User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Rekam Pemaknaan Natal

Pada bagian ini, saya mau menunjukkan arti dan pemaknaan Natal yang terungkap melalui beragam cara Pesta Natal itu dirayakan dalam konteks budaya dan keimanan umat manusia atau umat beriman khususnya akan Pesta Natal itu.

Untuk sementara orang, Natal merupakan sebuah pesta komersial. Adanya tawaran diskon natal; hadirnya “papa natal” di pusat-pusat pembelanjaan yang beraksi menyalami pengunjung dan bagi-bagi hadiah. Jauh-jauh hari sebelumnya, kita melihat dekorasi natal tertatah indah, gemerlap pernak-pernik natal: beragam hiasan dan pohon-pohon natal terpajang rapih di sepanjang lorong mall juga di ruko-ruko. Sementara itu, hati dan perasaan terbuai dalam keindahan musik dan alunan merdu lagu-lagu khas Natal. Kadang terasa lucu karena kita sudah bisa mendengarkan lagu “Silent Night” di awal bulan Oktober. Mungkin inilah sebuah kemasan persiapan, bagai suguhan pembuka  menjelang dan menyongsong sajian menu utamanya yakni perayaan Pesta Natal. Ya adanya kesibukan dalam bulan-bulan sebelum akhir tahun khususnya setiap kali sebelum hari Natal. Orang sibuk mempersiapkan dan merayakan Natal. Dan pusat-pusat pembelanjaan seolah-olah menjadi pusat perayaan Natal.

Bagi yang lain, Natal merupakan sebuah pesta keluarga. Spirit “belong to” dan “to feel as a part of” keluarga sangat kuat. Semua anggota keluarga berkumpul bersama kembali, diikat satukan oleh “tali pusat” bagai “benang keluarga dan kekeluargaan.”  Setiap anggota keluarga merasa gembira di tengah keluarganya, boleh berjumpa kembali dengan anggota keluarga yang lain. Lahirlah istilah “pulang ke rumah” kalau pesta Natal. 

Bagi sejumlah orang lain, Natal dimaknai sebaliknya dari apa yang sudah dikatakan di atas. Natal, bagi mereka, merupakan sebuah pesta dalam kesunyian dan kesendirian. Tentu ini bagi yang hidup sendirian, singel, tanpa keluarga. Ada perasaan “sendirian” di tengah semarak pesta; mereka melewati pesta Natal tidak dengan siapa-siapa.

Yang lain lagi yang hidup di tengah kecamukan perang, mungkin mengejutkan kita, kalau dikatakan bahwa mereka sungguh mengalami “damai, sukacita, kegembiraan”, pada Hari Raya Natal,  karena pada hari raya Natal itu, dikatakan bahwa orang berhenti tembak-menembak. Lebih dari itu, ada yang mengalami Pesta Natal sebagai “momen sesaat” di mana orang melupakan krisis, orang melupakan semua beban dan masalah hidup, tentu hanya dengan merayakan Natal dan merasakannya di dalam relung hati.

Bagi kalangan remaja  atau pun kebanyakan orang, Natal merupakan sebuah pesta “hadiah”, maksudnya orang tukar menukar hadiah di hari pesta itu. Natal sama dengan hadiah: memberi dan menerima hadiah. Dalam konteks ini, maka terlihat bagaimana pusat-pusat pembelanjaan menjadi sangat ramai, toko-toko diisi dengan bermacam-macam hadiah. Orang berbelanja dengan harga corting. Orang seakan “demam” belanja hanya demi pesta Natal. Pikiran dan perasaan terjebak dalam sebuah “gengsi” mesti memiliki ini dan itu biar terasa nuansa pestanya. Puncak dari nuansa ini adalah “memberi, menerima dan mengucapkan terimakasih”. Di sini boleh saja, Natal dimaknai hanya sebatas sebuah hadiah. Saya merasa kita tidak berhenti di sini walau hanya sekedar “memberi dan menerima” hadiah.  Maka pertanyaan kita adalah apa tujuan yang mau diperoleh dengan tindakan “memberi dan menerima hadiah?” Mengapa orang saling “tukar-menukar hadiah?” Biasanya orang mengenangkan dan merayakan peristiwa tertentu dalam hidupnya, seperti hari ulang tahun kelahiran, hari ulang tahun pernikahan, atau ulang tahun hidup membiara dan kaul kekal atau ulang tahun imamat, dll. Pada kesempatan itu orang mendapat hadiah. Lahirlah rasa gembira dan syukur dalam diri penerima dan pemberi hadiah. Penerima tentu memerlukan hadiah itu. Penghargaan kita terhadap sebuah hadiah yakni dengan cara menggunakan hadiah tersebut. Maka dia menerimanya dengan penuh rasa syukur. Dan lebih dari itu, kita pun perlu menyadari bahwa di balik hadiah yang diterima ada pesan dan ada pula nilai-nilai luhur yang dikomunikasikan, seperti persaudaraan, penghargaan, kasih dan sukacita. Diharapkan tidak terjadi “barter” atau do ut des atau kompensasi material pada kesempatan-kesempatan istimewa yang dirayakan itu. Atau juga bukan atas dasar pertimbangan “untung-rugi.” Cinta itu pemberian karena mengasihi. “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35).

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting