User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Doa: Suatu Perjumpaan

Kadang-kadang sadar atau tidak sadar orang menyamakan “berdoa” dengan “membaca suatu teks doa”. Misalnya, dalam berdoa novena, orang merasa sudah berdoa kalau sudah selesai membaca teks doa tersebut. Jangan-jangan ... seandainya saat membaca teks doa tersebut, teks tersebut diambil dan diganti dengan sebuah majalah atau surat kabar, “cara membaca” dan sikap batin kita tetap sama. Jika demikian, tidak ada bedanya antara berdoa dengan membaca surat kabar atau majalah. Benarkah demikian? Tentu tidak benar, bukan? Di mana letak perbedaannya?

Ada banyak definisi tentang doa, salah satunya mengatakan bahwa berdoa berarti masuk dalam relasi pribadi dengan Tuhan. Ini juga mengandung arti bahwa doa merupakan “suatu perjumpaan” dengan Tuhan. Jadi, bukan tidak boleh berdoa memakai teks, tetapi kita tidak boleh berhenti pada teks itu. Misalnya, kita berdoa memakai teks doa Bapa Kami. Saat berdoa, tidak cukup perhatian dan hati kita hanya tertuju pada teks itu, kita perlu menyadari bahwa saat itu kita sedang berbicara dengan Bapa, dan kita sadari dan hayati isi teks yang kita doakan itu. Kita perlu berjumpa dengan Bapa kita, dan tidak hanya berjumpa dengan teks doa Bapa Kami.

St. Teresa Avila mengatakan,

“Jika kita tidak memikirkan kepada Siapa kita berbicara, apa yang kita mohon, siapa kita yang mohon dan siapa Dia kepada siapa kita mohon, maka kupikir kita tidak berdoa apa-apa, walaupun bibir kita sibuk mengucapkan kata-kata. [...] melulu mengucapkan kata-kata yang kita ketahui atau hafal luar kepala dan dengan cepat terlontar ke bibir, itu bukanlah doa.”

Dari kata-kata St. Teresa tersebut tampak bahwa doa memerlukan kerendahan hati. Kita perlu menyadari siapa kita dan siapa Dia. Bahwa kita boleh berbicara dengan Tuhan, itu bukan karena kelayakan kita, tetapi karena kasih dan kerahiman Tuhan saja.

 

Kehabisan Kata-kata

Ketika sekelompok orang ditanya, “Apa kesukaran Anda dalam berdoa?” maka beberapa di antara mereka memberi jawaban senada, “Bingung menyusun kata-kata”, “Tidak tahu harus berkata apa”, “Kehabisan kata-kata”, dll. Apakah Anda mempunyai seorang sahabat atau pasangan hidup? Apakah Anda kebingungan menyusun kata-kata jika Anda mau bertemu atau berbicara atau curhat dengan mereka? Tidak, bukan? Begitupun dengan doa. Dalam berdoa kita bertemu atau bercakap-cakap dengan Seorang Sahabat yang sangat mencintai kita. Begitu juga seorang anak kecil tidak akan bingung menyusun kata-kata jika ia mau datang kepada ayahnya. Dia akan datang apa adanya. Tuhan adalah Sahabat kita, Bapa kita, Kekasih kita, ....

St. Teresa Avila mengatakan bahwa dalam doa “hal yang penting bukanlah banyak berpikir, melainkan banyak mencintai.” Jadi, mutu doa tidak ditentukan oleh banyak atau sedikitnya kata-kata, tidak juga oleh indah atau tidaknya kata-kata itu, tetapi oleh cinta yang menjiwainya. Bahkan, berdoa tidak harus berbicara atau berkata-kata. Sepasang suami istri yang harmonis seringkali hanya duduk berduaan tanpa kata-kata, namun mereka hadir yang satu bagi yang lain. Hati mereka saling mencintai. Kita juga bisa melihat kisah seorang petani yang dijumpai Pastor dari Ars (lih. artikel “Hadirat Allah dalam Kehidupan Kita”, hal. ...). (Fr, tolong diisi nomor halamannya ya. TK) Dalam doanya, dia hanya “memandang” Dia dan sadar bahwa Dia juga “memandang” dia. Suatu pandangan hati/batin yang penuh makna, dalam iman dan cinta. Tidak selalu kita mempunyai banyak kata untuk Yesus, tetapi kita bisa selalu datang kepada-Nya. Juga pada saat-saat kita bingung atau tak ingin-bahkan, mungkin tak sanggup-mengatakan apa-apa, karena situasi kita saat itu (entah sedih, terpuruk, dll.), kita bisa tetap datang kepada-Nya untuk “sekedar” hadir bersama-Nya. Kita datang apa adanya kepada-Nya, “Tuhan, aku tak punya kata-kata untuk-Mu. Aku hanya ingin hadir di hadapan-Mu, bersama-Mu.”

Jadi, kita bisa berdoa dengan sekedar menyadari kehadiran Tuhan sambil hening/diam, atau sambil menyerukan nama “Yesus” berulang-ulang (Doa Yesus), ataupun mengulang-ulang sebuah kalimat doa pendek seperti, “Tuhan Yesus, kasihanilah aku”, “Allahku, aku mengasihi-Mu”, dll. Atau, bisa juga kita berdoa dalam bahasa roh.

Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm 8:26).

Seseorang membagikan pengalamannya: seringkali saat hatinya kacau dan tak bisa berdoa (misalnya, karena sedih atau karena ada suatu beban hati tertentu) dia hanya melakukan faal iman dengan mengatakan, “Tuhan, aku percaya Engkau ada dan Engkau hadir saat ini bersamaku walaupun aku tak dapat melihat-Mu. Kepada-Mu kuserahkan segalanya.” Lalu, dia hanya berdoa dalam bahasa roh terus-menerus. Seringkali dia kemudian merasakan suatu kelegaan dan damai dalam hati.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting