User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Natal Tanpa Yesus Bukanlah Perayaan Natal

Dengan hadiah saja, rasanya tidak cukup dan pantas kita menjadikan Natal sebagai sebuah perayaan Natal. Bagi kita umat kristiani, Pesta Natal (dari bahasa Latin: natalis kelahiran) adalah perayaan kelahiran Tuhan Yesus, Putra Allah, Penyelamat, yang dinantikan, seperti yang diwartakan oleh para Nabi. Sedangkan kata Yesus, dalam bahasa Ibrani artinya Tuhan menyelamatkan. Nomen est omen nama adalah tanda. Nama Yesus mengungkapkan identitas-Nya yang sejati dan karya misi-Nya yakni menyelamatkan manusia dari dosa dan menuntun mereka kepada Allah Bapa. Kelahiran Yesus merupakan jantung Inkarnasi. Agenda besar Tuhan adalah melaksanakan penyelamatan bagi umat manusia. Maka langkah awal yang diambil Tuhan adalah Firman, Putra Tunggal Bapa, menjadi manusia tanpa kehilangan sedikitpun keilahiannya walau Dia mengambil rupa manusia. Credo kita merangkum peristiwa Inkarnasi Firman ini. “Aku percaya akan Allah, Bapa (...) dan akan Yesus Kristus (...). Justru karena demi kita manusia dan keselamatan kita, maka Yesus turun dari suga, diutus Bapa. Berkat karya Roh Kudus, Dia dikandung oleh Perawan Maria dan menjadi manusia.

 “Telah lahir bagimu Juru Selamat.” Bahwa sang Firman Allah menjadi manusia. Penginjil mengisahkan peristiwa besar ini yakni peristiwa kelahiran Yesus. “Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Luk 2:6; Mat 1:18-25). Di wilayah itu ada gembala-gembala yang sibuk dengan kerja penjagaan domba-domba. Mereka pun diberitahukan Malaikat kabar gembira bahwa “hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk 2:11). Mereka pun diberi tanda agar gampang menemukan isi kabar yang menggembirakan itu, yakni “kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring dalam palungan” (Luk 2:12).  Tidak terlihat bahwa ada sesuatu yang mencolok mata. Yang terjadi hanyalah biasa-biasa saja. Yang dilukiskan Penginjil hanya adanya kandang binatang, lampin dan palungan dan orang tua Yesus: Maria dan Yusuf  bersama dengan bayi Yesus dalam palungan.  Lalu menyusul para gembala. Tidak ada sanak-kerabat, anggota keluarga besar yang datang pada waktu kelahiran; yang lain baru berdatangan setelah mendapat kabar. Yang terlihat lagi di dalam kandang binatang itu kebutuhan dan keperluan bagi bayi Yesus, seperti bayi-bayi lain pada umumnya.

Kondisi saat Yesus lahir sangatlah sederhana dan boleh dikatakan bahwa “memang dalam kemiskinan”. Ini sangat menakjubkan. Yesus, Putra Allah datang ke dunia bukannya dengan segala kekuasaan dan keperkasaan serta kebesarannya. Sesungguhnya Dia juga tidak dipaksakan datang. Alasannya hanyalah karena KASIH. Allah Bapa setia dalam janji-Nya dan dengan kasih pula Allah mewujudkan rencana kedatangan Putra-Nya itu demi keberpihakan dan tindakan bela rasa kepada umat manusia. Maka, tak ada tempat baginya di rumah penduduk kota. Ia merasa puas dengan lahir di dalam sebuah kandang, dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam palungan. Itu sudah cukup bagi-Nya. Dan justru di dalam konteks dan kondisi seperti inilah Yesus lahir. Yesus lahir di Betlehem di antara anak-anak miskin lainnya; menurut pandangan mata kita manusia, Yesus lemah dan tidak punya kekuatan membela diri. Yesus datang ke dunia, tinggal di antara manusia, mengambil bagian dalam kondisi hidup manusia kecuali dalam hal dosa. Firman menjadi manusia. Jauh sesudah itu, Yesus, dalam karya-Nya di tengah publik, mengatakan: “sebab ketika Aku lapar...ketika Aku haus...ketika Aku seorang asing...ketika Aku telanjang...ketika Aku sakit...ketika Aku di dalam penjara...” (Mat 25:35-36). Yesus tidak membicarakan kondisi kelahiran-Nya, tetapi yang kita lihat dari kelahiran-Nya adalah bahwa Yesus menjadi seperti kita. Karena Yesus mengatakan bahwa “sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).

Natal sebagai sebuah hadiah mengingatkan kita akan peristiwa besar dan penting yaitu kelahiran Yesus. Hal ini merupakan sebuah hadiah Tuhan bagi umat manusia karena memang sangatlah diperlukan oleh umat manusia dalam seluruh proses peziarahannya. Maka jelas bagi kita umat beriman, bahwa pada perayaan Natal Tuhan Allah memberi diri kepada manusia dalam diri Yesus kristus. Maka sekali lagi kita katakan bahwa Natal merupakan sebuah Pesta Hadiah. Namun haruslah kita sadari bahwa Natal tanpa Yesus bukanlah sebuah perayaan Natal. Yesus merupakan hadiah dari Allah untuk kita. Tuhan memberi diri dalam diri Yesus dan kita umat-Nya menerima dan menyambut Yesus dalam iman, sukacita dan damai. Walau keadaan dan kondisi hidup kita sulit, tetapi kita jangan melupakan bahwa Perayaan Natal mengingatkan kita bahwa Tuhan Allah tidak pernah berhenti mencintai kita.  Allah yang transenden, jauh menjadi Allah yang immanen, dekat dalam diri Yesus Kristus dan ada menyertai kita dan bahkan tinggal di tengah-tengah kita. Karena Allah mau dan tetap bersolider serta  berbelarasa dengan kita umat-Nya dan memenuhi hati kita dengan segala rahmat (rahmat damai, cinta dan iman, dan rahmat-rahmat yang lain) dan berkat-Nya.  Natal menyusutkan egoisme kita; Natal mengusik jiwa materialistis; Natal menjauhkan gaya hidup hedonisme; Natal menghalau kejahatan dan permusuhan. Kelahiran Yesus adalah tanda kehidupan yang selalu diperbaharui dan menjadi sumber yang diandalkan bagi pengharapan dunia.

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting