User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

MEMERSEMBAHKAN TUBUH YANG SUCI KEPADA ALLAH

Dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma dikatakan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu memersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rm 12:1). Mungkinkah manusia memersembahkan jiwa dan badan yang kudus kepada Allah? Berkat bantuan rahmat Allah, hal ini mungkin.

St. Paulus mengajak kita untuk memersembahkan kepada Allah segala yang dilakukan oleh tubuh. Sebagai makhluk yang hidup kita melakukan seluruh aktivitas kita melalui tubuh jasmani. Kita hidup, bergerak, dan ada melalui tubuh jasmani kita yang dijiwai oleh Roh Allah yang menghidupkan, Dialah yang menggerakkan dan menopang seluruh hidup dan ada kita. Dialah sumber kehidupan kita. Kita hidup karena Allah hidup di dalam kita. Dan, Dia memanggil kita untuk memersembahkan tubuh kita yang suci dan yang berkenan kepada-Nya. Hal ini berarti melakukan segala aktivitas tubuh dengan dijiwai cintakasih.

St. Paulus mengatakan bahwa hanya cintakasihlah yang terbesar dalam hidup ini. Hanya cintakasihlah yang bernilai di hadapan Tuhan. Segala sesuatu yang dilakukan tanpa kasih adalah sia-sia. Ia menghimbau kita agar mengejar kasih dalam hidup ini: “Kejarlah kasih itu” (1Kor 14:1). St. Paulus juga menguraikan kasih sebagai berikut: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7).

Bila manusia mematikan perbuatan-perbuatan dosa/daging dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus, maka ia dapat hidup dalam kesucian dan kemurnian, baik jiwa maupun raganya. St. Paulus mengatakan, “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Gal 5:16). Lebih lanjut ia mengatakan, “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Gal 5:19-21a). Bila manusia mematikan perbuatan-perbuatan dosa dalam dirinya dan hidup menurut bimbingan Roh Kudus maka ia akan menghasilkan buah Roh, yaitu “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23).

KITA ADALAH BAIT KUDUS ALLAH

Umat Kristiani diundang untuk meneladan Bunda Maria yang suci dan murni, baik jiwa maupun raganya. Kesucian Bunda Maria diakui oleh Gereja dan Bunda Maria menjadi model kesucian hidup setiap orang Kristen. Maria suci karena kasihnya sempurna kepada Allah dan manusia.

Kesucian Maria sebagai ibu Yesus sudah dikenal dalam tradisi Gereja sejak abad III – IV. St. Ambrosius, Uskup Milan (tahun 397), dan St. Agustinus, Uskup Hippo (tahun 430), mengajarkan bahwa Maria, ibu Yesus, seluruhnya bebas dari dosa pribadi. Ajaran ini ditegaskan kembali dalam Konsili Trente tahun 1546 yang menyatakan bahwa berkat karunia istimewa Maria seumur hidup bebas dari segala dosa, termasuk dosa ringan (DS 1573).

Bunda Maria, berkat rahmat Tuhan yang istimewa, dikandung tanpa noda dosa. Akan tetapi, kita sebagai keturunan Adam dan Hawa mewarisi dosa asal. Sekalipun kita sudah menerima Sakramen Baptis, namun kecenderungan kita kepada yang jahat masih ada. Maka, dalam hidup ini kita harus berjuang dan mengalami pergulatan agar dapat mengalahkan kecenderungan yang jahat dan hidup dalam kesucian menurut kehendak Tuhan.

Bunda Maria disebut sebagai Kenisah Allah, tempat kediaman Allah. Allah bersemayam dalam dirinya. Ia mengandung dalam kuasa Roh Kudus dan melahirkan Yesus Kristus, Putera Allah. Maria selalu bersatu dengan Allah yang hadir dalam dirinya. Persatuan dengan Allah yang terus-menerus dalam diri Maria memancarkan kekudusan. Maria bebas seluruhnya dari dosa, baik jiwa maupun raganya.

Agar manusia menjadi kudus, bebas dari dosa, maka manusia harus terus-menerus bersatu dengan Allah, sehingga kehidupan ilahi itu memancar dalam hidupnya. Bila manusia makin bersatu dengan Allah, hidupnya juga akan memancarkan kehadiran Allah dan kasihnya semakin sempurna, dosa tidak mendapat tempat lagi dalam hidupnya. Bila Roh Allah berkuasa atas dirinya, maka dosa menyingkir, namun bila manusia mengabaikan dan tidak memedulikan Roh Allah dalam dirinya, maka dia akan dikuasai oleh hawa nafsu dan segala macam dosa.

St. Paulus mengatakan dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1Kor 6:19).

Melalui Sakramen Baptis kita dijadikan anak-anak Allah dan kita juga menerima Roh Kudus. Roh Kudus bersemayam di dalam hati kita. Dengan menyadari bahwa tubuh kita adalah bait Roh kudus dan Dia bersemayam di kedalaman hati kita, maka kita diharapkan untuk hidup kudus sebagaimana Alah adalah kudus. Kudus dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Kita tak mampu menjadi kudus dengan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, kita mohon bantuan Roh Kudus, karena Dialah Roh yang diutus Bapa untuk menguduskan kita umat-Nya. Di atas kita telah melihat perbuatan-perbuatan daging yang membawa maut. Namun, bila hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus kita akan memiliki hidup yang kekal.

St. Paulus mengatakan,

“Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran. Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu. Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah” (Rm 8:6-14).

Banyak orang tidak menyadari realitas ini sehingga hidup dalam perbudakan hawa nafsu dan perbuatan dosa. Sebaliknya, orang-orang kudus sepanjang sejarah Gereja telah berjuang dengan gagah perkasa, mengalahkan kecenderungan yang jahat yang ada di dalam dirinya, dengan doa, penyangkalan diri, matiraga, dan hidup dalam kebajikan-kebajikan, mengejar yang paling utama dalam hidup mereka, yakni cintakasih kepada Allah dan sesama. Mereka bekerja sama dengan rahmat Allah untuk mencapai kekudusan, maka mereka digelarkan kudus oleh Gereja.

Bunda Maria adalah ratu para kudus dan pelindung para perawan yang membaktikan hidupnya kepada Kristus semata-mata. Maria menjaga agar mereka tetap suci dan murni. Para imam, para religius, ataupun awam yang hidup secara selibat yang memersembahkan hidup mereka bagi Allah, secara khusus memperoleh perlindungan dari Bunda Maria.

PERLINDUNGAN BUNDA MARIA KEPADA ST. THERESIA LISIEUX DALAM PENGHAYATAN KEMURNIAN.

Sejak kecil St. Theresia telah menyerahkan hidupnya bagi Tuhan. Seluruh hatinya terarah kepada Allah. Tidak lebih dari tiga menit ia melupakan Allah. Theresia senantiasa hidup di hadirat Allah dan dilindungi dari godaan-godaan melawan kemurnian. Sebelum masuk biara Karmel, Theresia melukiskan pengalamannya di kapel St. Perawan Maria Ratu Kemenangan di Paris demikian, “Saya mengerti bahwa dialah yang menjaga saya, bahwa saya adalah anaknya, dan saya juga hanya dapat memberi dia nama ‘Mama’ yang bagiku rasanya lebih manis daripada ibu. Dengan hangat saya berdoa kepadanya memohon agar ia menaungi saya senantiasa dan agar idamanku secepat mungkin menjadi kenyataan dan menyembunyikan saya di bawah naungan mantel keperawanannya. Inilah keinginanku yang pertama sebagai anak.…Ketika menjadi dewasa saya mengerti bahwa justru di Karmel saya akan sungguh menemukan mantel Sang Perawan. Ke gunung yang subur inilah seluruh keinginanku dicurahkan…Saya juga mohon juga kepada Bunda dari Kemenangan untuk menyingkirkan dari saya segala yang dapat menodai kemurnianku.” Theresia menyerahkan dirinya dalam perlindungan Bunda Maria untuk menghayati kaul kemurniannya.

PEMIKIRAN ST. AMBROSIUS TENTANG KEPERAWANAN DAN KEMURNIAN BUNDA MARIA

Pemikiran Ambrosius mengenai keperawanan dapat disimpulkan dengan satu kata: ‘integritas’ atau ‘ketulusan hati’. Integritas atau ketulusan hati berarti kemampuan berharga untuk menjaga apa yang dimiliki seseorang agar tidak ternoda oleh hal lain. Sebab dalam hal apa lagi kesucian seorang perawan, selain dalam suatu integritas yang tertutup bagi noda dari luar? Justru karena menghindari segala hal yang mencemarkan kesucian, Maria dipilih oleh Kristus sebagai sumber daging-Nya sendiri atau ibu kemanusiaan-Nya. Menurut orang Roma, Maria adalah aula pudoris, sebuah tahta kerajaan kesucian yang tidak rusak. Setiap penduduk Kota Milan memahami maksud pernyataan tersebut. Istana kerajaan merupakan bangunan yang disucikan selamanya oleh kehadiran kaisar/raja. Tidak seorang pun warga negara biasa berani menempati tempat yang suci dan sunyi itu, tahta keemasan. Tubuh Maria, dan tubuh setiap pengikutnya sebagai perawan suci, adalah tahta itu. Rahim Maria dikhususkan bagi mereka yang kudus dan tidak tercemar di dunia ini....

Perayaan velatio, upacara pengenaan kerudung para perawan, merupakan peristiwa publik yang dirayakan dalam suasana pesta setiap tahun.... Dalam sebuah gereja yang penuh sesak, gemerlap, dengan cahaya lampu dan kilauan jubah-jubah putih tanda kemenangan, seruan berirama menandakan saat ketika seorang wanita yang mengucapkan kaul, mengambil posisi di suatu tempat khusus yang menandakan keterpisahannya dari yang lain dalam basilica. Para pria dan wanita yang mulia ini mengajak umat saling memberi kecupan kedamaian satu dengan yang lainnya” (Peter Brown, The Body and Society).

Keperawanan Maria mempunyai daya tarik bagi orang-orang yang hidup tidak menikah (misalnya, biarawan-biarawati dan imam) yang mencari tujuan hidup yang mulia karena mau memersembahkan jiwa raganya bagi Allah dalam kemurnian. Maria menjadi model dalam penghayatan kemurnian.

MASYARAKAT MODERN DIPANGGIL UNTUK MEMANDANG DAN MENELADAN KEPERAWANAN DAN KESUCIAN BUNDA MARIA

Kehidupan manusia pada zaman modern ini perlu memandang kepada Maria Perawan. Masyarakat modern digoncang oleh kerusakan moral dalam bidang seksualitas karena cinta diri. Goncangan ini mengakibatkan banyak hal negatif, a.l.: keputusasaan, penderitaan psikologis, hancurnya banyak keluarga. Maka, masyarakat modern diajak untuk memandang dan meneladan Maria yang suci dan perawan.

Dengan memandang dan meneladan keperawanan Maria, akan mengalir kesetiaan. Maria menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah. Suami-istri berjanji untuk saling menyerahkan dirinya secara mutlak satu sama lain dalam persatuan dengan Allah. Tuntutan kesetiaan ini berlaku untuk semua orang. Kesetiaan Maria mengilhami dan membesarkan hati orang-orang dewasa ini, termasukpasangan suami-istri, maupun mereka yang hidup selibat.

Perawan Maria memersembahkan tubuhnya sendiri kepada Allah. Maria tidak membenci atau memandang rendah seksualitas dan perkawinan. Maria bahkan terlibat secara aktif dalam mendukung pesta pernikahan di Kana. Atas kehendak Allah, keperawanannya membantu kita semua menghormati kekudusan tubuh dan seksualitas. Maria perawan mencintai Allah secara total, dengan jiwa dan raganya, sehingga dengan bebas ia menyerahkan seluruh jiwa raganya kepada Allah dengan cinta yang tak terbagi.

Maria adalah ciptaan Allah yang terunggul, yang secara istimewa diikutsertakan dalam karya keselamatan Puteranya. Dia adalah ibu Yesus Kristus yang memiliki relasi unik dengan Puteranya. Dia tetap perawan, yang melambangkan keterbukaan, ketaatan, dan kasih yang penuh kepada Allah. Oleh kesuciannya, dia menyerap tawaran diri Allah sepenuhnya, tanpa ada hambatan. Semuanya merupakan karya penebusan Yesus Kristus, yang telah wafat dan bangkit dengan mulia, yang telah rela menjadi manusia, agar manusia menjadi seperti Dia. Gereja setiap tanggal 15 Agustus merayakan “Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya”. Yesus mengangkat, bunda-Nya, Perawan tersuci, ke dalam kemuliaan-Nya mendahului manusia yang lain. Inilah tanda penghormatan kepada bunda-Nya sekaligus pengikutsertaan bunda-Nya secara istimewa dalam karya keselamatan. Pengangkatan Maria ini memberikan terang pengharapan baru bagi umat beriman dan merupakan satu antisipasi kebangkitan warga-warga Kristen yang lain pada akhir zaman.

BERTUMBUH DALAM KEBAJIKAN PENGUASAAN DIRI

Dalam kuasa bimbingan Roh Kudus, kita menjaga kehidupan sebagai orang Kristen agar tidak terseret pada hal-hal duniawi, yang bertentangan dengan kehendak Allah. Penguasaan diri membutuhkan disiplin diri, agar mampu mengendalikan diri dan hidup sesuai dengan kehendak Allah.

Gereja perdana selalu menentang kejahatan seksualitas. Tidak mengherankan juga bila timbul minat yang besar akan hidup keperawanan dan selibat demi Kerajaan Allah. Para pertapa Kristen yang hidup dalam keperawanan dan selibat bagi Kristus juga mengikuti nasihat St. Paulus yang mengumpamakan dirinya seperti atlit yang mengatur, melatih, dan mengendalikan tubuhnya sedemikian rupa dalam penguasaan diri:

Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1Kor 9:24-27).

Rohlah yang menguasai segala keinginan dan kesenangan. Kata “penguasaan diri” dalam bahasa Yunani adalah “egkrateia”.Kata ini dipakai untuk seorang atlit yang mendisiplinkan tubuhnya (lih. 1Kor 9:25) dan untuk usaha Kristiani dalam menguasai kebutuhan seks (lih. 1Kor 7:9).

St. Paulus akhirnya menyebut penguasaan diri dan kemurnian sebagai buah-buah yang dihasilkan Roh Kudus di dalam jiwa yang sepenuhnya diserahkan kepada Roh Kudus. Menurut St. Thomas Aquinas, kemurnian berarti jiwa-jiwa sempurna, yang dalam kerahiman Allah dipelihara Allah, sehingga tak dapat diubah bahkan oleh godaan-godaan melawan kebajikan tersebut. Jadi, Allah berkenan melindungi kemurnian jiwa terhadap godaan yang melawan kemurnian ini. Tak diragukan lagi bahwa kemurnian ini ada pada Yesus, juga pada Bunda Maria, St. Yosef, dan para kudus lainnya.

Allah berkenan melindungi jiwa-jiwa tertentu (misalnya, St. Theresia Lisieux) dari setiap kecenderungan daging yang tidak teratur sejak masa kecilnya. Ini merupakan rahmat yang sangat besar.

Allah memberikan kepada jiwa-jiwa yang menerima anugerah kemurnian, keberanian yang besar dan kewaspadaan yang memampukan mereka menghindari/mengelakkan secara instinktif apa pun juga yang dapat menodai kemurnian jiwa mereka. Ini berkat karunia-karunia Roh Kudus juga.

Kemurnian yang sempurna dan kewaspadaan dalam menghindari segala sesuatu yang dapat mengotori imajinasi atau indera-indera, tidak berarti bahwa orang-orang tersebut tidak mengetahui tentang fakta-fakta kehidupan. Kepada saudarinya, Pauline, St. Theresia mengatakan bahwa bukan pengetahuan akan hal-hal itu yang jahat. Mengetahui tentang sex dan fakta-fakta kehidupan bukanlah hal yang jahat. Perawan Maria mengetahui tentang hal itu juga. Bukankah ketika malaikat mengunjunginya, Bunda Maria berkata, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”? (Luk 1:34)

Paus Yohanes Paulus II menjelaskan tentang kalimat dalam Injil Luk 1:34, sebagai berikut:

“...Penggambaran Kabar Malaikat di dalam Injil Lukas dengan jelas memperlihatkan bahwa ini tampaknya tidak mungkin bagi Perawan Nazaret itu. Ketika ia mendengar kata-kata, ‘Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus,’ ia langsung bertanya, ‘Bagaimana ini mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?’ (Luk 1:31.34). Di dalam tatanan alamiah biasa, keibuan adalah hasil dari ‘hubungan’ timbal balik antara seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan perkawinan. Maria, kukuh dalam keputusannya untuk menjaga keperawanannya, mengajukan pertanyaan ini kepada bentara Ilahi, dan memperoleh dari bentara itu penjelasan: Roh Kudus akan datang atasmu- keibuanmu bukan akibat ‘hubungan’ perkawinan tetapi merupakan karya Roh Kudus; ‘kekuatan dari Yang Mahatinggi’ akan ‘menaungi’ misteri pembuahan dan kelahiran Putra; sebagai Putra dari Yang Mahatinggi, Ia sepenuhnya diberi kepada Allah semata-mata, dengan cara yang hanya diketahui oleh Allah. Oleh karena itu, Maria tetap mempertahankan keperawanannya, ‘Aku tidak mempunyai suami’ (bdk. Luk 1:34) dan pada waktu yang sama, ia menjadi seorang ibu. Keperawanan dan keibuan berada berdampingan dalam Maria; mereka tidak saling mengucilkan atau membatasi diri satu sama lain...” (Paus Yohanes Paulus II, Mulieris Dignitatem, 17).

Apa pun yang diciptakan Allah adalah baik dan indah. Perkawinan adalah panggilan dasar, suatu panggilan yang indah bagi mereka yang terpanggil untuk itu. Dosalah yang merusak perkawinan. Akan tetapi, mereka yang dipersembahkan atau dibaktikan kepada Allah secara total dalam selibat, harus sungguh-sungguh berusaha menghindari keingintahuan yang tidak perlu dalam hal itu. Mereka harus memelihara agar hati mereka bebas dari segala afeksi yang dapat mengalihkan perhatian mereka dari tujuan utama mereka, yaitu Yesus.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting