User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Dalam rangka mempersiapkan perayaan Yubileum Agung Tahun 2000, fokus persiapan dan renungan Gereja sepanjang tahun 1998 ini adalah tentang Roh Kudus, kehadiran dan peranannya dalam hidup Gereja. Tema ini merupakan kesatuan tak terpisahkan dan tema Allah Tritunggal yang direnungkan selama tiga tahun terakhir menjelang hari “H” tahun 2000.

Sebagai pribadi yang telah dikuduskan oleh Roh Kudus sendiri, kita diajak oleh Bapa Suci supaya memiliki penghargaan yang baru akan kehadiran dan karya Roh Kudus dalam Gereja (lih. Surat Apostolik Kedatangan Milenium Ketiga no. 45). Sebab “Gereja tidak dapat mempersiapkan diri untuk menyambut milenium yang baru itu dengan cara lain daripada dalam Roh Kudus” (KMK no. 44), demikian Bapa Suci membangkitkan kesadaran Gereja universal. Ditegaskan lagi, “Apa yang telah dilaksanakan dengan kekuatan Roh Kudus dalam ‘kepenuhan atau kegenapan waktu’ sekarang ini dapat muncul dan kenang-kenangan Gereja hanya oleh karena kekuatan-Nya” (Ibid.).

Dengan kekuatan Roh Kudus dalam ‘kegenapan waktu’, Allah menyatakan rencana penyelamatanNya. Yakni, Ia menyiapkan Maria sejak awal hidupnya secara istimewa. Dan dalam kegenapan waktu itu, Allah memanggil Maria untuk mengandung dan melahirkan Yesus, Putera Allah. Sebab, “Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dan dosa mereka” (Mat 1:21). Dalam hal ini, kesediaan Maria ikut menentukan jalannya sejarah penyelamatan Allah bagi manusia.

 

1. Mengontemplasikan Hidup Maria

Dalam merenungkan misteri Allah Tritunggal selama tiga tahun terakhir menjelang perayaan Yubileum Agung Tahun 2000, kita tidak bisa melupakan Maria dan kehadirannya dalam Gereja. Meskipun, ia tidak bisa disejajarkan dengan Allah Tritunggal. Karena itu, menyadari kehadiran Maria dalam Gereja, terlebih menjelang milenium ketiga ini, adalah penting.

Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Redemptoris Mater (Bunda Penebus) yang dimaklumkan pada tanggal 25 Maret 1987 mengatakan:
“Kita umat Kristen, yang mengetahui bahwa rencana penyelamatan Tritunggal Mahakudus merupakan kenyataan yang sentral dan wahyu dan iman, sewajarnya merasa terdorong untuk pada masa terakhir milenium kedua mengemukakan kehadiran yang istimewa Bunda Kristus dalam sejarah, khususnya dalam tahun-tahun terakhir menjelang tahun 2000” (Redemptoris Mater no. 3).

Itulah sebabnya, dalam merenungkan tentang Allah Tritunggal, Bapa Suci lewat Surat Apostolik Kedatangan Milenium Ketiga tertanggal 10 Nopember 1994 juga mengajak Gereja untuk mengkontemplasikan hidup Maria: hubungannya antara Maria dan Yesus Kristus (1997), Maria dan Roh Kudus (1998) dan Maria dan Allah Bapa (1999). Seperti dalam Tahun Roh Kudus ini, tentang Maria Bapa Suci mengatakan demikian:

“Maria, yang mengandung Sabda yang Menjelma oleh kuasa Roh Kudus dan kemudian dalam seluruh hidupnya mempersilakan dirinya dibimbing oleh kegiatan-Nya di dalam batinnya, akan kita kontemplasikan dan kita teladani selama tahun ini, terlebih-lebih sebagai wanita yang patuh setia kepada suara Roh, wanita yang diam penuh perhatian, wanita penuh pengharapan yang, seperti Abraham, menerima kehendak Allah ‘dengan pengharapan sekalipun tidak ada dasar untuk berharap’ (lh. Rm 4:18)” (KMK no. 48).



2. Kepatuhan Maria kepada Suara Roh Kudus

Ada banyak hal bisa kita lihat dalam hidup Maria, Bunda Yesus. Dalam tulisan ini, kita akan mengkontemplasikan hidup Maria dan segi kepatuh-setiaannya kepada suara Roh Kudus. Maria, wanita muda-bersahaja dari Nasaret itu dikaruniai kekudusan secara istimewa. Ia ditetapkan sebagai yang kudus dan tidak bernoda dosa sejak awal hidupnya. Paus Pius IX dalam dogma “Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa” (8 Desember 1854) mengatakan, “bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang Mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dan segala noda dosa asal.”

Kemudian Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium art. 56) memuji Maria sebagai yang “suci seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa mana pun juga, bagaikan mahkluk yang diciptakan dan dibentuk oleh Roh Kudus.” Roh Kudus membentuk Maria sebagai yang kudus, tak bernoda dosa sejak awal dan selama hidupnya. Hal ini bukan tanpa alasan. Sebab Allah, dalam dan melalui Roh Kudus itu menyiapkan Maria untuk suatu tugas istimewa. Dan pada waktu yang tepat tugas istimewa itu dinyatakan kepadanya lewat juru bicara-Nya, malaikat Gabriel. Malaikat itu berkata kepada Maria, “Engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi (Luk 1:31-32).

