User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

ST. THERESIA dari LISIEUX, ORANG KUDUS DIBESARKAN DALAM KELUARGA YANG KUDUS

St. Theresia dari Lisieux adalah seorang kudus besar zaman modern. Ia masuk Ordo Karmel, meninggal dalam usia 24 tahun. Benih kekudusan telah bertumbuh sejak masa kecilnya, karena ia dibesarkan dalam iklim keluarga yang saleh. Mereka hidup saling mengasihi. Yesus menjadi pusat dalam hidup keluarganya. Ayahnya seorang yang kontemplatif, ibunya seorang yang memperhatikan pendidikan dan kehidupan rohani anak-anaknya. Karena iklim keluarga yang saleh ini maka benih panggilan hidup religius tumbuh subur dalam keluarga Theresia. Lima bersaudara dalam keluarga Theresia, semua menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan sebagai biarawati.

Lingkungan Hidup Theresia

Beberapa tahun setelah Theresia meninggal, ditemukan suatu catatan kecil yang ditulis tangan pada selembar karton yang diletakkan di atas kuburannya yang tertulis demikian, “Terima kasih orang tua kristiani karena kalian, demi perlindungan kami telah memberikan seorang kudus.” Catatan ini sangat sederhana, tidak diketahui siapa yang menulisnya. Akan tetapi, tulisan ini mengungkapkan suatu realitas bahwa Theresia menjadi suci sedemikian besarnya, terutama karena dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Maka kita patut bersyukur kepada orang tuanya.

Rumah dan keluarga tempat Theresia dibesarkan sungguh-sungguh merupakan suatu sekolah kesucian. Madame Martin hidup di tengah-tengah keluarganya sebagai suatu teladan yang sempurna dari seorang istri dan seorang ibu. Di dalam rumahnya, dia mengatur segala sesuatu, khususnya yang mampu menimbulkan dalam hati anak-anaknya keinginan kepada kesucian. Ini merupakan suatu rahmat yang istimewa, rahmat yang indah. Sesungguhnya, dia seorang ibu yang mengagumkan sekali.

Korespondensi-korespondensi dengan anaknya dan juga saudaranya yang sekarang tersimpan berjumlah kira-kira 200 surat. Dari surat-surat itu tampaklah seluruh keberadaannya sebagai seorang ibu, yaitu sukacitanya, ketakutan-ketakutannya, rencana-rencananya, dan juga impian masa depannya. Dari sumber itu kita dapat mengetahui bagaimana keadaan jiwanya dan bila dipelajari lebih mendalam maka akan dijumpai suatu inspirasi kristiani yang sangat luhur. Kita juga mengerti bahwa pendidikan anak-anak bermula di dalam jiwa orang tuanya, tetapi teristimewa jiwa seorang ibu. Maka ketika Theresia mulai menuliskan riwayat hidupnya dalam “Kisah Sebuah Jiwa”, pertama-tama dia mengenangkan kembali kehidupan di dalam keluarganya.Theresia yang kecil itu menimba dari teladan dan kenangan akan ibunya beberapa sikap dasar dari jiwa kanak-kanaknya, yaitu suatu kepercayaan yang mutlak kepada penyelenggaran Allah dan kelepasan dari segala sesuatu yang tidak abadi.

Riwayat hidupnya, yaitu Kisah Sebuah Jiwa telah mempopulerkan beberapa cerita dari masa kanak-kanaknya yang sebenarnya menunjukkan dengan jelas beberapa ciri dan sifat Martin, ayah Theresia, yaitu semangat iman yang mampu mengatasi segala macam kesulitan dan pencobaan. Kebesaran hati dan kemurahan hatinya yang heroik tampak lewat kerelaannya mempersembahkan semua anaknya kepada Allah. Pada saat Theresia minta izin masuk biara, Martin mengatakan, ”Hanya Theresia saja yang bisa minta sesuatu seperti ini.” Pada waktu itu semua putrinya sudah masuk biara, kecuali Celine. Dan akhirnya ia pun merelakan Theresia untuk masuk biara. Ciri lain yang menonjol dari ayah Theresia ini ialah cinta dan kelembutan hatinya sebagai seorang ayah. Dia menyebut Theresia sebagai “Ratuku.”

Ingatan akan ayahnya ini dan pengalaman kasih dari ayahnya, membuat Theresia bisa mengerti, merasakan, dan bahkan menikmati misteri dari kebapaan Allah. Misteri kebapaan Allah ini merupakan kunci dari seluruh hubungannya dengan Allah.

Tuan Martin yang telah kehilangan istrinya dan menjadi duda, kemudian bersama seluruh anaknya pindah dari Alencon ke Lisieux; dengan pertimbangan bahwa di Lisieux tinggal keluarga dan saudara dari ibunya. Dengan demikian, anak-anaknya masih tetap dapat menjalin hubungan dengan mereka. Keluarga Martin tinggal dalam sebuah rumah yang cukup besar di Lisieux, yang disebut “Le Buissonnetes”. Mereka boleh dikatakan berasal dari kelas menengah atas dan secara de facto mereka mempunyai banyak pelayan yang membantu kehidupan rumah tangga mereka. Di dalam rumah inilah Theresia hidup dan berkembang sampai dia masuk biara Karmel. Untuk bisa menyelami jiwa Santa Theresia, kita perlu mencoba masuk ke dalam intimitas keluarga di Lisieux, di rumah Le Buissonnetes. Peristiwa-peristiwa pertama dalam hidupnya sungguh-sungguh berkesan dan mempengaruhi ingatannya (kebetulan Theresia diberi akal budi yang cepat matang dan kemampuan-kemampuan untuk mengerti dengan baik) bahkan memiliki peranan yang menentukan dalam hidupnya.

Dari pengalaman masa kanak-kanaknya kita dapat menangkap gambaran psikologis Theresia. Dia memiliki watak yang khusus, yaitu mempunyai kehendak yang kuat sekali tetapi perasaannya sangat halus, bahkan terlalu halus. Dia juga mempunyai kelembutan hati yang besar dan seorang yang sangat terbuka. Maka bisa dikatakan Theresia mempunyai kodrat dan watak sebagai seorang manusia yang betul-betul mempunyai tekad yang besar untuk mengikuti panggilannya.

Theresia berkomentar mengenai dirinya, wataknya, dan keadaannya sendiri sebagai berikut,” Aku sungguh-sungguh yakin bahwa dengan kodrat seperti itu aku bisa menjadi jahat sekali bila aku dibesarkan oleh keluarga yang tidak berkebajikan, bahkan mungkin aku bisa kehilangan jiwaku.” Artinya dia bisa masuk neraka dan kehilangan keselamatannya. Theresia yang menyadari wataknya demikian, mengatakan,” Kalau aku tidak mempunyai orang tua seperti mereka, pasti aku akan menjadi bejat sekali bahkan mungkin kehilangan keselamatan.” Dari satu segi nampak suatu pembinaan yang kuat tetapi lembut yang selalu menyadarkan Theresia akan suara hatinya dan memberi motivasi adikodrati yang membiasakan dia untuk disiplin. Jadi kalau ibu dan saudara-saudaranya mendisiplinkan dia, motivasinya selalu motivasi adikodrati. Orang tua (terutama ibunya), dibantu kakak-kakaknya mengajar dia untuk mengalahkan dirinya demi cintakasih. Maka dari itu cintakasih akan selalu menjiwai seluruh pengajaran dan kehidupannya.

Sejak kecil Theresia sudah dibiasakan untuk belajar berkurban, mempersembahkan kurban-kurban kecil kepada Allah. Dikatakan oleh ibunya dalam suatu surat, “Bahkan Theresia kecil mau pula ikut ambil bagian dalam kurban-kurban. Orang dapat melihatnya dalam sehari ia memasukkan tangannya yang kecil ke dalam kantungnya hingga 100x untuk mengambil satu biji rosario setiap kali dia melakukan suatu kurban.” Memang pada zaman itu ada kebiasaan untuk melakukan pengurbanan, mati raga, dan semacamnya. Supaya tidak lupa, orang memakai sejenis biji rosari tiap kali melakukan kurban. Dengan demikian bisa dilihat berapa kali dalam satu hari mereka melakukan kurban sebagai disiplin.

Theresia memiliki watak yang sangat radikal, yaitu “Semua atau tidak sama sekali; All or nothing.” Dalam autobiografinya dia bercerita bahwa pada suatu hari, Leoni kakaknya yang lebih besar merasa terlalu besar untuk bermain-main dengan boneka. Maka dia membawa satu keranjang boneka kepada Theresia dan Celine. Celine yang lebih tua memilih dan mengambil satu pita dari keranjang. Setelah Theresia melihat itu dia katakan bahwa dia memilih semuanya. Ini adalah sikap seorang anak. Kemudian dikatakan Theresia sendiri bahwa ciri dari masa kanak-kanaknya merupakan ciri dalam seluruh hidupnya. Dikatakannya:

“Maka Aku mengerti bahwa untuk menjadi suci, orang harus banyak menderita. Selalu memilih yang paling sempurna dan melupakan diri sendiri. Dalam mencapai kekudusan orang harus menempuh banyak sekali tingkatan dan tiap jiwa bebas untuk menanggapi tawaran rahmat Allah itu dengan cinta yang besar ataupun sedikit. Dengan kata lain orang boleh memilih di antara kurban-kurban yang diminta Allah. Maka aku seperti pada masa kanak-kanak berseru,” Allahku, aku memilih semuanya. Aku tidak mau setengah-setengah! Aku tidak takut untuk menderita bagi-Mu. Hanya satu hal yang kutakuti, yaitu bila aku tetap berpegang pada kehendakku. Oleh karena itu, ambillah kehendakku sebab aku memilih segala sesuatu yang Kaukehendaki.” Dari sini tampaklah sikap radikalisme Theresia; dan inilah yang dimaksud dengan jalan kanak-kanak.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting