User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Mereka masuk ke dalam hutan. Anjing itu terus berlari dan sesekali menoleh ke belakang kepada Margaret yang mengikutinya dengan susah payah. Pakaian yang dikenakan Margaret segera robek di sana-sini tersangkut semak dan duri, namun ia sama sekali tidak peduli dan berjalan terus. Setelah masuk cukup jauh ke dalam hutan, sampailah mereka di depan sebuah tumpukan besar ranting-ranting dan daun-daun yang kelihatannya baru ditimbun oleh seseorang. Anjing itu mulai mendengking lagi, mengendus dan mengais-ngais tepian tumpukan daun dan ranting itu.

Melihat itu, Margaret tertegun sebentar. Namun ia segera tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan harap-harap cemas ia berlutut dan segera membongkar timbunan itu.Tidak perlu sampai lama ia bekerja, tubuh memar dan penuh luka dari kekasihnya segera ditemukannya terbaring mati di bawah semua timbunan daun-daun dan ranting-ranting basah itu.

Saat itu, sepertinya bumi berhenti berputar bagi Margaret. Tidak, ia tidak heran akan apa yang ditemukannya, bahkan seolah-olah ini memang sudah diketahuinya sebelumnya. Namun yang menjadi kegetiran hatinya adalah semua pikiran-pikiran yang tadi menghantuinya timbul kembali. Suara-suara yang semula seperti bunyi lonceng-lonceng kecil sekarang menjadi seperti dentuman-dentuman meriam di dalam hatinya. “Apa? Apa yang harus kulakukan?” Dan dorongan yang kuat itu pun muncul kembali dan kali ini Margaret menurutinya. Berlutut di samping tubuh kekasihnya, ia pun bertobat, mengakui segala dosa masa lampaunya dan juga andilnya dalam segala kejahatan yang pernah dilakukan kekasihnya yang kini terbaring mati di hadapannya. Apakah kekasihnya mendapatkan kesempatan terakhir untuk bertobat? Kalau ia memang mendapatkannya, apakah ia mengambil kesempatan itu? Apakah sekarang ia berada di neraka, seperti yang paling ditakutkan oleh Margaret terjadi pada jiwa kekasihnya? Oh, Margaret merasa sangat bersalah. Ia tidak pernah mempedulikan keselamatan jiwa kekasihnya, bahkan ia mendukung kekasihnya dalam segala kesesatannya. Perasaan bersalah ini membuatnya lari dari tempat itu, lari dari rumahnya dan pergi kepada seorang imam dan mengakukan semua dosanya. Ia tidak pernah mengetahui mengapa kekasihnya dibunuh dan siapa pembunuhnya.

Seluruh sisa hidupnya, kurang lebih 25 tahun, dilaluinya dengan kesederhanaan dan kemiskinan yang ekstrim sebagai anggota ordo ketiga Fransiskan. Sambil membesarkan anaknya, ia juga merawat mereka yang sakit dengan penuh kasih sayang, memberi makan mereka yang kelaparan dan memberikan nasihat-nasihat rohani kepada banyak orang yang datang kepadanya memohon bimbingan. Banyak yang sembuh dari penyakitnya dan lebih banyak lagi yang oleh bimbingan-bimbingan rohani yang diberikannya lolos dari kebinasaan akibat dosa.

Memang pada mulanya banyak orang yang meragukan pertobatannya. Namun pada akhirnya, ketulusannya dalam melakukan penitensi-penitensi atas dosa-dosanya membuat semakin banyak orang yang bersimpati kepada Margaret. Ia mewujudkan pertobatan hatinya secara nyata dalam laku tapa dan matiraga sebagai silih atas dosa-dosanya. Bahkan terkadang usaha menyiksa diri yang dilakukannya sebegitu kerasnya sehingga Tuhan melalui bapa pengakuan Margaret melarangnya untuk melanjutkannya. Margaret taat dan segera melupakan niatnya, antara lain untuk digiring keliling kota dengan tali di leher sambil menyerukan dosa-dosanya.

Matiraga dan laku tapa yang dilakukan Margaret bukan semata-mata untuk menyilih dosa-dosanya saja, tetapi juga untuk mendisiplinkan tubuhnya yang senantiasa digoda oleh si jahat untuk melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Segala godaan seksual dan tarikan dari dunia masih tetap ada dan nyata bagi seorang kudus sekalipun. Hanya perbedaannya adalah, para kudus berhasil mengalahkan segala godaan itu. Suatu ketika ia mengakui hal ini kepada bapa pengakuannya, “Jangan meminta saya untuk menyerah kepada badanku ini. Saya tidak bisa melakukannya. Antara saya dan badanku harus ada pergumulan sampai mati.”

Dunia dewasa ini mengalami godaan kemurnian yang bahkan melebihi abad-abad yang lampau. Dengan segala tingkah-laku seksual yang terkadang membuat kita bergidik mendengarkannya, manusia sering tidak sempat bertobat pada akhir hidupnya dan akhirnya harus menyerahkan diri kepada kebinasaan dan siksaan kekal. Hanya sedikit saja yang akhirnya sadar untuk berbalik seperti seorang Margaret yang akhirnya menjadi seorang kudus yang besar. Kesempatan untuk bertobat sebenarnya selalu ada. Sekarang hanya tergantung kepada keterbukaan hati manusia untuk menerimanya. Kerahiman Tuhan terbuka bagi siapa saja yang menyadari dosa-dosanya dan mengakuinya dengan rendah hati di hadapan-Nya. Margaret menjawabnya dengan tuntas. Setelah pertobatannya, ia menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Kristus, mengabdi-Nya dengan segenap hati dan kekuatannya. Ia sungguh-sungguh menemukan kerahiman dan cinta kasih sejati dari Kristus.

Suatu saat menjelang akhir hidupnya, Tuhan bersabda kepada Margaret, “Aku menjadikanmu suatu contoh kepada para pendosa,” lanjutNya lagi dengan lembut, “Agar di dalam engkau mereka mengerti akan kerahiman-Ku yang menunggu setiap pendosa yang ingin berbalik kepada-Ku. Karena sebagaimana Aku telah berbelaskasih kepadamu, Aku juga akan berbelaskasih kepada mereka.”

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting