa. Jika kita terbiasa berdoa di tempat itu, maka setiap saat kita masuk atau berada di situ hati kita pun seperti memasuki suasana doa.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting