Print
Hits: 10123

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 


“Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” (Mat. 11:28) Kata-kata Yesus ini akan menjadi suatu hiburan dan kekuatan bagi orang-orang yang sedang mengalami beban berat dan penderitaan. Yesus berjanji akan memberikan kelegaan kepada semua orang yang mau datang kepadaNya.

Sepanjang hidup manusia selalu menghadapi beban penderitaan, ada yang berat ada yang ringan. Beban itu dapat merupakan penderitaan fisik maupun batin. Ada penderitaan yang bisa tertahankan, seperti sakit gigi misalnya. Memang sungguh-sungguh nyeri, tetapi kita tahu ada obatnya, ada dokter yang dapat menghilangkan rasa nyeri itu.

Namun, ada pula penderitaan yang tak tertahankan. Misalnya sakit gawat yang lama tak sembuh-sembuh. Atau penderitaan karena pasangan hidup selingkuh dan tak kunjung bertobat, anak-anak kecanduan narkoba, dan rumah tangga berantakan. Kadang-kadang beban hidup itu begitu berat, manusia tidak tahan lagi menderita; protes dan memberontak. Sering terdengar orang berkata, “Daripada menderita begini, lebih baik mati saja!” Orang ini kehilangan harapan, mengalami keputusasaan. Ada macam-macam alasan mengapa manusia menderita, antara lain:


PENDERITAAN FISIK

 

1. Karena kesalahan sendiri 

Manusia dapat menderita karena dosanya sendiri, atau kelalaiannya. Misalnya karena serakah, lalu terbelit hutang. Bunga semakin membengkak, tagihan datang terus, sementara penghasilan pas-pasan.

 

2. Karena Tuhan hendak menguji iman dan kesetiaan

Contoh yang paling baik untuk hal ini dalam Kitab Suci adalah Ayub. Ia seorang yang saleh dan berbakti kepada Tuhan, tetapi ia dicobai dengan berbagai penderitaan. Anak-anaknya mati, hartanya dimusnahkan, dan Ayub sendiri mengalami sakit yang berat. Meskipun mengalami banyak cobaan, Ayub tetap percaya dan setia kepada Tuhan, sehingga akhirnya ia diberi ganjaran lagi oleh Tuhan.




PENDERITAAN BATIN

Allah ingin menyadarkan manusia bahwa hiburan rohani itu pemberian Allah semata. Sewaktu-waktu Allah dapat mengambil menurut kehendak-Nya. Kalau kita mengalami sukacita dan penghiburan, itu bukan karena jasa-jasa kita. St. Ignasius dan Loyola menyebut masa-masa kekeringan ini sebagai desolasi dan lawannya adalah konsolasi. Sebagaimana halnya penderitaan fisik, penderitaan batin atau desolasi juga dapat disebabkan karena:

 

1. Kesalahannya sendiri

Orang yang mengalami desolasi mengalami beban batin yang berat. Kalau dulu hidupnya bersemangat, sekarang hidup terasa berat dan kering. Doa yang dulu menyenangkan kini jadi menjemukan. Tugas-tugas yang dulu menggembirakan sekarang memuakkan. Kalau sebelumnya penuh perhatian pada orang lain, sekarang mudah jengkel, marah, dan tidak puas dengan mereka. Kata-katanya ketus, keras, tanpa persaudaraan dan cinta, baik dengan pasangan hidup, anak anak atau pun karyawan. Ia merasa bosan dengan segala hal.

Dahulu ia merasa Tuhan begitu dekat dengannya, namun kini dirasakan sangat jauh. Hatinya mudah gelisah dan tidak lagi ada damai. Perasaannya berat, murung, sedih, suram, pikirannya pun kacau. Penderitaan Seolah datang bertubi-tubi, dan musibah demi musibah singgah dalam hidupnya.

Apabila Anda mengalami desolasi seperti in periksalah batin Anda, mengapa? Barangkali Anda memerlukan pertobatan dan dosa-dosa; malas berdoa, malas melakukan kebaikan, sombong, suka marah, tamak, in hati, jatuh dalam percabulan atau perzinahan. Atau mungkin dalam hati Anda ada luka batin dan kekecewaan yang harus disembuhkan dengan mengampuni.

Kalau demikian halnya maka intinya Anda perlu bertobat. Bertobatlah dari hidup yang tidak terpuji; suka nonton film tak senonoh, selingkuh, mencari hiburan yang tidak sehat, dan sebagainya. Janganlah mencari kambing hitam dengan mengatakan sumpek di rumah karena istri cerewet, anak-anak nakal, atau terlalu banyak masalah di kantor. Berdoalah, ampunilah orang-orang yang menyakiti Anda, dan ciptakan suasana kasih; saling berbagi dengan sesama atau sahabat, atau saling mendoakan sehingga dapat saling menyembuhkan.

Kekeringan rohani atau desolasi mi juga bisa diakibatkan karena hidup yang tidak seimbang. Misalnya waktu yang dihabiskan untuk bekerja terlalu banyak, sehingga kurang tidur. Orang menjadi loyo, mudah marah, tidak pernah puas, cepat emosi, dan sebagainya. Obatnya adalah tidur!

Manusia terdiri dan kesatuan badan dan jiwa. Oleh karena itu, kita hams berusaha untuk menyeimbangkan hidup jasmani dan rohani, jangan sampai diperbudak oleh dunia beserta kemegahannya. Jangan sampai sarana menjadi tujuan, dan tujuan utama diabaikan. Apa gunanya mendapatkan seluruh dunia kalau jiwa merana? Pekerjaan, uang, kedudukan, sukses, itu Semua sarana dan bukan tujuan hidup; jangan sampai manusia diperbudak oleh hal itu.

Banyak orang rajin merawat tubuh jasmaninya. Diberi makan, mandi, disemprot minyak wangi setiap han, dan sebagainya. Demikian pula hidup rohani pun perlu perawatan. Ketika Yesus digoda iblis di padang gurun untuk mengubah batu menjadi roti, Yesus mengatakan bahwa manusia hidup bukan dan roti saja, melainkan dan setiap firman yang keluar dan mulut Allah.

Kita dapat merawat hidup rohani dengan membaca Firman Tuhan dalam Kitab Suci, tekun dalam doa dan rajin menyambut Ekaristi yang merupakan santapan para malaikat, serta membersihkan dan menyegarkan jiwa dan kekotoran dan karat dosa dengan menerima Sakramen Tobat.

Tuhan memberi kita kesempatan untuk bertobat terus menerus. Kita dapat menambah jam doa, lebih teratur menyambut sakramen Ekaristi dan Tobat, serta hidup lebth baik dan sadar. Mungkin kita tidak melakukan dosa berat, tetapi kita tetap perlu terus bertobat dan dosa yang kita lakukan sehari-hari, misalnya berprasangka buruk, curiga, bergosip, dan sebagainya.

 

2. Karena Tuhan hendak menguji iman dan kesetiaan

Akan tetapi, desolasi juga bisa karena Tuhan ingin melihat kesetiaan dan iman Anda. Misalnya setelah mengadakan pemeriksaan batin, Anda merasa tidak melakukan kesalahan atau dosa apa pun, tetapi mengapa mengalami desolasi? Beban ini memang berat, namun bertahanlah, tetaplah berdoa walau kering. Tetaplah berbuat baik walau tidak bersemangat, tetaplah mengasihi walau ditolak. Dalam hal ini kita berusaha untuk melakukan penyangkalan din, melakukan sebaliknya dan yang kita inginkan, atau yang dikenal dengan sebutan Agere Contra.

Jika Anda tetap bentekun maka Tuhan pun akan mendapati Anda setia kepada-Nya, dan Allah tidak akan membiarkan Anda dicobai melebihi kemampuan. Bila Anda terus berseru kepada-Nya, rahmat penghiburan akan datang kembali. St. Teresa dari Avila mengalami kekeringan selama 20 tahun lamanya, namun ia tetap setia.

Marilah kita dengar kembali ajakan Yesus, “Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Yesus tidak pernah acuh tak acuh terhadap penderitaan manusia. Ia penuh belaskasihan dan kelembutan, selalu mau mengampuni, menghibur, dan menyembuhkan yang sakit baik fisik maupun batin. Dalam Kitab Suci kita temukan Yesus yang menyembuhkan orang-orang lumpuh, tuli, buta, juga membebaskan orang-orang yang kerasukan setan. Ia tidak menjauhi orang berdosa, seperti Maria Magdalena, Zakheus, Lewi pemungut cukai, bahkan lebih dari itu, Yesus makan bersama-sama mereka. Ia tidak mengadili atau menghukum, tetapi memperhatikan mereka yang terbuang dan diremehkan, seperti perempuan Samaria yang dijumpai-Nya di Sumur Yakub. Ia juga tidak menyukai kekerasan, dan menegur Petrus ketika ia memotong telinga serdadu Romawi di Getsemani. Di atas kayu salib, Yesus bahkan berdoa kepada Bapa-Nya, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk. 23:34a)

Yesus solider dengan manusia; walau tidak berdosa Ia menderita sepanjang hidup-Nya karena cinta-Nya kepada kita semua. Yesus menderita seperti kita bahkan sejak Ia akan dilahirkan! Saat itu tidak ada orang yang membenikan tempat untuk-Nya. Di awal pelayananNya Ia dianggap tidak wanas oleh saudara-saudara-Nya. Ia sering tidur di kolong langit, tidak ada tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Ia juga mengalami lapar, haus, dan letih, dalam karya pelayananNya. Banyak orang tidak menyukai-Nya, membenci-Nya; Ta difitnah, diancam, diusir, disalah mengerti, dan mengalami pula kesedihan dan kesepian. Yesus juga bergulat untuk menerima salib dan kematian-Nya, ketakutan, seperti mau mati rasanya hingga berpeluh darah. “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk. 22:42)

Penderitaan hampir selalu merupakan sesuatu yang tidak diinginkan, sesuatu yang mau dihindari. Manusia tidak suka menderita. Sikap Petrus mewakili sikap kita semua ketika ia menarik Yesus, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau!” (Mat. 16:22) Akan tetapi, Yesus menghardik Petrus dengan keras, “... engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mat. 16:23) Yesus melihat setan yang hadir dalam diri Petrus, yang membisikkan untuk menjauhi salib. Itulah sebabnya Yesus menegur Petrus dengan keras, sebab hanya dengan salib dan penderitaan ada keselamatan. Yesus telah menempuh jalan itu.

‘No cross no crown’; tanpa salib tak ada mahkota. Tanpa salib tak ada kemuliaan. Dalam hidupnya, para kudus mengalami banyak salib, perjuangan, serta pencobaan lahir batin. Iman, harapan dan kasih mereka diuji dan didewasakan dalam cawan lebur penderitaan lahir batin, sehingga mereka sekarang hidup mulia bersama Allah di surga.

Apa rahasianya kekuatan Yesus hingga sanggup menahan penderitaan, melalui puji dan cela dalam hidup-Nya? Kekuatan-Nya adalah doa. Ia selalu hidup di hadirat Bapa-Nya. Ia sadar Ia dikasihi Bapa, dan Ia selalu mendapat peneguhan dari Bapa lewat doa.

Ia selalu pergi ke bukit untuk berdoa, serta memandang alam semesta penuh dengan karya Bapa, Bapa yang sibuk melimpahkan kasih kepada seluruh ciptaan-Nya. Ia tenggelam dalam pesona Allah Bapa. Sebelum memulai karya-Nya Yesus juga berdoa dan berpuasa di padang gurun. Saat hendak menggandakan roti Ia menengadah kepada Bapa-Nya, serta beryukur dan bersukacita ketika murid-muridNya pulang dari pelayanan. Ketika akan mengambil keputusan penting untuk memilih keduabelas rasul-Nya, Yesus berdoa dahulu semalam-malaman. Bersama murid-Nya Ia juga pergi ke Gunung Tabor untuk berdoa. Di sana Ia mengalami kemuliaan dan peneguhan dari Bapa dalam doa-Nya, “lnilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Mat. 17:5) Dan ketika akan menghadapi penderitaan salib, Yesus berdoa di taman Getsemani, menimba kekuatan dalam doa untuk menghadapi salib dan maut. Dan Ia menang!

Itulah semua teladan Yesus bagi kita. Datang ke sumber air yang hidup, agar kita disegarkan, dikuatkan dalam cobaan, dan menerima terang dalam menjalani hidup yang penuh beban dan derita. “Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Berbahagialah orang yang mengandalkan Tuhan, ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, selalu segar baik di musim hujan maupun di musim kering, dan menghasilkan buah yang melimpah, sebab ia tinggal di dekat mata air kehidupan, yaitu Allah sendiri (bdk. Yer: 17:7-8).




Sr. Maria Yoanita, P.Karm

Salah satu penulis tetap di situs Carmelia.net