Print
Hits: 13222

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Masa Natal sudah mendekat. Di dalam Injil Yohanes dinyatakan tentang pengharapan umat Israel yang menanti-nantikan kelahiran Sang Penyelamat Dunia. Bagi kita sendiri, perayaan Natal mempunyai makna yang mendalam, bukan sekedar suatu peringatan ulang tahun. Setiap tahun orang bergembira merayakan ulang tahunnya, tetapi ini hanya selama dia hidup. Yesus hidup dua ribu tahun lalu, namun ... Ia tetap hidup sampai sekarang!


Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, masa Natal sudah mendekat. Di dalam Injil Yohanes dinyatakan tentang pengharapan umat Israel yang menanti-nantikan kelahiran Sang Penyelamat Dunia (lih. Yoh 1:6-8,19-28). Bagi kita sendiri perayaan Natal mempunyai makna yang mendalam, bukan sekedar suatu peringatan ulang tahun. Setiap tahun orang bergembira merayakan ulang tahunnya, tetapi ini hanya selama dia hidup. Yesus hidup dua ribu tahun lalu, namun ... Ia tetap hidup sampai sekarang!

Advent dari kata adventus, artinya kedatangan. Kita menantikan kedatangan Tuhan. Kedatangan Tuhan bisa dikatakan dalam tiga segi: kedatangan pertama, yaitu kelahiran Yesus yang pertama di dunia ini. Anggaplah Yesus lahir pada tanggal 25 Desember, walaupun sebetulnya kita tidak tahu tanggal berapa tepatnya Yesus lahir. Namun, tepatnya tanggal berapa itu tidak terlalu penting. Yang pasti Yesus pernah lahir di dunia ini. Itu kelahiran yang pertama yang sebetulnya merupakan permulaan suatu pengharapan besar bagi orang Israel dan bagi umat manusia. Kedatangan Tuhan itu telah membuat suatu perbedaan besar untuk kita semua dan untuk kita masing-masing. Apakah perbedaan itu? Seperti dikatakan dalam Injil Yohanes, perbedaan itu adalah barangsiapa percaya kepada-Nya akan beroleh hidup kekal (lih. Yoh 3:16). Jadi, kita yang percaya kepada-Nya ini sudah memiliki hidup kekal, walaupun baru pada tahap permulaan. Ini akan disempurnakan dalam hidup yang akan datang.

Dan, memang dari segi sejarah pun kedatangan Yesus telah mengubah banyak hal. Banyak hal yang kita anggap sudah dengan sendirinya, tetapi sebetulnya tidak demikian. Bandingkan dengan kehidupan dua ribu tahun yang lalu. Misalnya, persamaan hak antara pria dan wanita. Sekarang pria dan wanita mempunyai hak yang sama. Tidak demikian pada jaman Yesus. Wanita umumnya dianggap lebih rendah daripada pria. Yesus membawakan pembaruan bahwa di dalam Tuhan tidak ada perbedaan.

Yang lebih mencolok adalah persamaan martabat manusia. Pada jaman Yesus ada budak belian. Manusia yang diperbudak (dijadikan budak) sama sekali tidak mempunyai hak apa-apa. Sehingga jika tuan yang membeli atau mempunyai budak itu tiba-tiba marah lalu membunuh budak itu, maka tidak akan ada proses pengadilan. Jadi, seorang budak seperti ternak saja, boleh dibunuh, dijual, dll. Baru dengan kedatangan Kristus perlahan-lahan praktik perbudakan itu hilang. St. Paulus mengatakan bahwa di dalam Kristus tidak ada perbedaan lagi, baik orang bebas maupun budak (lih. Kol 3:8).


Maka, kita bisa mengerti ramalan-ramalan Nabi Yesaya yang penuh pengharapan bahwa Sang Mesias akan datang membawakan pembebasan, dll. Akan tetapi, bagaimana dengan kita sekarang? Apakah Yesus juga membawakan pembebasan? Ya, Yesus membawa pembebasan bagi kita. Banyak orang mengira dirinya bebas, namun sebetulnya ia dijajah, tidak oleh bangsa-bangsa lain, tetapi oleh penjajah yang sangat keji, yaitu hawa nafsunya sendiri. Nabi Yesaya katakan Yesus melepaskan orang dari belenggu, ikatan, dan perbudakan. Begitu banyak orang yang dibelenggu perbudakan. Mari kita lihat beberapa di antaranya.

Di koran diberitakan penjualan narkotik yang amat banyak. Ini juga suatu perbudakan. Jika orang sudah terikat-boleh dikata ada adeksi-pada narkoba, maka ia sudah menjadi budak dari narkoba. Ia akan dikuasai oleh narkoba. Ada juga perbudakan oleh alkohol. Celaka sekali kalau orang sudah terikat oleh alkohol. Seorang bapak yang terikat alkohol, jika ia mabuk maka rumahnya menjadi neraka. Ia mengumpat, memaki, tangannya melayang, lupa bahwa itu istri dan anaknya. Jadi, apakah ia orang bebas? Saya kira tidak. Ini semua perbudakan. Dan, yang lebih mengerikan ada orang yang diperbudak oleh kebencian. Di beberapa tempat banyak orang tak bersalah dibantai begitu saja. Karena apa? Karena ada kebencian. Kebencian ini bukan dari Allah. Kebencian ini dari neraka, dari si jahat. Orang yang diperbudak oleh kebencian menjadi buta akan segala kebenaran. Ia ngawur (bertindak sembarang) saja. Lebih celaka lagi (dan sudah diramalkan Yesus bahwa) orang yang membunuh Anda akan mengira berjasa kepada Allah. Kita masih ingat teror-teror, bom Bali, kerusuhan di Ambon, di Poso, di mana-mana, dll. Karena apa? Kebencian. Manusia diperbudak oleh hawa nafsunya dan tanpa disadari juga ditunggangi oleh si jahat.

Ada juga adeksi-adeksi yang lebih kecil. Segala sesuatu bisa memperbudak kita, atau boleh dikata, bisa menjadi ilah-ilah atau berhala-berhala kita. Ada orang yang begitu terikat, bahkan oleh olahraga. Bagi dia tidak ada apa-apa yang lain selain olahraga. Misalnya, sepak bola. Cukup banyak orang tidak bisa bangun pagi, tetapi kalau ada pertandingan sepak bola, jam dua pagi pun bangun. Dan, ini bisa merusakkan segala.

Kadang-kadang permainan-permainan juga bisa menjadi adeksi. Anak-anak kecil sudah diajari video-game dan sebagainya. Akhirnya, ia main terus video game-nya, tidak bisa berhenti. Nah, di sini orang tua mengajari anaknya untuk terikat! Sadarkah Anda? Kalau sudah mulai terikat itu, ia tidak bisa belajar, lalu melalaikan macam-macam tugasnya.


Ada juga orang yang diadeksi atau diperbudak oleh internet. Lupa tidur, lupa segalanya, dan melalaikan semua tugas. Ini semua merupakan perbudakan-perbudakan. Masih banyak lagi yang lain: diperbudak oleh iri hati, dan macam-macam. Anda bisa lihat dalam hidup Anda sendiri. Tanpa disadari kita punya ilah-ilah atau berhala-berhala sendiri. Yang satu lebih daripada yang lain. Yang satu lebih berbahaya daripada yang lain. Tuhan Yesus bersabda bahwa dari kelimpahan hati mulut berbicara (bdk. Mat 12:34). Jadi, apa yang menjadi harta Anda itulah juga yang akan sering keluar dari mulut Anda. Padahal, sebetulnya kita harus menyembah Allah, Allah yang hidup. Saya yakin di antara Anda tidak ada yang begitu dikuasai kebencian sehingga mau menjadi teroris-teroris, tetapi ada yang lain-lain. Misalnya, ingin penghargaan dan lain-lain, sehingga kalau tidak dihargai akan cepat marah. Yang menjadi akibat atau korban biasanya orang-orang serumah. Anda bisa memeriksa hati Anda masing-masing.

Yesus datang untuk menyelamatkan kita. Ini sebetulnya suatu warta gembira. Ia tidak hanya datang dua ribu tahun yang lalu, tetapi mau datang setiap saat dalam hati kita, asal kita membuka hati mengundang Dia untuk datang. Asal kita betul-betul berseru dengan segenap hati, “Yesus, datanglah, tolonglah aku!” maka Yesus akan datang dan mengubah hidup kita. Berkali-kali saya mendengar kesaksian-kesaksian orang yang hidupnya sudah tidak karu-karuan (tidak baik, berantakan), namun pada suatu saat ia mendapat inspirasi-ini juga rahmat Tuhan-lalu ia dengan segenap hati segera berseru, “Yesus, aku sudah tidak kuat lagi, tolonglah aku!”. Dan, pada saat itulah Tuhan memberinya rahmat, sehingga ia mengalami kekuatan, sukacita, dan hidupnya menjadi baru. Barulah ia sadar bahwa ia tidak bisa menguasai hidupnya sendiri tanpa rahmat Allah. Inilah salah satu makna dari kedatangan Tuhan Yesus yang kita nanti-nantikan, yaitu kita mendambakan kedatangan Tuhan Yesus supaya Ia datang dalam hidup kita masing-masing setiap saat.

Arti yang kedua, kita menantikan kedatangan Yesus, yaitu pada saat kita akan menghadap Dia. Masing-masing orang-tanpa perkecualian-suatu saat harus menghadap Dia, karena itu lebih baik selama hidup ini kita bersahabat dengan Tuhan. Karena, kalau tidak, di sananya terlambat! Kalau sampai kita muncul di hadapan Tuhan Yesus, lalu Ia berkata, “Siapa kamu? Aku tidak mengenal kamu!” Anda mau lari ke mana? Maka, selagi masih ada kesempatan, baiklah kita datang kepada Tuhan, bersahabat dengan-Nya. Tuhan mengundang kita untuk datang kepada-Nya, yaitu berbalik dari cara hidup kita yang lama, yang tidak berkenan kepada-Nya. Inilah arti yang kedua, tiap-tiap orang, termasuk yang berbicara ini, suatu saat harus tampil di hadapan Tuhan.

Semakin kita tumbuh dan berkembang semakin kita tidak berani mengandalkan kekuatan dan jasa-jasa kita sendiri saat itu. Saya pikir, saya akan tampil seperti si penjahat yang disalibkan bersama Yesus dan berseru, “Yesus, kasihanilah aku!” Saya ingat satu pengalaman beberapa tahun lalu di Ngadireso. Saat saya datang di sana, seorang suster datang membawa buah jambu bangkok untuk saya, “Romo, ini jambu, saya petik dan saya simpan untuk Romo.” Jambunya besar, bagus, tampak menarik sekali, dan menimbulkan selera makan. Langsung setelah suster tersebut pergi, saya ambil pisau. Tetapi, apa yang terjadi? Setelah saya belah ... aduh, penuh ulat, busuk semua, dan tidak bisa dimakan. Jadi, seandainya saya datang kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, mana upah saya? Ini buah-buah saya.” Mungkin Tuhan berkata, “Hei, mari, kita lihat buahmu,” dan saya takut kalau dibuka ternyata banyak ulatnya. Maka, saya mau berharap pada kerahiman-Nya yang tak terbatas dan tidak mau “perhitungan” dengan Yesus. Sekarang, di dunia, saya berusaha melakukan semua yang saya bisa demi Tuhan, untuk melayani-Nya, tanpa mengharapkan imbalan atau balasan. Akan tetapi, kalau nanti saya harus menghadap Tuhan, saya akan berkata, “Tuhan, saya berharap akan kerahiman-Mu”. Jadi, di dunia saya berusaha melakukan semua yang saya bisa menurut kemampuan saya demi Tuhan, tetapi tidak bersandar pada itu semua sebagai jasa, lalu meminta balasannya. Mari meniru seruan si penjahat itu, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja" (Luk 23:42). Oleh karena itu, sementara kita menantikan saat kita menghadap Tuhan, baiklah kita pakai waktu yang ada ini untuk melakukan sebaik-baiknya segala sesuatu untuk menyenangkan hati Yesus. St. Paulus mengatakan, “Apa pun yang kamu lakukan, lakukan demi kemuliaan Allah” (bdk. Kol 3:17.23).


Tuhan betul-betul Maharahim. Dia yang lebih dahulu mengasihi kita, bukan kita yang lebih dahulu mengasihi Dia. Ini harus menjadi kekuatan bagi kita. Kita berusaha sedapat mungkin melakukan segalanya untuk kebaikan dan kemuliaan Tuhan, tetapi kalaupun kadang-kadang gagal dan lain-lain,   Tuhan tahu kita ini orang lemah yang menyimpan harta tak ternilai dalam bejana tanah liat. Dan, sementara kita hidup di dunia ini tentu saja ada macam-macam pencobaan. Oleh karena itu, St. Paulus mengatakan bagaimana sikap kita seharusnya dalam menantikan kedatangan Tuhan ini, yaitu “Bersukacitalah senantiasa!” (1Tes 5:16). Kenapa? Karena Tuhan telah menang. Yesus sendiri berkata, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33) dan dalam suratnya, St. Yohanes mengatakan, “inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita” (1Yoh 5:4). Jadi, apa pun yang terjadi kita tidak akan terkalahkan kalau kita tetap percaya dan berpaut pada Yesus. St. Paulus mengungkapkan hal ini dengan indahnya,

Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? [...] Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 8:35.37-39).

Asal kita sendiri tetap percaya kepada Kristus, maka tidak ada yang dapat memisahkan kita dari cintakasih-Nya.

Oleh karena itu, hidup orang Kristen ditandai oleh sukacita. Mengapa? Apa alasannya kita bersukacita? Bukan karena kita dapat ini atau itu, tetapi pertama-tama karena kita adalah anak Allah, kita dicintai oleh Allah. Kesadaran ini saja sudah harus membuat kita bersuka cita, dan lebih-lebih lagi saya mempunyai Kristus yang setiap saat mendampingi saya, setiap saat dapat menolong saya.

Kemudian, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1Tes 5:18). Mungkin Anda berkata,”Mengucap syukur dalam segala hal?” Kalau dianiaya? Dimaki? Nah, memang logika Kristus kadang-kadang bertolak belakang dengan logika dunia. Jika gigi kita dipatahkan orang, ganti patahkan giginya dua. Jika dipukul satu kali, ganti pukul dua kali, yaitu satu kali plus bunganya. Ini logika dunia. Tetapi, Yesus mengatakan, “Siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” (Mat 5:39). Sukar juga, ya? Tetapi, maksudnya supaya kita tidak membalas, tidak menyimpan dendam dan sakit hati, agar kita mampu bersyukur. Mengapa? Karena, bahkan penderitaan pun, jika kita hayati dengan baik bisa menjadi satu berkat bagi kita. St. Petrus mengatakan, “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu” (1Ptr 4:12-14).

Jadi, berbahagialah Anda jika dinista karena Kristus, bukan karena Anda melakukan kejahatan. Kalau dinista karena melakukan kejahatan itu tidak bahagia. Misalnya, jika Anda dipenjara karena melakukan korupsi, itu tidak bahagia, tetapi ya ... masih harus bersyukur karena diberi kesempatan bertobat. Akan tetapi, jikalau kita tidak berbuat salah, namun dipenjarakan karena nama Kristus, maka bersukacitalah!

Kita juga harus bersyukur dalam segala sesuatu, karena apa pun yang yang terjadi, apa pun yang kita alami, Tuhan tidak membiarkan kita sendiri. Allah setia. Di dalam hidup ini, Yesus tidak menjanjikan, “Kalau kamu ikut Aku, kamu pasti senang-senang terus” (senang-senang menurut ukuran dunia ini). Tetapi, Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24). Yah, inilah yang disebut kebodohan orang Kristen. Kok mau mengikut untuk pikul salib? Tetapi, di balik semuanya itu ada suatu sukacita yang murni, mendalam, dan tidak bisa dibeli dengan uang atau apa pun. Suatu sukacita yang datang dari Tuhan. Maka, kalau Anda membaca, misalnya dari Kisah Para Rasul, dimana para rasul ditangkap, didera, lalu dilepaskan. Coba perhatikan reaksi mereka. Tidak ada salah apa-apa tiba-tiba ditangkap, lalu didera. Namun, setelah dilepaskan, mereka bagaimana? Bisa kita bayangkan, biasanya orang yang telah diperlakukan tidak adil seperti ini akan memaki-maki, “Awas kamu! kurang ajar! Celaka nanti kamu!” Tetapi, para rasul tidak begitu. Setelah keluar dari sanhedrin, mereka memuji dan memuliakan Tuhan. Bagi orang yang tidak mengerti dan tidak beriman, mereka ini tidak waras.


Dalam pandangan orang lain yang tidak beriman pada Kristus, kadang-kadang orang-orang Kristen itu dianggap orang-orang yang bodoh-bodoh karena mau mengikuti Orang yang bodoh. Mana ada orang yang mau digantung pada salib? Orang yang mau dan lebih suka disalibkan, walaupun Ia bisa mengalahkan musuh-musuh-Nya? Jadi, Anda mengikuti Orang yang bodoh? Bodoh menurut ukuran dunia, tetapi kuasa dan kebijaksanaan Allahlah yang terpancar dari salib Yesus itu.

Akhirnya, Saudara-saudara, satu hal yang menghibur kita. “Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu” (1Kor 10:13). Bila ada pencobaan, maka ada rahmat Allah. Sebagai penutup saya mengutip dua kesaksian.

Pertama, martir-martir dari Prancis, yaitu delapan belas suster Karmelites yang dihukum mati karena mereka tidak mau menyangkal imannya, melainkan tetap setia pada Kristus. Pada waktu revolusi Prancis, ada anti paus, dll. Mereka dihukum mati dengan guillotine (kepalanya dipenggal). Mereka berjalan ke tempat eksekusi sambil memuji Tuhan. Ini luar biasa. mereka tahu bahwa mereka sedang berjalan menuju pisau pemenggal itu, tetapi mereka berjalan sambil memuji Tuhan. Menurut ukuran manusia ini tidak masuk akal, tetapi rahmat Allah memampukan mereka. Sebetulnya bagi kita, orang Kristen, seperti juga dikatakan St. Paulus, “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (Rm 14:8). Kita hidup sudah dari Kristus, dan kalau mati ... bertemu Kristus. Jadi, selalu untung terus. Sekarang kita melihat Kristus hanya dari iman, kalau mati-tentu saja mati dalam Kristus, kalau mati di luar Kristus ini lain soal-kita melihat Kristus dari muka ke muka dalam kemuliaan Allah. Maka, delapan belas suster tadi menyanyikan Magnificat (Kidung Maria) pada saat-saat terakhir.

Lalu, martir-martir Tiongkok yang digelarkan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II, di antaranya ada suami-istri yang mempunyai tiga orang anak. Suaminya sudah bertobat dan menjadi semacam katekis, istrinya juga cukup beriman. Mereka dirayu-rayu untuk menyangkal imannya, tetapi rayuan itu tidak berhasil. Diancam juga, mereka tidak takut. Akhirnya, mereka ditangkap dan disiksa. Tentu saja kesakitan, bahkan dipukuli sampai lumpuh, sebelum akhirnya dipenggal kepalanya. Tetapi, bahkan dalam keadaan sudah separah itu, ibu tersebut masih bisa meneguhkan teman-temannya, karena waktu itu ada banyak orang yang ditangkap dan mengalami nasib yang sama. Ini kata-kata si ibu, “Saya tidak pernah mengetahui sebelumnya, betapa indahnya kita boleh menderita dan mati untuk Kristus.” Jadi, di dalam penderitaan itu, dia tidak ketakutan, tetapi justru mengalami sukacita yang besar. Tuhan bisa memberikan itu. Kalau Tuhan memberikan rahmat-Nya yang khusus maka penderitaan-penderitaan itu tidak ada artinya.

Marilah kita mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Kristus, baik di hari Natal, maupun sewaktu-waktu kita bisa dipanggil Tuhan. Pemazmur mengatakan umur manusia tujuh puluh tahun atau delapan puluh tahun jika kuat (bdk. Mzm 90:10), maka yang sudah lanjut usia, bersiap-siaplah. Tetapi yang muda, jangan mengira, “Saya masih muda,” mungkin saja yang muda dipanggil dulu. Kita mesti siap semua setiap saat, sambil menanti kedatangan Yesus di akhir zaman. Saat itulah semua kejahatan dunia ini akan lenyap, dan akan ada satu dunia baru di mana tidak ada lagi kejahatan, kebencian, dosa, tetapi semua akan berada dalam kemuliaan Tuhan. Saya harap suatu saat nanti kita berjumpa lagi di sana.