Print
Hits: 12974

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 


Lourdes, suatu desa yang penting di jantung Perbukitan Pyrénées, dikelilingi oleh 45 puri-purinya. Pada tahun 1858 desa ini tidak berbeda dengan desa-desa lain di sekitarnya. Kecil tetapi penting bagi daerah di situ karena gedung pengadilan dan juga merupakan tempat perhentian kereta-kereta yang membawa penumpang-penumpangnya ke daerah sekitar Barres dan Lausanne. Desa ini merupakan sebuah paroki kecil dengan penduduk yang berjumlah sekitar 4135 orang, sebagian besar adalah petani atau tukang potong batu. Bagi kita sekarang, desa ini adalah pusat peziarahan. Di sini, di antara keluarga-keluarga yang sangat miskin ini, hiduplah seorang gadis kecil yang hanya tahu mendoakan doa rosarionya dan yang kisah nyatanya akan kita lihat sekarang ini.

Bernadettelah yang menyambut kita di Lourdes. Dia adalah seorang gadis gembala yang lemah badannya, sangat kecil meskipun umurnya sudah 14 tahun. Dia biasa menggembalakan domba-dombanya di Bartrés atau di kebun sekolah para Suster dan Nevers. Bernadette belajar di sekolah itu juga dan bulan Januari 1958 untuk belajar membaca, supaya dia dapat mengikuti pelajaran agama dan menerima komuni pertama.
Rumah Bernadette Soubirous berupa sebuah kamar di tempat yang dulunya dipakai sebagai penjara kota. Tempat itu masih disebut “cachot,” yang berarti penjara. Di dalam ruang sempit yang berukuran 3 X 5 meter itu kita akan dapat menemukan 3 tempat tidur untuk 6 orang. Pada meja ada beberapa kursi dan sebuah laci untuk menyimpan peralatan. Di atas tempat cuci piring ada rak-rak dan juga di situ ada tempat perapian yang sering kosong, kalau mereka tidak mendapatkan kayu bakar untuk dibakar. Sekarang ini ruang itu mengingatkan para peziarah akan pesan Injil yang mengagumkan: “Berbahagialah orang yang miskin, sebab merekalah yang memiliki kerajaan surga.” Bernadette sendiri tidak heran akan hal itu, Mungkin justru karena ini orang yang termiskin di Lourdes maka Santa Perawan Maria memilihku.

Pada hari Kamis pagi, 11 Pebruari 1858, Bernadette meninggalkan rumahnya dengan Antoinette (Toinette) adiknya dan Jeanne Abadie, teman mereka, untuk mengumpulkan kayu di tepi sungai kecil dekat gua Massabielle. Bernadette sedang membuka sepatunya untuk menyeberangi sungai itu ketika tiba-tiba ada tiupan angin yang cukup keras sehingga membuatnya melihat ke atas. Ada cahaya memancar dan dalam gua. Apakah yang dilihatnya? Seorang wanita dengan gaun putih dan kerudung putih serta berikat pinggang biru. Di sela-sela jari kakinya, kanan dan kiri ada sebuah mawar kuning, sewarna dengan manik-manik rosarionya. Wanita ini atau lebih tepatnya gadis itu, tersenyum kepadanya dan membuka tangannya seolah-olah mengundangnya untuk mendekat. Suatu hari Bernadette mengatakan, “Saya pandangi dia baik-baik.” Seminggu kemudian, yaitu pada tanggal 18 Pebruari, wanita itu berbicara kepada Bernadette dengan sebutan “Vous” yang berarti “Anda.” (Vous sebagaimana “Anda menyatakan hormat dan pihak yang mengajak berbicara kepada yang diajak bicara, sedangkan biasanya orang menyebut Bernadette dengan “Tu” atau “Kamu”). Apakah Anda bersedia datang kemari setiap han selama 2 minggu?”

Selama penampakannya yang berjumlah 18 kali itu, Bunda Maria menyatakan pesannya sedikit demi sedikit, “Berdoalah bagi para pendosa. Ciumlah tanah sebagai tanda matiraga untuk pertobatan orang berdosa. Pergilah dan beritahukanlah kepada pastor Paroki supaya mendirikan kapel di sini. Saya mengharapkan umat datang ke sini untuk mengadakan prosesi (arak-arakan).” Siapakah wanita yang berkata kepadanya, “Aku tidak menjanjikan kebahagiaan bagi kamu di dunia ini, tetapi di dunia yang akan datang?” Bahkan wanita ini juga membuat munculnya sebuah mata air di dalam gua ketika Bernadette menggali tanah berlumpur di situ dengan tangan. Dan mata air itu dia harus meminum airnya dan membasuh mukanya. Dan sejak hari pertama telah banyak orang sakit yang disembuhkan di situ.

Akhirnya pada tanggal 25 Maret, wanita itu menyebutkan namanya kepada Bernadette, “Aku adalah Yang Dikandung Tanpa Dosa Asal.” Jawaban dari wanita ini sangat tidak diduga sehingga berhasil meyakinkan pastor Paroki yaitu Pastor Peyramale yang bertemperamen pemarah. Setelah melalui penelitian yang panjang dan melelahkan selama 4 tahun, Uskup Tarbes, Mgr. Laurence, atas nama Gereja menyatakan, “Kami memutuskan bahwa Bunda Maria yang Tak Bernoda Asal, Bunda Allah, telah sungguh-sungguh menampakkan diri kepada Bernadette.”

Tahun 1864, enam tahun sesudah penampakan itu, dilaksanakanlah pemberkatan patung Bunda Maria dalam gua. Upacara itu dipimpin oleh Mgr. Laurence. Dua tahun kemudian Bernadette menghadiri pembukaan Kapel di bawah tanah. Saat itu ziarah ke Lourdes sudah semakin sering diadakan. Bernadette menyadari bahwa suatu misi baru baginya sedang mulai, yaitu menghayati pesan yang telah dinyatakan kepadanya secara sepenuhnya dengan menjadi religius. Maka dan itu dia pergi ke biara St. Gildard di Nevers, rumah induk kongregasi para suster itu. Badannya yang tidak rusak sampai sekarang, masih disimpan dalam kapel biara itu.

Pada hari-hari pertamanya di novisiat, dia berkata, “Aku telah datang kemari untuk bersembunyi. Bunda Maria telah memakai aku dan kemudian aku dipindahkannya ke tempatku ini. Aku bahagia di tempat ini dan aku akan tinggal di sini.” Bahagia dengan kebahagiaan yang dijanjikan Bunda Maria, yang tidak berasal dari dunia ini.
Merupakan sukacita tersendiri bagi Bernadette untuk dapat melayani para suster yang sakit di rumah biara St. Gildard. Dia melakukan semuanya dalam cara penuh senyum, kuat dan adikodrati. Tetapi dalam semuanya itu dia tidak pernah merasa kekurangan pencobaan, aku dikatakan terlalu keras kepala, sehingga bahkan tidak dapat berpegang pada kehendakku sendiri. Aku juga sering dikatakan berkehendak lemah. Ini sungguh memalukanku. Tetapi aku tidak memperbaiki diriku sendiri.”

Ibunya meninggal tak lama setelah kepindahannya ke Nevers dan ayahnya menyusul segera sesudahnya. Tetapi dia sama sekali tidak bisa mengunjungi kedua orang tuanya karena Lourdes jauh sekali. Di samping itu dia menderita sakit asma yang sudah lama, juga dia menderita TBC yang makin lama makin menjalar ke paru-paru dan tulangnya. Dia menjadi sangat menderita. Baginya ini adalah silih dosa yang di minta Bunda Maria untuk pertobatan para pendosa. Tetapi ini tidak menghilangkan kebahagiaannya. Pada tahun 1876 dia menulis, Aku lebih bahagia di ranjang penderitaanku dengan sebuah salib dan pada seorang ratu di atas tahtanya.”

Suatu saat Bernadette menulis di atas secarik kertas yang berisi rahasia kebahagiaannya, “Taat adalah kasih. Menderita segala-galanya dengan diam untuk menyenangkan Yesus adalah suatu tindakan kasih.” Ketika dia meninggal tanggal 16 April 1879, di telah menjadi saksi sampai akhirnya, seperti yang dikatakan oleh Yesus, “Tak ada kasih yang lebih besar dan pada kasih Seorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Ada pepatah yang juga mengatakan, “Kasih lebih besar daripada maut.” Dan dengan cara itu, Bernadette, seperti juga Bunda Maria dan Lourdes, menjadi dekat dengan kita, sangat dekat dengan para peziarah di Lourdes, baik yang sakit maupun yang sehat, juga sangat dekat dengan Gereja yang berziarah di bumi. Seperti kaum muda yang telah datang di kandang domba di Bartrés bersama Bernadette, kita berjalan bersama menuju kepada-Nya yang adalah kasih.