Print
Hits: 7884

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Allah adalah Kasih

Santo Yohanes Rasul dikenal sebagai murid yang dikasihi Yesus (Yoh 21:20). Arti nama Yohanes adalah Allah yang berbelaskasih. Rasul ini memiliki relasi yang istimewa dengan Yesus. Dialah rasul yang bersandar pada dada Yesus. Bersandar di dada Yesus berarti berada dekat dengan hati-Nya yang Mahakudus. Rasul Yohanes mengalami kedekatan dan kemesraan dengan Yesus. Dialah yang mendengar detak aliran darah-Nya, merasakan getaran hati-Nya dan mengenal hakekat Allah yang adalah KASIH (1 Yoh 4:8.16).

"Allah adalah kasih" (1 Yoh 4:8.16). Kodrat Allah adalah kasih. Oleh karena itu segala sesuatu yang dilakukan Allah keluar dari kasih dan dilakukan dengan kasih. Dalam kasih pula Ia telah menciptakan kita dan mengundang kita untuk ambil bagian dalam hidup cintakasih-Nya. Kita diciptakan menurut gambar dan kesamaan-Nya (Kej 1:26), supaya kita dapat ambil bagian dalam hidup cintakasih itu.

Allah mengasihi kita. Namun cintakasih Allah berbeda dengan cinta manusia. Cinta manusia seringkali bersyarat. Kita mencintai karena orang itu baik hati, karena dia pandai, menarik, punya banyak bakat, dll, pokoknya memiliki suatu sifat yang baik. Tetapi kasih Allah itu lain sekali. Kasih-Nya tak bersyarat dan bersifat kreatif. Ia mengasihi kita bukan karena kita baik, bukan karena kita penuh kebajikan, tetapi Ia mengasihi kita karena Ia adalah kasih.

Santo Yohanes Salib mengatakan, "Allah memandang kita dan dengan satu pandangan Ia mencetak keindahan-Nya sendiri ke dalam diri kita.” Dalam hal ini, bila kita berhati terbuka, jiwa kita bagaikan suatu film yang mampu merekam keindahan, kebaikan dan kemurahan Allah di dalam diri kita. Karenanya semakin kita membiarkan diri dikasihi Allah, semakin berkembanglah dalam diri kita segala kebaikan, keindahan dan kemurahan-Nya.

Karena Allah mengasihi kita, maka segala sesuatu yang direncanakan-Nya bagi kita adalah indah semua. Apa yang dikehendaki-Nya bagi kita hanyalah yang baik. Tak mungkin Ia merencanakan sesuatu yang jahat untuk kita, "Aku ini tahu rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan penuh harapan" (Yer 29:11). Karena "Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal" (Yer 31:3).

Kasih adalah atribut atau sifat Allah yang paling utama. Itulah sifat Allah yang utama yang diwahyukan Tuhan Yesus kepada kita. Oleh karena itu Santo Yohanes, di bawah ilham Roh Kudus, ketika merumuskan sifat Allah yang utama, mengatakan, bahwa "Allah adalah kasih" (1 Yoh 4:8.16). Di dalam Allah kita dapati persekutuan hidup yang sempurna dalam cintakasih. Bapa mengasihi Putera, dan Putera mengasihi Bapa, aliran kasih Bapa dan Putera adalah Roh Kudus. Ke dalam aliran cintakasih abadi inilah kita semua dipanggil untuk ambil bagian, ketika kita dipanggil menjadi anak-anak Allah. “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1 Yoh 3:1).

Hati Yesus Tergerak oleh Belaskasihan

Hati Yesus selalu tertuju kepada umat kesayangan-Nya. Yesus tergerak oleh belaskasihan karena penderitaan dunia. Kasih-Nya meluap mengalir kepada jiwa-jiwa yang membutuhkan-Nya:

Yesus Kristus datang ke dunia untuk membawa keselamatan bagi umat manusia, Ia membawakan penyembuhan tubuh, jiwa, dan roh kita, Ia membawakan pembaharuan hidup bagi manusia. Ia mengasihi manusia karena manusia adalah ciptaan-Nya yang berharga (Yes 43:1-4). Yesus memberikan cinta-Nya sehabis-habisnya untuk kebahagiaan manusia yang dikasihi-Nya.

Yesus memberi teladan kepada kita untuk berbelaskasih selama kita hidup di dunia ini. Belaskasihan itu dapat diwujudkan juga melalui kata-kata pengampunan atau hiburan, serta doa-doa.

Perbuatan-perbuatan belaskasih – seperti: memberi makan kepada yang lapar akan Sabda Tuhan, lapar karena kemiskinan dan bencana alam; mengunjungi, memperhatikan, menghibur, mendoakan mereka yang sakit, menderita, mengalami kesusahan, berbeban berat, kesepian dan tersingkirkan - bila dilakukan dengan hati yang tulus dan murni akan sangat berkenan di hati-Nya. Sabda-Nya, “segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Santo Yohanes Salib berkata, “Pada akhir senja hidup kita, kita akan diadili menurut besarnya cintakasih.”

Kerahiman Ilahi dalam Kehidupan Para Kudus

Kepada Santa Faustina Yesus mengatakan, “Ketidakpercayaan kepada kerahiman-Ku akan sangat hebat menyakiti hati-Ku. Aku paling menderita oleh dosa ketidakpercayaan. O, seandainya para pendosa mengenal kerahiman-Ku, pasti mereka tidak akan menghilang terlalu banyak. Katakanlah kepada jiwa-jiwa yang berdosa, supaya jangan takut mendekati Aku. Katakanlah kepada mereka tentang kebesaran kerahiman-Ku. Sampaikanlah kepada jiwa-jiwa tempat mereka harus mencari penghiburan. Tak lain tak bukan, di tempat pengakuan, di sana terjadi mukjizat-mukjizat yang berulang-ulang.... Meskipun dosa-dosa mereka gelap seperti malam, namun orang berdosa yang berpaling kepada kerahiman-Ku ia memuliakan Aku dengan cara yang istimewa. Dan ia merupakan kehormatan dari sengsaraKu.... Dari semua luka-luka-Ku mengalir kerahiman-Ku kepada jiwa-jiwa. Luka Hatiku adalah sumber kerahiman yang tak terselami, dari sumber itu mengalirlah rahmat untuk jiwa-jiwa. Api belaskasihan mengobarkan Aku dan Aku mau menuangkannya kepada jiwa-jiwa. Katakanlah kepada seluruh dunia tentang kerahiman-Ku. ...Sebelum Aku datang sebagai Hakim yang adil, lebih dahulu Aku akan datang sebagai Raja yang Maharahim”.

Santa Theresia dari Lisieux, memperoleh rahmat kebajikan pengharapan dari Allah sehingga ia memiliki keberanian yang luar biasa untuk percaya dan berpasrah kepada kerahiman ilahi. Dia tidak mau membatasi kebaikan dan kerahiman Allah.

Kepada kita yang merasa lemah dan papa Santa Theresia mengatakan, “Cukuplah bagi kita untuk mengakui kepapaan kita sendiri dan kemudian untuk menyerahkan diri ke dalam tangan Allah sebagai seorang anak kecil.” Dari satu pihak Santa Theresia menerima, mengakui, dan menyadari akan kemiskinannya yang radikal di hadapan Allah, dan di pihak lain ia memiliki kepercayaan yang tak terbatas kepada kerahiman Allah.

Kepada seorang suster, Santa Theresia berkata, “Engkau tidak memiliki kepercayaan yang cukup. Engkau terlalu takut kepada Allah. Dan saya mengatakan kepadamu bahwa hal itu mendukakan hati-Nya. Jangan takut pergi ke api penyucian karena di sana akan menimbulkan kesakitan, tetapi berharaplah supaya Allah berkenan memberikan rahmat-Nya kepada orang yang menyesali dosanya. Mulai pada saat dimana engkau berusaha berkenan kepada-Nya dalam segala sesuatu dan bila engkau memiliki kepercayaan yang tidak tergoyahkan, Dia akan memurnikan engkau pada setiap saat dalam cinta-Nya. Dan Dia akan menghapuskan semua bekas-bekas dosa dalam dirimu. Maka yakinlah bahwa engkau tidak akan masuk api penyucian.”

Santa Theresia mempunyai kepercayaan yang luar biasa kepada Allah. Katanya, “Saya percaya bahwa saya tidak akan masuk api penyucian bukan karena saya penuh kebajikan tetapi karena saya percaya akan kerahiman Allah yang begitu besar, yang akan membakar habis sisa-sisa dosaku.” Ajaran Santa Theresia ini sangat Injili. Kita bisa merenungkan Sabda Tuhan di atas salib, yang diucapkan-Nya kepada penjahat yang disalib di sebelah kanan-Nya, “Hari ini juga, engkau akan bersama Aku di dalam Firdaus”. Ini suatu ungkapan kerahiman Allah yang luar biasa. Kalau kita pikir apa jasa penjahat itu? Tidak ada! Jasanya seumur hidup hanya berbuat jahat. Tetapi pada saat terakhir dia betul-betul bertobat dan berseru kepada Yesus, “Yesus ingatlah akan daku, bila Engkau datang sebagai Raja”. Tanpa menunda-nunda Yesus menjawabnya, “Hari ini juga engkau akan berada bersama Aku di Firdaus”. Artinya walaupun dosanya begitu besar, dia tidak usah melewati api penyucian karena kerahiman Yesus menghapus semua dosa-dosanya dalam sekejap.

Memahami hal ini, Santa Theresia mengatakan kepada susternya, “O, engkau menyedihkan hatiku karena engkau menghina Allah bila engkau berpikir akan masuk ke dalam api penyucian. Bila kita mencintai sungguh-sungguh kita tidak akan mampir di situ.” Ini kepercayaan yang luar biasa. Santa Theresia percaya bahwa dia tidak akan pergi ke api penyucian, karena dia tahu Allah begitu mengasihi dia. Dalam banyak hal, walaupun dia lemah, tetapi dia berusaha selalu melakukan apa yang berkenan kepada Allah. Dia mengatakan, “Saya mengira dan saya yakin bahwa bagi para kurban cintakasih yang maharahim, tidak ada pengadilan Allah, sebaliknya, akan bergegas untuk mengganjari mereka dengan sukacita hidup kekal, yaitu cintakasih-Nya yang telah dinyalakan-Nya di dalam hati mereka.” Santa Theresia sangat menyadari kebesaran kasih Allah yang luar biasa ini.

Dalam perjalanan hidup kita menuju persatuan dengan Allah, hidup kita di dunia ini dimurnikan oleh salib-salib, cobaan-cobaan, godaan-godaan, kesulitan-kesulitan, agar semakin bersih dan murni dari dosa-dosa. Allah yang Maharahim mencurahkan Roh Kudus ke dalam jiwa kita untuk menguduskan dan menyucikan kita.

Dalam “Nyala Cinta” Santo Yohanes Salib mengungkapkan karya Roh Kudus, yang sebelumnya diungkapkannya di dalam “Mendaki Gunung Karmel”. Dikatakannya, “Sebelum api ilahi itu dimasukkan ke dalam substansi (hakekat) jiwa dan dipersatukan dengannya lewat pemurnian yang sempurna dan yang besar, nyala-Nya yang bukan lain adalah Roh Kudus itu melukai jiwa dengan menghancurkan, menghabiskan dan membakar habis segala ketidaksempurnaan dan kebiasaan-kebiasaan yang jelek.”

Pada awalnya seolah-olah api cinta itu menyerang jiwa dengan memurnikannya seperti api, yang mula-mula membakar sepotong kayu dan menimbulkan banyak asap. Kemudian mengeringkannya, serta menjadikannya bebas dari segala macam kebasahan yang ada dalam kayu. Lama-kelamaan akan mengubah kayu itu menjadi api. Demikian juga halnya dengan jiwa, pada saat pertama api cintakasih membakar, jiwa menderita.

Lewat api cinta kasih ini, Roh Kudus memberikan kemampuan kepada jiwa untuk bisa melepaskan diri dari segala ikatan dan perlahan-lahan dia akan lepas. Kemudian Roh Kudus menarik jiwa untuk masuk pada kedalaman iman dan menerangi kegelapannya. Dia membantu jiwa untuk keluar dari dirinya sendiri dan kemudian membawanya ke dalam persatuan dengan Allah. Kemudian Roh Kudus yang sama dengan api kasih yang menyentuh kedalaman jiwa, tetapi sekarang sudah tidak menimbulkan siksaan dan penderitaan, sebaliknya memberikan sukacita, kenikmatan dan kemanisan yang tidak ada bandingannya. Di situlah api menjadi terang sekali. Maka setiap orang kudus yang telah dibimbing oleh Roh Kudus dan yang telah diubah-Nya, akan melihat segala sesuatu dalam terang Allah sendiri. Sesudah itu, jiwa akan masuk semakin dalam ke dalam Allah secara tidak terbatas, karena Allah tidak terbatas.

O, cinta yang bernyala

Mesra hangus lukaMu

Di pusat lubuk jiwaku terdalam

Kau tak gentarkan lagi

Sudi selesaikanlah

Sobek tudung jumpaan mesra ini

O, api menghanguskan!

O, luka amat nikmat

O, tangan halus! O, sentuhan lembut

Hidup kekal rasanya,

Membayar hutang lunas,

Mati Kaubunuh tukar dengan hidup!

O, lampu yang berapi

Di seri cahayanya

Gua-gua rasa sedalam jurang

Dulu gelap dan buta,

Memberi, indah permai

Kekasihnya terang dan kehangatan

Kau lembut penuh cinta

Kau bangun di hatiku

Diam-diam sendiri, Kau di situ:

Dan napas-Mu yang nikmat,

Baik dan penuh mulia

Menyalakan cintaku amat mesra.

(Puisi “Nyala Cinta”, St. Yohanes dari Salib)