Secara akal sehat, pernyataan malaikat itu tidak begitu saja dapat dimengerti. Sebab itu bisa dimengerti bahwa Maria kurang mengerti akan pernyataan tersebut. Menyadari akan kekurang-mengertiannya atas pernyataan malaikat Gabriel tersebut, Maria bertanya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Luk.1:34). “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut Anak Allah... Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil,” lanjut malaikat itu menjawab pertanyaan Maria.
Meyakini bahwa Roh Kudus yang akan turun memenuhi dirinya dan kuasa Allah yang bekerja atasnya, kemudian Maria memberikan jawaban yang amat menentukan, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Sebenarnya apa yang menyebabkan Maria berani memberikan jawaban yang amat menentukan itu? Ialah rahmat Allah dan kepenuhan Roh Kudus atas dirinya. Dan Maria sendiri patuh setia kepada suara Roh, yang menyatakan kehendak Allah.

Jawaban Maria itu adalah jawaban karena “ketaatan iman” (bdk. Rm 1:5). Artinya, “dengan segenap hati, ia menerima kehendak Allah yang menyelamatkan, tanpa dihalangi satu dosa pun, dan menyerahkan diri seluruhnya sebagai abdi Tuhan kepada pribadi dan karya Puteranya” (Katekismus Gereja Katolik no. 494; bdk.LG 56).

Maria yang senantiasa bertumbuh dalam Roh, seluruh hidupnya ada dalam bimbingan dan terang Roh Kudus. Sebab itu ia dapat memberikan persetujuan atau kesanggupan yang tanpa batas untuk melakukan apa yang menjadi rencana dan kehendak Allah. Keterbukaannya kepada Roh Kudus juga membuat Dia secara bebas menguasai dan memenuhi seluruh dirinya. Roh Kudus bisa berkarya secara penuh dalam diri Maria dan Maria bisa berkarya secara penuh dalam Roh Kudus.

Keterbukaannya akan Roh Kudus dinyatakan dalam banyak hal, yakni dalam hal-hal yang menyangkut rencana dan kehendak Allah dan keselamatan manusia. Hal ini terbukti ketika Maria hadir bersama para rasul menantikan turunnya Roh Kudus (Kis 1:12-14). Tetapi mengapa ia ikut menantikan turunnya Roh Kudus atas para rasul? Bukankah ia sudah dipenuhi oleh Roh Kudus dan dikuduskan oleh-Nya sejak awal hidupnya?

Ya! Maria adalah insan Allah dan benar-benar anggota Gereja (lh. LG 53) yang terus menerus terbuka akan kehadiran Roh Kudus. Sebab ia selalu membutuhkan kehadiran, kekuatan dan bimbingan Roh Kudus dalam mendampingi dan mengantar Gereja kepada keselamatan kekal (bdk. LG 62). Dan karena Roh Kuduslah ia dapat bekerja sama dengan Allah dalam penyelamatan umat manusia.



3. Meneladan Hidup Maria

 Maria adalah ibu Gereja, ibu kita. Apa yang ada dalam diri Maria dan apa yang dilakukannya, sepenuhnya adalah contoh yang hidup bagi Gereja. Oleh karena itu Bapa Suci mengajak Gereja universal untuk mengkontemplasikan dan meneladani hidup Maria yang dalam seluruh hidupnya mempersilahkan dirinya dibimbing oleh kegiatan-Nya di dalam batinnya (lh.KMK no.48).
Dalam uraian di atas kita sudah melihat bahwa Maria adalah wanita yang patuh setia kepada suara Roh Kudus. Ia begitu terbuka akan kehadiran dan karya Roh Kudus di dalam seluruh hidupnya. Kepatuh setiaan dan keterbukaan Maria akan karya Roh Kudus membuatnya berani mengambil keputusan tegas, tanpa syarat sedikit pun, yakni kesanggupannya untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah dalam dirinya.

Dalam hal ini, Maria sebagai ibu Gereja telah memberikan teladan bagi kita, agar kita sadar akan ketidakmampuan kita untuk selalu melakukan kehendak Allah. Sebaliknya, dalam bimbingan dan terang Roh Kudus itu, kita akan lebih mudah mengenal dan melakukan apa yang menjadi rencana dan kehendak Allah (bdk. Luk 1:26-38). S. Ireneus, seorang uskup dan teolog termasyur pada abad II, dalam karyanya yang berjudul Adversus Haereces (bantahan melawan bidaah) pernah mengatakan bahwa “Roh Kudus membuat kita siap bagi rencana Allah.” (bdk. bacaan kedua dalam Ibadat Bacaan Hari Raya Pentakosta). Roh Kudus itulah yang memampukan kita untuk melakukan rencana dan kehendak Allah, yakni apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2).

Jelaslah, bahwa untuk menjadi siap bagi rencana dan kehendak Allah seperti yang sudah dialami Maria, kita membutuhkan Roh Kudus. Dialah yang akan membimbing dan menolong kita (bdk. Yoh 14:15-17). Tetapi kita pun perlu semakin peka dan tenbuka terhadap bisikan-Nya, terutama dalam membimbing kita selama mempersiapkan Yubileum Agung Tahun 2000. Karena itu sebelum mengakhini Surat Apostolik Kedatangan Milenium Ketiga, Bapa Suci menandaskan: “Saya mendorong saudara-saudara saya yang terhormat dalam Episkopat (jabatan uskup) dan jemaat-jemaat gerejawi yang diserahkan kepada mereka supaya membuka hati mereka kepada bisikan-bisikan Roh” (KMK no.59). “Bunda Maria, bersamamu kami berdoa memohon rahmat untuk selalu peka-terbuka dan setia terhadap bimbingan Roh Kudus. Sebagaimana Roh Kudus berkarya sepenuhnya dalam dirimu, dan engkau berkarya sepenuhnya dalam Roh Kudus, demikian pula kami berharap agar hal itu terjadi dalam diri kami.”



Rm. Atanasius Ari Pawarto

Salah satu penulis di situs carmelia.net

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting