Print
Hits: 4334
Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Vatikan, 7 Sep 2009- Pagi hari tanggal 7 September Bapa Suci menerima sejumlah Prelat dari Konferensi Nasional Para Uskup Brazil (Barat 1-2) yang baru saja menyelesaikan kunjungan ad limina mereka.

Paus memulai sambutannya dengan mengenang kunjungannya pada tahun 2007 ke Aparecida untuk membuka Konferensi Umum Para Uskup Amerika Latin dan Karibia ke-5 dimana ia ‘mengalami kasih sayang orang-orang Brazil terhadap Pengganti Petrus”.

Kemudian ia mengarahkan perhatiannya kepada tantangan dan permasalahan yang disampaikan para Uskup kepadanya, Bapa Suci memberi perhatian atas “jauhnya jarak yang harus ditempuh bersama oleh para Imam kalian dan mereka yang bertanggung jawab atas misi untuk dapat melayani umat kalian, banyak diantara mereka yang harus berhadapan langsung dengan masalah-masalah baru yang timbul karena urbanisasi dimana negara tidak selalu tanggap untuk meningkatkan keadilan dan kebaikan bersama.”

Bapa Suci menyemangat para Prelat untuk tidak patah semangat dan untuk ingat bahwa “mewartakan Injil dan setia kepada nilai-nilai Kristen…tidak hanya berguna tetapi juga tidak terpisahkan bagi pembangunan masyarakat yang bagik dan mencapai pengembangan manusia yang menyeluruh”.

Menanggapi kekurangan Imam di Brazil di mana “panenan berlimpah”, ia mengingatkan kepada para Uskup bahwa “generasi baru para gembala” adalah bagian dari pelayanan mereka karena “walaupun hanya Allah saja yang dapat menanamkan panggilan kepada pelayanan pastoral dalam hati umat-Nya, setiap anggota Gereja harus bertanya kepada dirinya sendiri mengenai mendesaknya masalah ini dan menjadikannya sebagai komitmen pribadi yang mereka rasakan dan alami”.

Benediktus XVI juga mengatakan kepada para Uskup bahwa dalam masyarakat modern “begitu banyak orang ingin meraih segalanya dalam waktu sesingkat-singkatnya, sementara yang lain menyerahkan diri mereka kepada kebosanan, sikap acuh tak acuh, dan berbagai bentuk kekerasan,” pada kenyataannya “mereka yang putus asa ini mencari harapan, suatu fakta yang dibuktikan dengan menyebarnya spiritualitas dan pada saat yang sama kebingungan akan spiritualitas, dan diperbaruinya suatu pencarian nilai atau acuan dalam perjalanan hidup”.

Dalam dekade-dekade setelah Konsili Vatikan II, “banyak komunitas Kristen tenggelam dalam sekulerisasi diri…Pada saat yang sama generasi baru lahir dalam lingkungan gerejani yang tersekulerisasi ini, yang bukannya menunjukkan keterbukaan dan kesepahaman, melihat bahwa dalam komunitas mereka terdapat perbedaan dan pertentangan yang dalam dengan Magisterium Gereja khususnya dalam bidang etika. Dalam padang gurun kekafiran ini, generasi baru haus akan transendensi”.

Orang-orang muda modern “membutuhkan formator yang merupakan insan Allah yang sejati, mereka membutuhkan Imam-imam yang sepenuhnya dibentuk untuk memberi kesaksian peneyerahan diri kepada Gereja melalui selibat dan kehidupan yang asketis dan taat aturan (austere), menurut teladan Kristus sang Gembala Baik. Dengan cara ini orang muda akan belajar untuk terbuka kepada pertemuan dengan Tuhan, melalui partisipasi harian dalam Ekaristi. Mereka akan mencintai keheningan dan doa dan pertama-tama mencari kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa.”

Bapa Suci menutup dengan meminta para Uskup merefleksikan tema pendidikan Seminaris dan Imam “dalam kepatuhan kepada norma-norma universal Gereja”, yang merupakan tema dari Sidang Paripurna mereka akhir April yang lalu.


AL/…/BRAZILVIS 090907 (540)


(©L'Osservatore Romano - 6 September 2009)

Diterjemahkan oleh: Daniel Pane