User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Kita Dipanggil Menjadi Serupa dengan Kristus

St. Paulus melanjutkan suratnya,Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya”(Rm 8:29). Kita dipanggil menjadi serupa dengan Kristus. Segala penderitaan yang kita alami merupakan cara atau jalan menuju kesempurnaan Kristiani, yaitu serupa dengan Kristus yang menjalani penderitaan-Nya demi cinta kepada Bapa dan manusia.

Kita bagaikan batu permata yang berharga di hadapan Tuhan. Kita akan dibentuk dengan palu dan alat pemahat penderitaan. Jika sebuah palu tidak cukup kuat merontokkan bagian pinggir kita yang kasar, Allah akan memakai palu godam. Jika kita benar-benar keras kepala, Allah akan memakai palu pelobang beton. Allah akan memakai apa pun yang diperlukan untuk membentuk kita menjadi indah.

Semua masalah merupakan kesempatan untuk membentuk diri kita. Bahkan, semakin sulit masalahnya atau semakin besar penderitaan kita, semakin besar pula potensi untuk membangun otot-otot rohani dan serat-serat moral kehidupan kita. St Paulus berkata,

Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:3-5).

Karena Allah ingin menjadikan kita serupa dengan Yesus, Dia akan membawa kita melewati pengalaman-pengalaman yang sama seperti yang Yesus alami, antara lain: kesepian, pencobaan, tekanan, kecaman, penolakan, dan banyak penderitaan lainnya, sampai Ia wafat di kayu salib. Yesus sendiri telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibr 5:8-9). Bagaimanakah dengan kita? Beranikah kita belajar tetap taat kepada Allah dalam segala penderitaan kita?

Kalau Allah mengijinkan penderitaan-penderitaan dialami oleh Putera-Nya, mengapa Allah harus membebaskan kita? Sikap bermanja-manja dan tidak mau menderita demi cinta akan membuat kita tidak berkembang dalam kedewasaan rohani. Paulus berkata, Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia(Rm 8:17). Itulah yang dikehendaki Allah bagi anak-anak yang dikasihi-Nya, yakni semakin sempurna iman, pengharapan, dan kasihnya kepada Allah. Kita lihat, misalnya, St. Theresia Lisieux yang menghayati spiritualitas menjadi seperti anak kecil di hadapan Allah. Apakah dia hidup seperti kanak-kanak dengan bermanja-manja dan tidak mau menderita? Tidak! Justru dalam kesederhanaannya, St. Theresia mempersembahkan masalah-masalah kecil sehari-hari menjadi kurban-kurban kecil demi cinta kepada Yesus dan menanggung derita sakit TBC dengan tetap tersenyum penuh cinta kepada Allah sampai akhir hidupnya.

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting